3. Tut Wuri Handayani: Prinsip ini diterjemahkan sebagai "Dari belakang memberikan dorongan." Ini menggambarkan peran pendidik atau pemimpin sebagai pemberi dukungan dan motivasi dari belakang. Dalam praktiknya, ini berarti memberikan dorongan, bimbingan, dan dukungan kepada siswa atau anggota tim untuk mencapai potensi mereka. Seorang pendidik atau pemimpin dengan pendekatan ini akan lebih banyak mendengarkan, mengamati, dan memberikan umpan balik yang konstruktif, serta mendorong kemandirian dan pertumbuhan pribadi.
Ketiga prinsip ini secara keseluruhan mencerminkan pendekatan pendidikan dan kepemimpinan yang seimbang, di mana pendidik atau pemimpin tidak hanya memberikan contoh yang baik, tetapi juga membangun inisiatif dan kreativitas, serta memberikan dukungan dan dorongan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pengembangan individu.
Begitu juga konsep sistem among (sistem pengajaran) dan kodrat Alam (kehendak alam) juga merupakan buah gagasan dari pemikirannya. Sistem Among adalah suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan yang bersendikankodrat alam dan kemerdekaan. Sistem Among ini berdasarkan cara berlakunya disebut sistem Tut wuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered.
Sedangkan Kodrat alam (Ahmad Sholeh dalam bukunya berjudul Relevansi Gagasan Sistem Among dan Tri Pusat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap pengembangan Pendidikan Islam Di Indonesia, adalah wujud dari kekuasaan tuhan yang artinya, bahwa pada hakekatnya manusia sebagai mahkluk tuhan adalah satu dengan alam lain. Karena itu manusia tidak dapat di lepas dari kehendak kodrat alam. Manusia akan memperoleh kebahagiaaan jika ia mampu menyatukan diri dengan kodrat alam yangmengandung segala hukum kemajuan. Manusia mempunyai multi potensi yang harus di gali sehingga ia sadar dan berbahagia dengan kodratnya.
Corak pendidikan yang digagasnya adalah suatu dasar pendidikan yang berbentuk nasionalistik dan universal.
"Landasan filosofisnya nasionalistik dan universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan (Bambang Sukowati-buku judul Ki hadjar Dewantara”ayahku”).
Studi Kasus Dalam Konteks Sekolah Atau Lembaga Pendidikan
Sebagai studi kasus, kita dapat melihat implementasi nilai-nilai ini di "Taman Siswa". Di sekolah ini, siswa tidak hanya diajarkan materi akademis tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang membangun karakter. Misalnya, siswa diajarkan untuk bekerja sama, menghargai keragaman, dan mengembangkan rasa kepedulian sosial.
Salah satu contoh spesifik adalah bagaimana Ki Hadjar Dewantara mengintegrasikan nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan dalam kurikulum. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menghargai kearifan lokal. Siswa diajarkan tentang sejarah dan budaya Indonesia, serta dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang merayakan kebudayaan lokal (Widyayanti & Murtiningsih).
Pendekatan ini telah terbukti efektif dalam membentuk karakter siswa yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki integritas dan kepedulian sosial. Ini menunjukkan bagaimana pendidikan karakter dapat diintegrasikan secara efektif dalam sistem pendidikan melalui contoh dan praktik kepemimpinan yang baik.
Strategi Mengembangkan Pemimpin Muda dengan Prinsip Ki Hadjar Dewantara
Salah satu strategi utama Ki Hadjar Dewantara dalam mengembangkan kepemimpinan di kalangan muda adalah melalui pendidikan karakter dan kemandirian. Beliau percaya bahwa pemimpin yang baik harus memiliki karakter yang kuat dan kemampuan untuk berdiri sendiri. Hal ini tercermin dalam pendekatannya yang menekankan pada pembelajaran mandiri dan pengembangan kreativitas (Susilo, 2018).