Ada Saksi.
Merupakan yang menyaksikan perkawinan itu. Perkawinan minimal disaksikan dua orang. Wali dalam KHI adalah seorang lelaki muslim yang sudah akil baligh.
Ada Ijab dan Kabul (sighat)
Merujuk pada pengucapan Akad Nikah. Akad Nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi. Pengucapan akad nikah dilakukan secara jelas, beruntun dan tidak berjeda, dilaksanakan sendiri oleh wali nikah.
Ijab adalah bagian yang diucapkan oleh pihak perempuan, yang berbentuk penyerahan Perempuan terhadap pihak laki-laki. Penerimaan penyerahan tersebut disebut kabul. Kabul diucapkan calon mempelai pria, kabul dapat diwakilkan dalam keadaan tertentu, dan bila kabul ditolak maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan. Dalam pengucapan Akad Nikah sendiri, biasanya terdengar kata 'maskawin' atau yang dikenal sebagai Mahar.
MAHAR
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada wanita, yang berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum islam. Pada dasarnya merupakan suatu bentuk apresiasi kepada calon wanita dalam bentuk benda. Mahar ini umumnya bersifat wajib, dan harus disebutkan dalam akad nikah.
Pasal 34 Buku I tentang Perkawinan KHI, cukup terang dikatakan bahwa Mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan. Artinya, bukan suatu komponen utama pembentuk perkawinan itu sendiri, sehingga walau secara lalai karena nilai Mahar itu tidak disebutkan, tidak berarti perkawinan itu batal. Proses perkawinan tersebut hanya batal bila ada penolakan ketika sighat, atau ketika mengalami cacat prosesi (misal, tidak ada wali sama sekali, dan sebagainya), diluar dari itu perkawinan dapat diteruskan dan disahkan.
LARANGAN
Terdapat beberapa larangan untuk menikah, yang pada intinya disebabkan oleh hubungan pertalian (masih saudara kandung), hubungan semenda(masih saudara semenda), hubungan persusuan(masih disusui oleh orang yang sama).
Larangan menikah lain berlaku pada wanita yang bukan Islam, masih menikah dengan orang lain, atau janda dalam masa iddah (yang baru ditinggalkan suami kurang dari 130 hari, baik karena bercerai atau karena kematian). Bagi pria larangan menikah adalah ketika sedang memiliki 4 istri, dengan wanita yang telah ditalak tiga kali, atau yang telah mengalami li'an (dituduh berzina oleh suaminya).