Silvi berhenti dan mengembalikan kamera pada temannya itu. Tak lama, Wina sudah menampilkan status baru di Whatsappnya dengan foto-foto kukang beserta informasi lokasi mereka berada.
Sejak kejadian itulah, beberapa mahasiswa KKN Â mengalami sakit. Ratno sering migrain dan muntah-muntah sedangkan Silvi kondisinya batuk kronis dan demam. Wina pun sering merasakan gatal-gatal di sekitar matanya. Tapi dia masih bisa menahan dengan merendam kepala dalam ember berisi air.
Tidak ada puskesmas di sana. Setiap yang sakit dan melahirkan hanya akan ditangani oleh seorang dukun kampung, wanita tua yang membuka praktik pengobatan di sebuah gubuk di tengah sawah. Wina dan kawan-kawannya sudah pernah berobat kesana namun kondisinya malah semakin parah.
"Intinya kita harus pulang besok pagi. Kita juga harus segera membawa Ratno dan Silvi ke Rumah Sakit di kota," tegas Wina sebagai ketua kelompok yang harus bertanggung jawab atas kawan-kawannya.
***
Saat pagi hari, Wina dan 4 temannya sudah berkumpul di halaman. Hanya Silvi saja yang masih berada di rumah panggung karena kondisinya kurang memungkinkan untuk turun.Â
Seketika, sebuah mobil sudah bersiap menjemput mereka. Wina sebelumnya sudah menghubungi dosen pembimbing KKN dan menceritakan kejadian yang mereka alami. Dia pun memohon agar bisa dijemput.
Tiba-tiba dari dalam rumah panggung terdengar teriakan namun kurang jelas kata-katanya. Semua berlari menuju sumber suara dan mereka kaget melihat Silvi berperilaku aneh. Dia berjalan seperti orang yang kesurupan.
"Jangan keluar desa! Kembalikan mata anakku!" ucapnya dengan lantang. Matanya melotot dan merah sedangkan raut wajahnya pucat.
Semua panik dan bingung harus berbuat apa. Mereka juga tidak paham apa maksud ucapan itu. Tapi tidak dengan Wina. Gadis pemberani itu menyuruh teman-temannya mengunci kamar dari luar.
"Win, kalo ada apa-apa dengan Silvi bagaimana?"tanya Celsi tegas.