"Kamu itu gimana sih, Mas Hafidz. Seenaknya ngasih tahu alamat dan nomor HP-ku ke orang lain," cerocosku tanpa basa-basi.
Kau yang berada di hadapanku terlihat gelagapan. Memang aku sengaja menemuimu. Aku ingin kau tahu betapa tak terimanya aku atas perlakuanmu.
"Tunggu dulu, Kirana! Aku tak paham maksudmu," ucapmu kebingungan.
Aku hanya memberikan handphone-ku kepadamu. Kuminta kau membuka pesan WhatsApp yang dikirimkan temanmu. Belakangan kutahu nama temanmu itu Eka.
Kau baca pesan-pesan Eka yang masih kusimpan.
"Ya Allah. Aku benar-benar nggak tahu kalau dia sejauh itu, Kirana! Pas kamu WA dulu, Eka memang main ke sini. Dia cuma nanyain siapa yang kirim pesan. Ya kujawab kalau kamu yang kirim. Lalu dia buka-buka HP-ku. Mungkin dari situlah dia punya nomor kontakmu," jelasmu.
Tentang alamat rumahku, kau bercerita padanya kalau aku tinggal di kecamatan sebelah dengan kalian. Dia banyak tanya informasi rumahku, dengan alasan rumahku tak jauh dari rumah temannya.
Menyadari kekeliruanmu, kau menelpon Eka.
"Eka. Kamu itu gangguin Kirana? Kamu jangan macem-macem!"
Eka tertawa. Saat mendengar suara Eka itu, rasa dongkolku semakin bertambah.
"Jangan sakiti dia, Eka. Aku serius!" bentakmu.