“Selamat malam, Monsieur,” perwira muda ini menyalami kami berdua. “Manakah di antara kalian berdua yang bernama Chavilier Auguste Dupin?”
Aku jarang mendengar nama Dupin disebut lengkap seperti itu, apalagi sampai menyebut gelar kebangsawannya. Ya, Dupin memiliki masa lalu yang cemerlang saat keluarganya masih memiliki harta yang melimpah. Keluarganya masih keturunan bangsawan Perancis, wajarlah gelar Chavilier melekat dinamanya. Sayangnya, semenjak Revolusi Perancis II, ekonomi keluarganya merosot tajam dan mengalami kebangkrutan. Semua kekayaannya nyaris dijual semua. Dupin kini tak memiliki lagi kekayaannya yang melimpah. Bahkan untuk membayar sewa rumah ini, akulah yang harus menanggung semuanya. Satu-satunya harta yang ia miliki saat ini adalah buku-buku yang dimilikinya serta sebuah cek atas namanya hadiah dari Monsieur –G saat ia berhasil memecahkan kasus surat rahasia yang dicuri dua tahun yang lalu. Ia masih belum berniat menguangkannya sampai saat ini. Benar-benar kikir tingkat tinggi.
“Sayalah orang yang anda cari,” kata Dupin. “Silahkan duduk, Monsieur….”
“Escoffar. Pierre Escoffar.” Ia menarik kursi kecil dan duduk dengan gerakan yang halus. Aku juga mengambil kursi yang tidak jauh darinya.
“Rokok, Monsieur Escoffar?” Dupin berbaik hati menawarkan rokok padanya.
“Oh, tidak. Terima kasih. Saya tidak merokok, Monsieur.”
Dupin pun menarik kursi yang tadinya digunakan untuk membaca dan duduk dengan anggun. Mengetahui tamunya tidak merokok, ia pun menahan diri untuk tidak mengisi pipa rokok dan menghisapnya.
“Jadi, ada urusan mendesak seperti apa sehingga anda mengunjungi Rue Dunot, Monsieur?”
“Sebelumnya, saya minta maaf kalau menganggu aktifitas anda, Monsieur. Saya sebenarnya sudah berniat mengunjungi anda semenjak sore tadi. Namun atasan saya, Monsieur –G menahan saya untuk tidak melakukannya. Ia menyarankan untuk menunggu sampai malam hari. Ia mengutus saya untuk menemui anda karena saat ini Monsieur –G sedang memimpin beberapa perwira lainnya menyisir seluruh wilayah Paris. Bahkan sampai ke wilayah perbatasan kota.”
“Apa yang sedang dilakukannya, Monsieur?” aku terusik untuk bertanya.
“Anda pasti tentunya sudah mendengar perihal tentang Jules Gascoine III. Sang iblis bayangan. Surat kabar ibukota sedang dipenuhi dengan berita tentangnya.”