Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemberdayaan Upah Minimum, Instrumen Pajak, dan Angkot "Online", Mengapa Tidak?

26 Maret 2017   21:21 Diperbarui: 27 Maret 2017   06:00 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketetapan upah minimum khusus pengemudi kendaraan online juga harus memperhitungkan standar biaya-biaya yang ditanggungnya, seperti asuransi kendaraan maupun pengemudi, pajak kendaraan, harga dan biaya pemeliharaan kendaraan, biaya bahan bakar dan operasional harian, dan iuran BPJS.

Pemerintah harus aktif melindungi kepentingan warga negara Indonesia yang menjadi mitra usaha taksi online sehingga hak-hak mereka terpenuhi (lihat Saran #3 : Pajak). Disamping itu, hak mitra usaha yang memiliki dan mengemudikan kendaraan juga harus disampaikan dengan jelas sehingga mereka memahaminya.

Saran #2 : Asuransi

Daripada mengatur soal KIR, pool, ataupun bengkel khusus, Pemerintah sebaiknya mulai memikirkan konsepsi penerapan asuransi kecelakaan terhadap setiap kendaraan dan pengemudi di Indonesia. Besarannya harus dikaitkan dengan kinerja pengemudi ataupun kendaraan. Maksudnya, nilai premi bagi yang pernah mengalami kecelakaan harus lebih tinggi dibanding yang belum.

Setiap asuransi selalu memiliki perhitungan tersendiri terkait kebiasaan yang diasuransikannya. Otomotis, kendaraan dan pengemudi kendaraan taksi online harus menyatakan dengan jujur tentang aktivitasnya. Sebab, pihak asuransi dapat menolak pembayaran klaim pertanggungan jika ternyata datanya tidak sesuai.

Kewajiban asuransi juga memberikan rasa aman dan nyaman bagi penumpang karena otomatis mereka sudah dipertanggungkan. Sementara sanksi memberatkan juga harus diterapkan bagi mereka yang lalai, termasuk perusahaan yang mengupayakan platform teknologinya.

Saran #3 : Pajak

Terapkan instrumen pajak yang sudah tersedia. Jika ketentuan yang ada belum mengakomodasi atau tidak sempurna maka perbaikilah. Setidaknya khusus untuk diberlakukan pada wajib-wajib pajak yang terkait dengan usaha angkutan umum berbasis teknologi online.

Seharusnya, sebagai aktivitas sewa-menyewa — sesuai dengan klasifikasi jenis angkutan yang ditetapkan bagi mereka — perusahaan pemilik platform teknologi harus diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari setiap transaksi sewa yang terjadi. Artinya, besaran PPN yang dipungut harus disertakan pada tagihan kepada pelanggan dan wajib disetorkan kepada Negara.

Akses real-time terhadap dashboard informasi yang diminta Pemerintah kepada mereka mungkin dapat dikhususkan pada informasi-informasi yang terkait kewajiban pajak. Menggunakan data tersebut, Pemerintah dapat mengetahui perkiraan pendapatan setiap pengemudi yang terlibat, apakah memenuhi ketentuan Upah Minimum yang ditetapkan atau tidak.

Kewajiban pajak lain yang harus dapat segera diterapkan adalah pungutan Pajak Penghasilan terhadap setiap pengemudi. Jika menggunakan instrumen PPh 21, meskipun memanfaatkan ketentuan pekerja lepas sehingga pemotongan cukup dilakukan 50% dari ketentuan berlaku, tentu akan memberatkan pengemudi. Sebab perhitungannya akan menggunakan pendapatan kotor yang diperoleh. Sementara ketentuan besaran PPh 21 Orang Pribadi bersifat progresif. Artinya, pajak yang harus dibayarkan meningkat sejalan dengan akumulasi pendapatan setahun.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan, mungkin bisa menetapkan pemilik / pengemudi kendaraan termasuk dalam kategori UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang mendapat fasilitas PPh Final sebesar 1% dari pendapatan kotor jika peredaran usaha setahunnya masih di bawah Rp 4,8 miliar. Jumlah pendapatan pengendara taksi online sebulan tentu tak akan mencapi Rp 400 juta. Dengan demikian maka Perusahaan yang memiliki platform teknologi angkutan online, wajib memotong 1% dari setiap pendapatan pengemudi dan menyetorkannya ke negara.

Saran # 4 : Legalisasi Ojek

Bagaimanapun, angkutan umum yang menggunakan kendaraan roda dua, sesungguhnya adalah keniscayaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun