Ciri-ciri ontologi ilmu pengetahuan dapat digambarkan sebagai berikut: pertama, ilmu pengetahuan muncul melalui proses penelitian. Kedua, adanya konsep pengetahuan empiris tanpa konsep wahyu. Ketiga, pengetahuan dalam ilmu bersifat rasional, objektif, sistematis, metodis, observasional dan netral. Keempat, mengikuti prinsip-prinsip verifikasi (pembuktian), justifikasi (penjelasan), keterbukaan dan reproduktifitas serta mencakup skeptisisme radikal dan berbagai metode eksperimental. Kelima, mengakui penerapan sebab dan akibat dan penerapan sains pada teknologi. Ketujuh, mengakui sifat relatif dari pengetahuan dan konsep serta mempertimbangkan logika ilmiah. Kedelapan, mempertimbangkan pembentukan hipotesis dan teori ilmiah. Kesembilan, mempertimbangkan konsep hukum alam yang dikonfirmasi oleh pengetahuan ilmiah.
Menurut Suetoriono, ontologi dapat didefinisikan sebagai prinsip yang mendefinisikan atau melingkupi batas-batas entitas yang menjadi objek kajian (objek ontologis atau objek formal pengetahuan). Lebih jauh, ontologi juga mencakup penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika) dari objek ontologis atau objek formal. Ontologi biasanya menjadi dasar dari sebuah ilmu yang mengkaji apa yang dianggap dan dibahas dalam tubuh pengetahuan yang berkaitan dengan realitas dan eksistensi di dunia.
3. Pengenalan Konsep Aksiologi
Aksiologi adalah sebuah cabang dalam filsafat yang memerinci nilai dan prinsip-prinsip moral, mencakup evaluasi terhadap nilai-nilai seperti kebaikan, keadilan, kebenaran, dan keindahan, serta mempertimbangkan etika dalam pengambilan keputusan. Menurut Kattsoff (2004), aksiologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai dari sudut pandang kefilsafatan. Disiplin ini membantu dalam memahami dasar nilai dan bagaimana nilai-nilai tersebut memandu perilaku manusia. Aksiologi, yang berasal dari bahasa Yunani ("axios" untuk "nilai" atau "layak" dan "logos" untuk "ilmu" atau "kajian"), diartikan sebagai studi nilai-nilai dan dasar-dasar moral dalam kehidupan manusia. Aksiologi memberikan wawasan tentang nilai-nilai seperti kebaikan, keadilan, kebenaran, dan keindahan, serta menjelaskan kompleksitas hubungan di antara nilai-nilai ini dan panduan moral yang diberikannya.
Aksiologi juga menyoroti bagaimana nilai-nilai ini memainkan peran kunci dalam membentuk pandangan hidup dan tindakan individu maupun masyarakat. Salah satu fokus utama aksiologi adalah memahami bagaimana nilai-nilai ini membimbing pengambilan keputusan, dengan etika sebagai bagian penting yang membahas konsep baik atau buruk, benar atau salah dalam konteks moral. Aksiologi tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi juga normatif, berusaha memberikan pedoman tentang bagaimana manusia seharusnya bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian, aksiologi memberikan landasan filosofis untuk membangun kerangka moral yang membimbing perilaku manusia. Kontribusi besar dari pemikir seperti Immanuel Kant, John Stuart Mill, dan Friedrich Nietzsche membentuk dasar untuk teori etika dan filosofi moral. Menurut Bramel, aksiologi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni moral conduct (tindakan moral) yang melahirkan etika, esthetic expression (ekspresi keindahan) yang melahirkan keindahan, dan sosio-political life (kehidupan sosio-politik) yang melahirkan filsafat sosio-politik. Fungsi aksiologi sebagai bidang filsafat adalah mengkaji masalah nilai terutama dalam etika dan estetika, memberikan informasi mengenai yang baik dan yang jahat, dan menetapkan standar baik dan buruk dalam kehidupan sosial.
4. Pengenalan Konsep EpistemologiÂ
Epistemologi pada hakikatnya adalah cabang dalam Ilmu Filsafat tentang makna dan proses memperoleh suatu ilmu pengetahuan. pembahasan Epistemologi utamanya mencakup pembahasan tentang dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh atau juga tentang sumber-sumbernya, serta validitas ilmu atau sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi.
Penelitian dalam bidang Epistemologi terdiri atas beberapa jenis, yakni:
Analisis Filosofis, tentang hakikat pengetahuan dan syaratnya yang mengharuskan suatu keyakinan menjadi sumber pengetahuan, seperti validasi.
Potensi sumber pengetahuan dan pembenaran keyakinan seperti persepsi, alasan, ingatan, dan kesaksian.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!