Mohon tunggu...
Juli Antonius Sihotang
Juli Antonius Sihotang Mohon Tunggu... Lainnya - Perantau-Peziarah Hidup

Spiritualitas, Iman Katolik, Kaum Muda Katolik Artikel saya yang lain dapat dilihat di: https://scholar.google.co.id/citations?user=_HhzkJ8AAAAJ&hl=en

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upacara Mangongkal Holi dan Perintah Keempat Dalam Gereja Katolik

6 Juni 2023   18:49 Diperbarui: 6 Juni 2023   19:19 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: youtube.com/ancas wisata

Kenyataan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa dihadapan Allah hubungan anak dengan orang tua maupun penghormatan anak kepada orang tua adalah suatu hal yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan manusia. Allah menghendaki agar setiap anak menunjukkan penghormatan, kasih sayang, dan ucapan syukur kepada orang tua (leluhur, nenek moyang) mereka. Dengan kata lain, menghormati dan mengasihi orang tua adalah prinsip umum dalam hidup manusia,[18] sehingga membawa pengaruh yang baik apabila dilakukan, dan akan mengakibatkan pengaruh yang buruk apabila tidak dilakukan oleh manusia.

Budaya Lokal: Upacara Mangongkal Holi 

Mangongkal holi[19]adalah upacara adat dalam budaya orang Batak. Upacara adat ini adalah proses menggali kembali tulang-belulang seorang leluhur suatu keluarga dari kuburan yang lama untuk dipindahkan ke atas tugu karena para keturunannya ingin menghormati dan memuliakan leluhur mereka tersebut. Upacara mangongkal holi dirayakan dengan iring-iringan, gondang, tari-tarian dan barisan ibu-ibu yang membawa beras. 

Tulang-belulang yang sudah digali kemudian dimasukkan ke dalam sarkofagus.[20] Di mana pada zaman dahulu, upacara adat ini[21] biasanya dilakukan sampai berhari-hari, bahkan sampai berbulan-bulan. Upacara mangongkal holi juga tergantung dari kedudukan setiap leluhur di masa hidupnya, serta kemampuan para keturunannya untuk menyelenggarakan pesta upacara adat tersebut. Dalam upacara mangongkal holi, seluruh keluarga turut menghadiri kegiatan, begitu juga dengan masyarakat desa, dan satu galur.[22]

Upacara mangongkal holi dapat dilakukan dalam dua cara, yakni perayaan yang sederhana dan besar-besaran. Upacara yang dilakukan dalam perayaan yang sederhana, proses upacara terlebih dahulu diawali dengan dipersembahkan kurban berupa makanan kepada leluhur, dewa-dewa alam, raja dari kedelapan mata angin dan kepada tondi (arwah/roh).[23] orang yang turut dalam suatu pesta upacara adat. 

Semua orang yang hadir, kemudian menaburkan beras dia atas kepalanya masing-masing yang disebut parbue santi. Selanjutnya, seorang datu[24] mempersembahkan kurban sebagai tanda sukacita sambil memohon agar seluruh keturunan dari leluhur bertambah banyak, dan diberi umur yang panjang. 

Upacara Mangongkal holi dalam perayaan yang dilakukan secara besar-besaran, diawali dengan pelaksana harus mendirikan tonggak borotan[25] dalam melakukan horja sita.[26] Sehari sebelum pesta dimulai, seluruh yang hadir dalam perayaan menari-nari sepanjang hari sampai dini hari. Pagi hari acara diakhiri dengan makan bersama, di mana dihidangkan makanan dan sagu-sagu sitompion[27] beserta sirih persembahan. 

Selanjutnya, dipersembahkan beras, itak gur-gur,[28] sirih dan seekor ayam kecil kepada leluhur serta para dewa yang berada di halaman kampung. Di tempat tersebut kemudian digali sebuah borotan[29] berdiri tegak, seekor kerbau dibawa masuk, dan diikatkan pada sebuah tonggak. Selanjutnya datu menari mengelilingi kerbau sebanyak empat kali, sementara tangannya memegang tongkat dan pedang. Kemudian seorang yang sudah ditugaskan datang mendekat, lalu menusuk tombaknya ke tubuh kerbau tersebut.

Penghormatan besar yang demikian diberikan kepada sumangot[30], yaitu leluhur yang salur keturunannya sudah berkembang menjadi suatu kelompok suku maupun suatu marga yang besar. Pada waktu upacara berlangsung sering juga dilakukan penobatan tondi[31] leluhur menjadi sombaon[32] yang dirayakan dengan sangat meriah, hal ini disebut santirea. 

Setelah leluhur dinobatkan menjadi sombaon, kedudukannya kemudian diyakini oleh orang Batak hampir mendekati tingkatan para dewa. Pada waktu itu sombaon melalui sibaso[33] mengumumkan nama baru untuk leluhur, kemudian sombaon mencari tempat bersemayam yang baru. Adakalanya leluhur tersebut berada di puncak gunung, di hutan belantara, maupun di sebuah sungai yang deras.[34] Selanjutnya, para keturunannya akan menghormati tempat bersemayam sombaon sebagai tempat suci, dan pada hari-hari tertentu mereka mempersembahkan kurban baginya.

Proses Upacara Mangongkal Holi Pra-Kekristenan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun