Aku tersenyum lega melihatnya.
“Hehe, iya, Mas, alhamdulillah,”, jawabku.
“Mau kemana habis ini, Far? Pulang?”, tanyanya merdu.
“Iya, Mas. Ini mau pulang ke kost aja,”, jawabku jujur.
“Yuk, Far, jalan bareng keluar. Aku juga mau pulang ke asrama.”, ajaknya.
Deg! Tentu saja hal-hal seperti ini amat mengagetkanku. Apalagi sejujurnya aku sangat mengaguminya. Senang, tapi juga cemas bukan kepalang.
“Eh,uh..Iya mas, boleh.”
Kami pun berjalan bersama dari ruang ilmiah. Berjalan menyusuri bangsal demi bangsal, kanopi, hingga sampai di gerbang rumah sakit. Sepanjang perjalanan dia terus mengajakku bicara soal rumah sakit, dan aku hanya berani sekali-dua kali menatapnya.
“Far... aku boleh nanya sesuatu ndak?”, tiba-tiba Mas Rizky memperlambat langkahnya.
“Eh, iya, Mas.. Tanya apa ya?”, balasku.
“Tentang impian ke depan, gitu?”, tanyanya lagi.