Mohon tunggu...
Ivansyah Jonathan
Ivansyah Jonathan Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Universitas Nasional - Prodi Ilmu Komunikasi

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Gaya Komunikasi Politik Presiden Joko Widodo Menjelang Pemilihan Presiden 2024: Suatu Kajian Filsafat Komunikasi Melalui Studi Kasus

1 Februari 2024   15:09 Diperbarui: 1 Februari 2024   17:20 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ghita Intan-voaindonesia.com)

A. Latar Belakang

Joko Widodo (Jokowi) telah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama dua periode (2014-2019 & 2019-2024), setelah dririnya berhasil memenangkan pemilihan umum 2019 dengan melawan Pasangan Prabowo - Sandiaga Uno, masyarakat menganggap bahwa kontestasi pemilu ini merupakan yang paling sengit dalam sejarah Indonesia hingga saat ini. Selama periode ini, berbagai isu dan masalah terus menghadang pemerintahannya, serta dirinya sebagai individu yang memegang tanggung jawab sebagai seorang presiden. Salah satu aspek yang sering menjadi sorotan dan menjadi perdebatan adalah mengenai komunikasi politik Presiden Jokowi. Padahal, komunikasi politik memiliki peran yang sangat vital dalam menentukan keberhasilan Presiden Jokowi sebagai aktor politik dan kepala negara.

Menjelang akhir masa jabatannya sebagai presiden, Jokowi mendapati tanggapan yang cukup positif  di masyarakat. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tanggal 1-15 Februari 2024, terdapat sebanyak 65% dari 1.200 responden menilai bahwa gaya komunikasi politik Jokowi masih efektif dan dapat diterima oleh masyarakat.

Gaya komunikasi yang dicitrakan oleh Jokowi dianggap merakyat dan sederhana. Hal ini tercermin dalam gayanya yang sering menggunakan bahasa sehari-hari dengan artikulasi dan tempo penyampaian yang terkesan lebih tenang dan tidak terlalu menggebu-gebu. Walau masyarakat menilai gaya komunikasinya berkesan lebih tenang, namun pada situasi tertentu ia kerap kali menggunakan gaya komunikasi yang persuasif untuk mempengaruhi opini publik dan mendorong masyarakat untuk mendukung program-program pemerintah.

Survei yang sama yang dilakukan oleh LSI  juga menunjukkan bahwa 60% responden menilai Jokowi memiliki kredibilitas yang tinggi sebagai pemimpin. Hal ini menunjukkan bahwa gaya komunikasi politik Jokowi yang efektif dan dapat diterima oleh masyarakat tersebut juga telah berdampak positif terhadap citra Jokowi sebagai pemimpin. Hasil-hasil survei tersebut menunjukkan bahwa gaya komunikasi politik Jokowi masih menjadi salah satu faktor yang mendukung popularitasnya di kalangan masyarakat Indonesia. Gaya komunikasi politik Jokowi yang merakyat, sederhana, informatif, komunikatif, dan persuasif telah terbukti efektif dalam menyampaikan pesan-pesan politik Jokowi kepada masyarakat dan membangun citra positif Jokowi sebagai pemimpin.

Namun fakta menjelaskan, menjelang akhir masa kepemimpinannya yang juga bertepatan dengan Pemilihan Presiden 2024, komunikasi politik yang dilakukan Jokowi malah sebaliknya dianggap bermasalah. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataannya yang dinilai terlalu intervensionis dan cenderung mendukung salah satu paslon pada pemilu 2024. Contohnya, pernyataan Jokowi pada bulan Februari 2024 yang mengatakan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye. Pernyataan ini dianggap sebagai bentuk yang berkesan lebih mengarah pada upaya Jokowi dalam melanggengkan dinasti politiknya.

Perlu diketahui, terdapat isu-isu yang tengah beredar di masyarakat yang menunjukan adanya pelanggaran konstitusi terkait penempatan Gibran sebagai wakil presiden Prabowo Subianto. Sejumlah media, seperti Kompas.com dan CNN Indonesia, ramai mengangkat isu ini dengan menggarisbawahi bahwa usia Gibran yang baru 36 tahun bertentangan dengan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mensyaratkan minimal 40 tahun untuk maju sebagai Wakil Presiden. Hal ini memicu berbagai kritik dengan mempertanyakan keabsahan pencalonan Gibran dan potensi dampaknya terhadap kepercayaan masyarakat serta iklim demokrasi di Indonesia. 

Dari fenomena tersebut memunculkan berbagai pernyataan Jokowi yang menuai berbagai kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan pengamat politik dan akademisi. Mereka menilai bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan prinsip netralitas yang harus dipegang oleh seorang presiden.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap perubahab gaya komunikasi Presiden Joko Widodo, yang dianggap sebelumnya  mendapatkan respon positif dari masyarakat. Namun menjelang akhir kepemimpinannya yang bertepatan dengan Pemilihan Presiden 2024, beliau mendapatkan respon yang kurang diterima oleh masyarakat yang dilihat dari berbagai isu di media massa yang menunjukkan bahwa gaya komunikasi yang disampaikan Jokowi bertolak belakang dengan citra nya sebelum menjabat. Gaya komunikasinya cenderung lebih mengarah pada upaya penyampaian pesan untuk melanggengkan dinasti politiknya.

Penelitian ini akan mencoba menggali pemahaman mengenai perubahan gaya komunikasi Presiden Joko Widodo melalui kajian filsafat komunikasi yang ditinjau melalui pendekatan filsafat komunikasi yaitu aksiologi, epistimologi, dan ontologi. Aspek yang menjadi fokus penelitian ini mencakup gaya komunikasi berdasarkan ciri atau karakter komunikasi verbal dan nonverbal yang diperlihatkan oleh Presiden Jokowi dalam berbagai situasi komunikasi menjelang akhir kepemimpinannya yang bertepatan pada pilpres 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun