Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Akar Seni Indonesia

10 November 2024   15:05 Diperbarui: 10 November 2024   15:27 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni lukis Eropa lahir terus menerus tidak terpotong-potong, dia adalah susunan estetika Eropa yang tersusun kuat dari proses masyarakat Eropa yang maju dengan pesat, dalam masyarakat modern Eropa kelahiran seni rupa modern adalah sesuatu yang harus dan wajar Kalau hukum-hukum estetika Eropa itu lahir di dalam masyarakat industri modern, kita pakal, kita coba-coba terapkan, kita cocok-cocokkan dengan perkembangan manusia Indonesia, akan terjadi hal-hal yang jauh daripada apa yang kita harapkan, dan bisa dianggap tertawaan bagi orang-orang yang mengerti kelahiran seni lukis dunia.

Melukis adalah pengabdian pada Tanah Alr.

Meyakini benar-benar lingkungan hidup kita, dialah sumber materi estetika, didalamnya tersedia bentuk, warna, originalitas, kekayaan ekspresi dan macam-macam yang mampu membedakan seni rupa barat dan rumpun-rumpunnya dalam seni lukis Indonesia. Tahun 55 sampai 60 an, Batara Lubis, Abbas Alibasyah dan Amrus Natalsya sudah sering terjadi dialog/diskusi tentang seni lukis kita adalah seni lukis Eropa yang dikerjakan oleh orang-orang Indonesia bukan seni lukis Indonesia yang datang dari Indonesia, saat itu timbul soal besar, apakah seni lukis Indonesia itu.

Kemudian dalam perjalanan sejarah seni rupa timbul peserta- peserta baru sebagian besar melalui akademi-akademi timbul kejenuhan dan melihat seni lukis kita sudah masuk museum. Mereka menganggap konsep baru dengan seni rupa Indonesia baru, dengan segala macam reaksi pro dan kontra, tetapi semua kejenuhan dari apa yang kita kerjakan adalah semua dari ukuran-ukuran rasa estetika kita.

Timbul suara-suara seni lukis Indonesia belum ada. Seni lukis Nasional yang mempunyai Identitas Nasional belum ada, bermacam- macam pendapat, ramailah pendapat, apa itu Indonesia, apa itu identitas, mulallah orang berbicara patung-patung Asmat, Bali, Nias Batak dan sebagainya.

Belum pernah ada santernya suara tentang identitas ini, dulunya orang berkata nonsen semua itu nasionalis. Kini mulai berpikir menganjurkan pentingnya identitas itu agar tidak lenyap dalam gerak seni rupa dunia. Dalam kenyataan ini saya melihat seni rupa Indonesia terdiri (kalau kita tidak sependapat tidak apa-apa tidak perlu mengeluarkan knalpot). Satu seni rupa Indonesia yang menyatu dengan kehidupan intelektuil Indonesia dan masyarakat adalah seni rupa cangkokan.

Perlu saya terangkan, apa yang berkembang sekarang yang sudah dan dihargai, cat dan alat-alat seni lukis barat dapat digunakan sebagai penunjang, namun bukan faktor yang menentukan, sebab kalau sudah tidak memakai cat minyak rasanya tidak melukis. Seni lukis Indonesia adalah seni lukis yang membumi di Tanah Air. Perlu kritikus yang bertolak dari identitas Nasional ke arah seni lukis dunia.

Seni lukis Indonesia adalah seni lukis yang punya dasar atau akar kesenian rakyat. Seni lukis yang besar tumbuh dari bangsa itu sendiri Seni lukis barat bukan sumber seni lukis Indonesia.

Demikianlah, karena itu saya menerima paper sdr Krishna Mustajab ini.

Abbas Alibasyah

Saudara Krishna dan saudara-saudara sekalian, judul dari paper ini bagi saya tidak ada masalahnya, judulnya itu sendiri. Karena ini adalah hasrat dari kita semua untuk melihat wajah dan hati kita sendiri. Namun setelah ajakan dan judul itu lahir hari ini sebagai suatu kelahiran kembali dari pada judul-judul yang telah diungkapkan para pemuka kita lebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun