Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Akar Seni Indonesia

10 November 2024   15:05 Diperbarui: 10 November 2024   15:27 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu istilah yang menggelisahkan barangkali karena Pak kis mengatakan bahwa bagaimana membuat karya itu berbataskan Indonesia barangkali ada istilah yang baik lagi yang sering kita dengar juga dalam melestarikan kebudayaan Nasional. Mungkin itu paling bagus, karena dalam artian melestarikan itu kita sulit ke karya seni yang sifatnya etnis juga sekaligus memberikan suatu tantangan kreatifitas yang besar. Untuk menjaga kesinambungan/kontinuitas itu, maka sebagai seorang pelukis muda misalnya secara tidak langsungnya anak Indonesia dengan sendirinya mempunyai visi, jelas visi Indonesia. Di sini saya hubungkan visi itu adalah tantangannya kreatifitas, itu penting memang. Kemudian mengenai kreatifitas Ini barangkali sudah dibicarakan oleh beberapa peserta barangkali untuk mudahnya, misalnya kalau titik tolak etnis ternyata etnis itu sendiri membaur. Misalnya kita tertarik pada kesenian Bali kita tertarik pada kesenian Toraja di mana mempunya bentuk bentuk yang berbeda. Kemudian kita tertarik lagi pada kesenian Kalimantan, misalnya.

Dengan sendirinya saking banyaknya etnis ini kita mempunyai suatu dasar berarti titik tolak kita itu sebetulnya kreatifitas. Saya pikir itu Sdr. Edi katanya cekak tapi kena bahwa kebanyakan kita dan pengamat-pengamat kesenian cenderung masih memelihara kesenian etnis ini. Kemudian kurang adanya pemberani pemberani yang betul untuk mengangkat seni rupa atau gejala perkembangan seni rupa. Sebagai contoh, misalnya pembicara/penganalisaan suatu karya tentang karya seni lukis atau bukan. Kalau sekilas itu pembicaraannya bagaimana kita bisa menampilkan atau menguraikan kalau tidak ada Soedjojono, Affandi kemudian generasi generasi yang lain kalau hanya sekitar itu. Itu suatu kekerdilan barangkali atau suatu keplokan. Kemudian saya ucapkan sangat terimakasih sekali kepada panitia sarasehan. Mungkin sarasehan ini cukup luar biasa dan paling baik karena banyak sekali pengunjung pengunjung yang berlainan disiplin seperti Bp. Soedjoko. Pak Kusnadi meskipun tidak melukis seorang pengamat yang baik dan getol itu hadir. Kemudian seniman seperti Nashar misalnya hadir juga kemudian seniman-seniman yang akademis dan semi akademis misalnya macam Sdr. Hardi, kemudian seniman yang otodidak seperti peserta di Ancol ini. Dalam diskusi cukup santai. Saya kenal betul panitia ini.

Nyoman Tusan

Saya kira beberapa hal telah kita sepakati bahwa kalau boleh saya simpulkan, kita telah menyadari besar atau tidak bahwa seni lukis Indonesia ada. Apakah wujudnya seperti Affandi. Soedjoyono, seni kedaerahan.

Yang kedua bahwa kita sering berjuang. Yang ketiga, bahwasanya apa yang kita inginkan adalah perjuangan yang terus menerus dari para seniman dan para pemikir untuk bisa mengetengahkan karya-karya kita hidup terus, sehingga tidak hanya diakui oleh kalangan Indonesia saja tapi juga. Insyaallah orang luar juga bisa mengakul sekalipun saya pribadi, pengakuan luar sebenarnya, apakah itu kita butuhkan?, sebab mengakui diri kita adalah kita sendiri. Soalnya nanti mereka mengetahui sukurlah! Tapi kita tidak perlu mengejar pengakuan-pengakuan yang semacam itu.

Kalau memang kita besar bahwa kita besar. Kalau kecil memang kita kecil, ini harus kita sendiri yang mengakuinya. Akhirnya saya kembali mengingatkan ucapan seorang pelukis dari Malaysia, selama kita berbicara terus terang tentang seni rupa maka kita sendiri akan lupa tentang seni rupa, lupa berkarya akhirnya melupakan pribadi kita. Mudah-mudahan pertemuan semacam ini bisa kita selenggarakan secara kontinyu.

Di mana saya tidak akan lagi melihat bahwa apa yang disinyalir oleh sdr. Hardi karya teman-teman dari golongan akademis yang berbicara, tapi juga teman teman yang benar benar berjuang dari bawah, sehingga kita pun akan bisa menemukan ide-ide baru yang barangkali ditemukan jauh di dasar lumpur tanah air kita. Sekian.

TANGGAPAN-TANGGAPAN

Amrus

Seni lukis Indonesia modern dimulai oleh Raden Saleh. Dari catatan pelajaran, Raden Saleh telah membuat lukisan antara lain lukisan Pangeran Diponegoro, banteng dengan singa sedang berkelahi hutan terbakar dan lain-lain masih banyak lagi. Di samping itu dia juga melukis tuan-tuan besar Belanda, saya kira kita bisa mengerti hidup seorang Raden Saleh yang sepenuhnya dibantu oleh orang Belanda, dan persyaratan melukisnya adalah pola Eropa seterusnya pelukis Abdullah juga demikian, namun bobotnya masih dibawah Raden Saleh, setelah itu muncullah Basuki Abdullah dan qua artistiknya juga pola Eropa tetapi Eropa nya Art Shop, teknis melukisnya pola Eropa yang seniman Eropa sendiri tidak menggemarinya karena mempercantik obyeknya.

Dalam perkembangan Kebangkitan Nasional kita lihat golongan intelektual kita sudah mampu berbicara dan menerima pikiran-pikiran mereka, misalnya berbahasa Belanda membaca buku-buku Belanda dan menerima pikiran mereka dan pada waktu itu pelukis-pelukis Indonesia pun mampu melukis seperti pelukis Eropa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun