Begitu mendengar ucapanmu, aku langsung protes.
"Enak aja! Aku nggak mau!" seruku sambil cemberut.
Mendengar ucapanku yang ceplas-ceplos kau hanya tertawa.Â
"Haduh...haduh... Kamu ke sini bela-belain mau ngajak Kirana ke wisudamu, tapi dia nggak mau. Kasihan sekali kamu," goda Mas Opik padamu.
Aku tak menyangka gurauanku malah menjadi bumerang bagiku. Jadi, untuk selanjutnya aku tak begitu memerhatikan reaksimu. Rasanya sebal juga kalau kalian iseng seperti itu. Nggak lucu sama sekali.Â
"Iya ya. Ngapain juga aku ngajak Kirana. Wong ya nanti pas wisuda bisa ketemu. Kan dia pasti tak melewatkan event bersejarahmu ya, Pik." Kau ucapkan itu sambil garuk-garuk kepala.
***
Wisuda kalian tiba. Aku memang datang ke wisuda kalian. Ya, meski kedatanganku bukan bermaksud mengamini keinginanmu. Aku ingin merasakan kebahagiaan Mas Opik. Itu saja.
Pagi itu, segala persiapan para wisudawan-wisudawati dilakukan di sekitar lokasi wisuda, GOR kampus kalian. Keluarga-keluarga para wisudawan-wisudawati berfoto ria. Selain itu juga berfoto dengan sesama wisudawan-wisudawati dan teman seangkatannya masing-masing.
Aku tentu saja ikut berfoto bersama Mas Opik, kekasihnya dan kedua orang tua.Â
"Hai, Fidz. Sini! Foto bareng aku sama Kirana!" seru Mas Opik mengajakmu berfoto barengan.