Mohon tunggu...
Ivansyah Jonathan
Ivansyah Jonathan Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Universitas Nasional - Prodi Ilmu Komunikasi

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Gaya Komunikasi Politik Presiden Joko Widodo Menjelang Pemilihan Presiden 2024: Suatu Kajian Filsafat Komunikasi Melalui Studi Kasus

1 Februari 2024   15:09 Diperbarui: 1 Februari 2024   17:20 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ghita Intan-voaindonesia.com)

Gaya komunikasi politik Jokowi selama dua periode kepemimpinannya mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pada periode pertama, Jokowi dikenal sebagai komunikator yang merakyat, sederhana, informatif, dan persuasif. Gaya komunikasinya tersebut berhasil membangun citra Jokowi sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat dan mampu menghadirkan perubahan.

Namun, menjelang akhir kepemimpinannya yang bertepatan dengan Pemilihan Presiden 2024, gaya komunikasi Jokowi berubah menjadi lebih intervensionis dan cenderung menguntungkan salah satu calon presiden. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataannya yang dianggap terlalu membela dan mendukung salah satu calon presiden. Mengutip dari artikel yang berjudul "Jokowi: Presiden Boleh Memihak, Itu Hak Presiden" (diterbitkan oleh Kompas.com pada tanggal 3 Februari 2024). Pada artikel ini menjelaskan mengenai pernyataan Jokowi yang mengatakan bahwa presiden boleh memihak salah satu calon presiden. Pernyataan tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan pengamat politik dan akademisi. Mereka menilai bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan prinsip netralitas yang harus dipegang oleh seorang presiden. 

Kutipan ini sontak memicu kritik dari berbagai kalangan. Pengamat politik menilai, langkah Jokowi melampaui batasan netralitas yang seharusnya dipegang teguh seorang presiden. Akademisi mempertanyakan, "Jika presiden boleh memihak, bagaimana dengan independensi lembaga eksekutif? Bukankah hal ini berpotensi membuka pintu manipulasi kekuasaan?" (Tempo.co, 5 Februari 2024).

Keberpihakan Jokowi tampak pula dalam beberapa ungkapan personalnya. Dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi, ia menyebut Gibran sebagai "putra terbaik" dan "sosok muda yang mampu mengemban amanah kepemimpinan" (Liputan6.com, 15 Februari 2024). Bahkan, saat kunjungan kerja ke Solo, Jokowi tak segan mengajak warga untuk "sama-sama mendukung Gibran" (Detik.com, 20 Februari 2024).

Meski tidak secara eksplisit menyebut nama partai atau paslon tertentu, pernyataan ini diinterpretasikan sebagai sinyal dukungan terhadap pencalonan Gibran. Hal ini semakin memperkuat anggapan bahwa Jokowi tengah berupaya melanggengkan dinasti politiknya.

Upaya Jokowi dalam membela Gibran tentu membawa perubahan bagi gaya komunikasinya. Citranya yang dianggap merakyat dan dekat dengan rakyat kini tercoreng, dan publik mempertanyakan sikap netralitasnya pada Pilpres 2024. 

Dalam konteks perspektif epistemologi, Sumber pengetahuan yang digunakan Jokowi berubah dari pengetahuan umum menjadi keyakinan pribadi. Pada periode pertama, Jokowi sering menggunakan pengetahuan umum untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya. Hal ini terlihat dari pidato-pidatonya yang sering membahas tentang kondisi ekonomi, sosial, dan politik Indonesia.

Namun, pada periode kedua, Jokowi sering menggunakan keyakinan pribadinya untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataannya yang sering membela dan mendukung salah satu calon presiden. Seperti upaya dalam menempatkan posisi putranya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.

Perubahan gaya komunikasi ini, menunjukkan bahwa Jokowi telah kehilangan objektivitas dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya. Jokowi lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan keluarga daripada kepentingan negara. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap citra Jokowi sebagai pemimpin dan juga terhadap proses demokrasi di Indonesia.

3.3 Menganalisis Perubahan Gaya Komunikasi Politik Jokowi 2024 Menggunakan Perspektif Ontologi

Komunikasi berada lingkup sederhana dan dalam skala kecil. Melalui komunikasi, seseorang dapat mengutarakan dan bertukar pesan atau informasi kepada orang lain. Menurut Harold Laswell dalam Mulyana (2007:69) bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun