Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga menerapkan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana siswa diberi kebebasan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi mereka. Ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar bertanggung jawab dan mengambil inisiatif, kualitas penting dalam kepemimpinan (Suparlan, 2016).
Konsepsi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara  Dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara mempunyai  konsep pendidikan yang bertujuan untuk mencapai  tujuan  pendidikan,  yaitu  Tri Pusat Pendidikan:
- pendidikan keluarga
- pendidikan bidang
- pendidikan bidang pemuda atau masyarakat.
Ki Hadjar Dewantara mengintegrasikan budayaa anak sejak dini khususnya Taman Indria (balita). Konsep belajar tersebut adalah Tri No, yaitu nonton, niteni dan nirokke. Nonton (cognitive), nonton di sini adalah secara pasif  dengan segenap panca indera. Niteni (affective) adalah mempelajari, mengamati, memperhatikan  apa  yang  di peroleh dari panca  indera dan nirokke (psychomotoric) adalah meniru positif yang dihadapi anak dalam masa perkembangannya (Dwiarso, 2010: 1).
Ketika anak didik beranjak pada pendidikan Sekolah Dasar,  kemudian pendidikan sekolah dasar dan  seterusnya maka konsep  pendidikan  Ki Hadjar  Dewantara adalah  Ngerti,  Ngroso  dan nglakoni. Model pendidikan ini dimaksudkan supaya anak tidak hanya  di didik  intelektualnya  saja  (cognitive),  istilah  Ki  Hadjar  Dewantara 'ngerti', melainkan harus ada  keseimbangan dengan ngroso (affective) serta  nglakoni (psychomotoric).  Oleh karena itu di harapkan kedepannya anak-anak yang menjalani proses belajar mengajar dengan pikirannya, memahami  dengan  emosinya,  dan mampu menerapkan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan bermasyarakat.Â
Menurut Ki Hadjar Dewantara, hadil akhir pendidikan adalah menghasilkan manusia yang tangguh dalam kehidupan masyarakat. Makna dari maksud tersbut seseorang mempunyai etika sebagai seorang pelajar khususnya mampu menjalankan Tri Pantangan diantaranya tidak menyalahgunakan kekuasaan, tidak maemanipulasi keuangan dan tidak melanggar kesusilaan (Ki Suratman, 1987 : 13).
Teori Trikon
Selain dari tripusat pendidikan, Ki Hadjar Dewantara juga menekankan pada ajaran Trikon atau Teori Trikon. Teori Trikon merupakan upaya pemajuan kebudayaan nasional yang mengandung tiga unsur yaitu kontinuitas, konsentrisitas, dan konvergensi.
1.Kontinuitas
Kontinuitas artinya Kebudayaan atau  kehidupan bangsa berlangsung terus menerus, berkesinambungan dan tidak terputus. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan kebudayaan, maka kehidupan suatu bangsa terus dipengaruhi oleh nilai-nilai baru, dan jalan kemajuan suatu bangsa terus digariskan. Bukan lompatan terputus-putus dari garis aslinya. Lompatan yang patah akan kehilangan cengkeraman. Kemajuan suatu bangsa merupakan kelanjutan dari garis hidup aslinya, yang terus-menerus didorong oleh penerapan nilai-nilai baru dari perkembangan internal dan eksternalnya. Oleh karena itu, kontinuitas dapat diartikan bahwa pengembangan dan pemeliharaan jati diri bangsa harus merupakan kelanjutan dari kebudayaan yang dimiliki.
2. Konsentrisitas