Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Akar Seni Indonesia

10 November 2024   15:05 Diperbarui: 10 November 2024   15:27 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan beberapa pelukis yang melukis dengan gaya tersebut tidak pernah acuh dengan pernyataan pernyataan atau tampil dengan argumentasi-argumentasi yang jelas apalagi menggalangnya dalam suatu kelompok yang patut dikemukakan bahkan menyebut karyanya sebagai karya seni lukis saya mereka masih ragu-ragu.

Tentu saja saya tidak melupakan Picasso, Paul Klee, Diego Reviera dan beberapa lainnya lagi juga pernah mengambil dari sumber seni primitif atau seni tradisional. Tetapi masalahnya disini apabila kita menemukan dari sumbernya langsung kesenian lama kita sendiri akan terasa lebih sah dari pada mesti lewat gaya mereka karena masalahnya adalah bahwa kita telah mengolah atau mengembangkan apa yang telah kita lihat dan rasakan langsung dari impuls-impuls kehidupan dan kesenian kita sendiri yang sebetulnya sudah tidak asing logis.

Saya tekankan dengan istilah tidak asing lagi disini, karena pada pengamatan saya pada sementara seniman kita atau pelukis kita mereka kelihatan jauh lebih akrab dengan gaya seni retorika dari pada dengan ciri-ciri tradisional kita sendiri.

Memang pada beberapa pelukis kita yang menggunakan bahan bahan tambahan tersebut kelemahan kelemahan yang sering tampak adalah kurang menyatunya bahan tambahan tersebut dalam karya karyanya. Memang untuk lukisan-lukisan yang menggunakan bahan tambahan masalahnya jadi bertambah, misalnya antara lain bagaimana menyelaraskan bahan menjadi suatu kesatuan karena bahan-bahan tersebut memiliki berbagai sifat atau pertimbangan masalah tiga dimensi tiba-tiba muncul yang juga harus segera dipecahkan dan sebagainya. Namun seperti yang telah saya singgung di depan selain pada lukisan jenis pertama pada lukisan-lukisan jenis kedua ini yang menggunakan bahan tambahan seperti rotan, tali-tali injuk, bambu dan lain-lainnya memang mempunyai kesan lebih akrab dengan kita karena bahan-bahan tersebut menurut pengetahuan kita telah berabad-abad mempunyai tempatnya dalam kerangka kebudayaan tradisional kita hingga sekarang.

Tetapi tentu saja kesemuanya itu memang tergantung kepada para seniman seni rupa sendiri kepada kekuatan pribadi-pribadinya karena mereka sendirilah akhimya yang lebih menentukan.

Jadi kalau saya memakai antek itu karena sudah agak geregetan ya seperti orang luar negeri sendiri gregetan karena orang? Pelukis-pelukis melukis abstrak Penentang-penentang pelukis, pelukis terbentuk juga pernah menyatakan bahwa pelukis abstrak bukan pelukis Amerika karena itu adalah ciri-ciri dari seni lukis timur atau seni tiruan. Dan pelukis pelukis abstrak expresionisme adalah antek-antek dan timur asb-asb.

Dengan beberapa dokumentasinya dalam hal ini ada hubungannya dengan pernyataan 2 (nama orang) yang juga tidak mau mengakui Affandi sebagai seni lukis, satu yang sudah punya Identitas Indonesia tapi hanya sebagai satu pengikut dari expressionisme diluar negeri saya kira ini yang perlu dijelaskan oleh pembela, Pak Affandi dan saya itu mengharapkan sekali ada pembela, pak Affandi bahwa Pak Affandi adalah bukan pengikut expressionisme luar negeri. Bahwa saya mengagumi Pak Affandi sebagai yang sudah saya katagorikan disini dapat teknik atau corak expressionisme tapi sudah mempunyai watak yang kuat ke Indonesianya, saya akui tapi Pak Affandi sebagai pelukis masih saya golongkan kepada pengikut dan golongan expressionisme yang ada di luar negeri terima kasih.

Abbas Alibasyah

Saya ingin kembali kepada masalah yang kita bicarakan dengan topik akar Indonesia. Jadi lepas dari ada yang setuju atau tidak, tapi sebetulnya ingin membicarakan itu, bahwa tadi yang diterangkan hanya merupakan ilustrasi saja dari berbagai aspek yang ada hubungannya. Yang saya tanyakan tadi sebetulnya belum dijawab oleh saudara Krishna Mustajab. Tapi mungkin sekarang bisa dijawab. Mengapa kita kok harus kembali ke akar Indonesia, itu kan pertanyaannya, apa perlu apa tidak, kalau tidak perlu. Tidak usah bersusah-susah kalau perlu ya kita perjuangkan. Karena kita harus ada pilihan, Indonesia ini kan mestinya bukan sesuatu seperti kita menunjuk asbak, botol dan sebagainya, tetapi sesuatu keutuhan, suatu kesatuan yang merupakan kebanggaan Suatu bangsa tanpa kebangsaan, mestinya tidak ada bangsa yang tidak punya kebanggaan buktinya apa, hanya untuk menegakkan bendera ribuan orang yang mati, simbolnya bendera, tapi ribuan yang mati ini kan suatu bukti siapa mau menyangkal orang tidak perlu kebanggaannya itu sebagai bangsa, kehadirannya sebagai bangsa, perkara ada di sana sini yang mencemooh yang ngece, boleh saja silahkan. Tapi tidak ada bendera dari satu bangsa pun yang boleh ditumbangkan oleh bangsa lain atau bangsanya sendiri. Demikian pula kebangsaan dalam arti kesenian dan kebudayaan. Mesti ada kebanggaan itu dan kebanggaan itu tentu saja tidak perlu kita bangga hanya punya asbak, kita juga boleh bangga punya pohon kelapa, punya danau Toba boleh-boleh bangga punya si Amrus dan boleh bangga dengan lain-lainnya, ini adalah saya kemukakan sekedar suatu tekanan, bahwa kebanggaan itu penting, sebagai suatu bangsa, akar kita itu adalah salah satu kebanggaan bagi kita. Bahwasanya akar kita yang nanti ingin ujudkan atau akar kita yang ingin kita gali supaya kita bisa tumbuhnya mungkin tidak kita duga, namun kesadaran untuk tumbuh berakar, kokoh adalah merupakan suatu hasrat berdasarkan adanya tuntutan kebanggaan. Oleh karena itu gejala psikologis dari tadinya sudah kelihatan, yaitu prosesnya adanya kalau orang kita diserang tidak dibalas. Ini sebetulnya gejala kebanggaan kalau tidak bangga ya ora opo-opo matimu kapan.

Begitu barangkali tapi karena hal-hal kebanggaan marah juga yang tumbuh pada pak Kusnadi itu juga satu gejala kebanggaan, kalau ini hilang terang nggak ada yang diperjuangkan. Ya silahkan orak-orek di pinggir kalenpun asal senang seperi anak-anak yang ingin senang- senang boleh saja. Karena itu yang penting. Ini kebanggaan jangan mati, bahwa nanti yang kita banggakan itu apa, kita sendiri belum tahu tapi kita tahu kebanggaan itu penting barang kali ini yang sekarang kita stress karena kita butuh kebanggaan. Oleh karena kita membutuhkan kebanggaan kita harus menciptakan kesadaran akan kehadiran kita. Kalau tidak hadir opo yang dibanggakan sekian.

Johar Arifin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun