"Terus, kita mau pindah kemana?", tanya Rino.
Ketiga mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) itu lama berdiskusi kemana mereka akan pindah desa selanjutnya. Mereka menduga-duga alasan kenapa mereka diusir dari rumah singgah itu. Padahal pihak desa sudah setuju mereka tinggal disana selama program KKN berlangsung sekian waktu.
"Apa karena kita sebar foto di media sosial 2 hari yang lalu?" tanya Celsi.
"Tuh kan, kita sudah dilarang mengambil foto di hutan jati," celetuk Rino.
"Tanya ketua, tuh! Kan dia dan Silvi yang senang foto," hardik Celsi sambil menunjuk Wina dengan dagunya.
Memang saat pertama kali masuk desa, Wina dan teman-temannya dilarang oleh kepala dusun untuk mengambil gambar di daerah hutan jati. Itu daerah yang sakral menurut keyakinan warga. Ada sejenis kukang, binatang yang bergerak lambat dan pemalu, tinggal di sana. Bagi penduduk setempat, itu bukan binatang sembarangan.
Entah kenapa pada keesokan harinya, hasrat Wina muncul untuk mengabadikan gambar seekor bayi kukang yang terjatuh di bawah pohon. Hal itu dilakukan saat rombongan KKN mengambil data penyebaran ulat jati di musim kering.Â
Wina terpesona dengan lucunya binatang itu. Teman-temannya sudah mengingatkan mengenai pantangan yang harus dijaga namun Wina tetap bersikeras.Â
Sekali jepret, flash kamera menerangi wajah bayi kukang yang mungil. Tiba-tiba saja tubuh kukang kecil itu menggeliat. Kepalanya disembunyikan di balik lengan dan tubuhnya menggulung seperti bola. Suara yang keluar dari mulutnya pun mengerang seperti kesakitan.
Silvi  kemudian merampas kamera dari tangan Wina. Dia lanjut memotret kedua kali. Kuku panjang dan tajam kukang mengarah padanya. Semakin badan kukang menggeliat di tanah semakin Silvi senang melihat pemandangan itu. Berkali-kali pula flash kamera ditembakkannya ke tubuh kukang yang masih lemah.
"Sudah, sudah," hardik Wina.