Tiga
Jam tujuh seperti biasanya saya berbegas dari rumah saya menuju stasiun trem untuk melapor ke kantor saya di Kota. Tetapi setibanya di Stasiun Kota, seorang perempuan yang saya kenal menunggu. Tetapi kali ini tidak ramah. Dia menggunakan gaun merah jambu yang bagus.
“Saya ingin bicara Ruud!” Dia bersuara pelan dan tidak lagi dengan senyumnya yang khas. Tatapan matanya tajam.
“Di mana? Di Kafe?”
Anna Lola menggeleng. Seorang Slam tiba-tiba mendekatiku.
“Ikut kami ke Depok Tuan,” bisiknya.
Saya hafal benda yang menempel di punggung saya, revolver.
“Ke Depok menemui seseorang yang kamu lihat kemarin,” ujarnya ketus.
“Kamu terlibat apa?”
“Bukan urusan kamu Ruud!”
“Kamu mau menculik saya?”