"Di mana meteran listriknya?" tanya Aldi.
      "Seingatku ada di samping dapur."
      Aldi menarik aku untuk mengajak ke dapur. Aku ragu untuk ke belakang setelah melihat lorong gelap yang tidak sedikitpun ada secercah cahaya. Namun jika listrik padam, maka keadaan akan semakin tidak kondusif. Aku memutuskan untuk berani.
      Criing.. Cringg.. Cringg..
      Langkah kakiku langsung berhenti. Jantungku terasa berdetak dengan cepat. Keringat dingin bercucuran membasahi dahi. Rambut kuduk memberikan sinyal keadaan tidak baik di sekitar.
      "Su.. su.. su.. ara apa itu?" tanya Aldi dengan suara gagap.
      Aku hanya menggelengkan kepala. Pikiranku hanya membayangkan semua ini terjadi karena kuda lumping di belakang.
      "Sudah tidak ada apa-apa. Ayo cepetan!" gertak Toni.
      Kami berjalan menyusuri lorong gelap gulita yang terasa jauh sekali dengan mengamati sekitar untuk memastikan semua aman.
      Setelah sampai di dapur semua tidak terlihat. Cahaya hanya berasal dari pantulan cahaya dari luar di besi wajan yang digantung. Tetapi herannya mengapa pantulan cahaya itu hanya menyorot ke kuda lumping yang juga tergantung di dekat kamar mandi.Aku berusaha berpikir positif, mungkin ini hanya kebetulan.
      Aku bergerak untuk meraba dinding, kali ini aku yang di depan. Seingatku meteran listrik berada di luar lalu di sebelah pintu samping.