Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemberdayaan Upah Minimum, Instrumen Pajak, dan Angkot "Online", Mengapa Tidak?

26 Maret 2017   21:21 Diperbarui: 27 Maret 2017   06:00 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal ini, setidaknya Pemerintah memiliki peluang untuk membahas dan menjajagi peluang pertanggung-jawaban sosial perusahaan (CSR - corporate social responsibilities) angkutan berbasis teknologi online yang selama ini dianggap predator tersebut.

Merangkul, mengajak bersahabat, dan memperlakukan hubungan setara yang saling membutuhkan, selalu memberikan hasil yang bertolak belakang dan jauh lebih baik, dibanding sikap yang sebaliknya, bukan?

Bukankah ciri Indonesia adalah kekeluargaan?

SETAHUN LINIMASA

Masalah yang terkait dengan kehadiran angkutan umum berbasis aplikasi online, hingga hari ini terlihat seperti jalan ditempat. Padahal — seperti yang dapat disaksikan pada berbagai cuplikan pernyataan yang bertebaran di media sosial tahun lalu — Presiden Joko Widodo secara tegas telah menyampaikan 3 pokok pemikirannya. Pertama, kehadiran layanan tersebut merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat. Kedua, bahwa yang membuat aturan adalah pemerintah dan semestinya tidak membuat masyarakat menderita. Ketiga, rumuskan kebijakan transisi yang berpihak kepada masyarakat sampai (negara) dapat menyediakan pelayanan (angkutan umum massal) yang bagus dan nyaman. 

Pada kesempatan terpisah, pernyataan yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta ketika gonjang-gonjang terkait beredarnya surat keputusan Ignasius Jonan — selaku Menteri Perhubungan Republik Indonesia saat itu — tentang pelarangan operasi sepeda motor sebagai angkutan umum berbasis online, rasanya memang tepat dan tak terbantahkan. 

Kata Ahok, “Angkutan penumpang ‘ojek layaknya seperti anak sendiri yang tak mau diakui’ (oleh pemerintahnya).”

Menyikapi kemelut terkait hadirnya angkutan berbasis aplikasi online tersebut, Ignasius Jonan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Budi Karya yang kemudian menggantikannya, beberapa bulan lalu telah merevisinya dan memberi tenggat untuk efektif memberlakukan mulai 1 April 2017 mendatang. Menjelang batas waktu itu, berbagai unjuk rasa merebak di sejumlah kota. Bahkan memicu bentrokan antar warga. Anehnya, sebagian besar keributan terjadi antar angkutan umum kota dengan angkutan ojek online yang sesungguhnya belum disentuh undang-undang dan aturan turunannya itu.

SIMPUL-SIMPUL PERSOALAN

Inovasi dan kreatifitas yang dihadirkan teknologi digital telah berdampak nyata pada berbagai aspek kehidupan kita. Salah satu yang paling luar biasa adalah soal kemampuannya memberdayakan sektor informal. Aktivitas yang ada dan nyata di tengah masyarakat tapi selama ini tak teradministrasi dengan baik oleh negara.

Contohnya angkutan umum ojek. Layanan informal yang telah hadir di tengah masyarakat sejak puluhan tahun yang lalu. Bahkan jauh sebelum  telepon genggam melanda kehidupan sehari-hari masyarakat luas. Perangkat yang kini semakin canggih dan berperan strategis pada sistem pengoperasian layanan ojek melalui aplikasi teknologi online yang ditanam di dalamnya.

Seperti berbagai inovasi dan kemajuan yang berlangsung sepanjang sejarah peradaban manusia, setiap kemudahan dan perubahan yang ditawarkan acap menghadapi penolakan dan sikap tak bersahabat dari mereka yang kemapanannya terancam. Bahkan mungkin akan tersingkir. 

Inovasi dan modernisasi memang tak selamanya memperkaya pilihan. Atau mensubstitusi (sebagian) layanan konvensional yang sudah dikenal sebelumnya. Ada juga yang  sanggup menggeser dan mengambil alih peran tradisional dari yang digantikannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun