"Jika bukan karena strategi pemasaran yang kamu terapkan, mana mungkin kita bertahan saat pandemi seperti ini," lanjutnya.
"Itu kerja keras kita semua, Pak Tarno," jawabku.
"Ini sudah lewat jam kerja, panggil Tarno saja," ucapnya sambil tertawa-tawa.
Kami memang akrab, padahal saat di sekolah dahulu kami pernah bersaing untuk mendapatkan gadis yang sama.
Namun di rantau, semua cerita perselisihan masa lalu hanya menjadi bahan obrolan yang memancing canda tawa saja.
Sampai ia berkata, "Alfian, aku perhatikan kamu semakin dekat sama mekanik kita."
"Ya, aku serius dengan dia," jawabku.
"Sebagai sahabat, aku hanya mau mengingatkan," ucapnya.
"Tarno, jangan bilang kalau kau juga tertarik dengannya?!" Aku berseru memotong ucapannya.
Tarno hanya menghela nafas panjang dan menggelengkan kepala, kemudian ia mulai meminum kopi didepannya.
Aku yang masih didera rasa curiga, menanti respon Tarno atas pertanyaanku, berharap ia menjawab dengan sebenar-benarnya.