Sebelum era Ki Hadjar Dewantara, sistem pendidikan di Indonesia didominasi oleh model pendidikan kolonial yang kurang memperhatikan kebutuhan dan konteks lokal. Pendidikan cenderung bersifat dogmatis, dengan penekanan pada hafalan dan disiplin ketat, yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa Indonesia.
Berbeda dengan sistem pendidikan sebelumnya, Ki Hadjar Dewantara mengedepankan pendidikan yang holistik dan humanistik. Ia memahami bahwa pendidikan tidak hanya tentang pengetahuan akademis, tetapi juga tentang pengembangan karakter, kreativitas, dan kemandirian. Pendekatannya yang mengutamakan pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar telah membuka jalan bagi metode pembelajaran yang lebih interaktif dan kontekstual (Widyayanti & Murtiningsih).
Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga menekankan pentingnya pendidikan karakter dan kebangsaan. Ini merupakan respons terhadap sistem pendidikan kolonial yang cenderung mengabaikan aspek-aspek tersebut. Melalui pendidikannya, ia berhasil menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan kecintaan terhadap budaya lokal, yang sangat penting dalam membentuk identitas nasional Indonesia (Erlianto & Santo, 2022).
Dengan demikian, gaya kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan telah memberikan kontribusi yang sangat penting dalam membentuk sistem pendidikan Indonesia yang lebih inklusif, holistik, dan sesuai dengan kebutuhan serta konteks lokal. Pendekatannya telah menjadi inspirasi bagi generasi pendidik selanjutnya dan terus berpengaruh hingga saat ini.
Bagaimana Ki Hadjar Dewantara Menanamkan Nilai-nilai Melalui Contoh Kepemimpinan
Ki Hadjar Dewantara mempraktikkan filosofi "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani," yang berarti "di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberi dorongan" (Susilo, 2018). Melalui filosofi ini, beliau menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus menjadi contoh yang baik, menginspirasi dan mendukung dari belakang. Ini mencerminkan pendekatan kepemimpinan yang holistik dan berpusat pada pengembangan karakter.
Dalam praktiknya, Ki Hadjar Dewantara tidak hanya mengajar materi pelajaran tetapi juga menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, kemandirian, dan rasa tanggung jawab. Beliau memperlihatkan nilai-nilai ini melalui tindakannya sehari-hari, baik dalam interaksi dengan siswa maupun dalam pengelolaan "Taman Siswa" (Suparlan, 2016).
“Ing Ngarsa Sung Tuladha," "Ing Madya Mangun Karsa," dan "Tut Wuri Handayani" adalah tiga prinsip pendidikan oleh Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan terkemuka di Indonesia. Prinsip-prinsip ini mencerminkan filosofi pendidikan yang holistik dan mendalam, yang berfokus pada pengembangan karakter dan kepemimpinan siswa. Berikut penjelasan masing-masing prinsip:
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha: Prinsip ini berarti "Di depan memberikan contoh." Ini menekankan peran pendidik sebagai panutan yang harus ditiru oleh siswanya. Dalam konteks kepemimpinan, ini berarti seorang pemimpin harus menjadi contoh yang baik dalam segala hal, menunjukkan perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada orang lain. Dalam pendidikan, guru diharapkan tidak hanya mengajar materi pelajaran, tetapi juga menunjukkan perilaku yang baik, seperti kejujuran, ketekunan, dan empati.
2. Ing Madya Mangun Karsa: Artinya "Di tengah membangun inisiatif dan kreativitas." Prinsip ini menekankan pentingnya mendukung dan mengembangkan inisiatif serta kreativitas di antara siswa atau anggota tim. Seorang pendidik atau pemimpin harus mampu memotivasi dan menginspirasi orang lain untuk mengembangkan ide-ide baru dan berpikir kreatif. Ini juga berarti memberikan kebebasan kepada siswa atau anggota tim untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan ide-ide mereka sendiri.