Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Anna Lola

1 Juni 2016   18:19 Diperbarui: 2 Juni 2016   16:56 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gondangdia tempo dulu (kerdit foto cucucoret.blogspot.com)

“Sepertinya begitu?” Anna berkata dengan entengnya.

Jujur. Ingin tahu juga saya. Kira-kira akan diapakan oleh perempuan yang saya suka. Walau agak takut tetapi saya tidak yakin Anna Lola menyuruh orang Slam itu menembak saya.

“Kalau kamu menyangka saya tidak tega. Kamu salah Ruud!” bisiknya.

Tak lama kemudian seorang Slam lagi mengapit saya. Anna lola kenal dengan masinis kereta. Kami naik gerbong khusus pribumi. Kereta bergerak menuju Depok. Saya melihat sekeliling Ada tiga orang Bantam menemani Anna Lola. Yang lebih mengejutkan lagi, Anna Lola mengeluarkan revolver dari bajunya.

“Kamu pura-pura tidak bisa menembak?” bisik saya.

Dia tertawa lebar. “Tetapi terima kasih mau menambah ilmu menembak saya,” sahutnya enteng.

“Nona Anna pernah menembak mati ular bergerak di kebun yang Tuan lihat kemarin,” bisik orang Slam itu. “Kalau Tuan bukan teman dia, Tuan dan mata-mata itu sudah mati di kebun.”

Setibanya di Stasiun Depok, Anna memaksa saya menaiki sebuah dokar. Karena saya berseragam polisi, opas di sana memberi hormat. Mereka mengira kami mengawal seorang Nona Indo. Di dokar kepalanya saya dipukul hingga pingsan.

Empat

Ketika sadar saya sudah ada di gubuk di kebun itu. Pemuda berkaki buntung itu meminta saya duduk di bale-bale dalam gubuk itu. Anna sudah mengompres kepala saya.

“Maaf Ruud. Kamu terpaksa dibuat pingsan. Kami khawatir kamu teriak di jalan. Habisnya saya takut kamu mengadu ke Schout Vermeulen,” ujar Anna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun