Mohon tunggu...
Cerpen

Perjalanan Dari Kendari Menuju Alaska

14 Desember 2017   21:19 Diperbarui: 14 Desember 2017   21:30 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, itu jauh memang. Dan tentang alasanku, jujur saya susah menjelaskannya"

"Oh ya, tidak masalah. Mungkin itu bagian dari masalah pribadi". Katanya yang kujawab dengan anggukan kecil. Selang lima menit terdiam dalam pikiran masing -- masing, aku kembali bertanya memecah keheningan.

"Pak Daud, boleh saya bertanya?"

"Oh iya, tanyakan saja"

"Kau pernah meninggalkan suatu tempat karena tempat itu memberimu banyak luka?"

"Alhamdulillah belum pernah tapi pekerjaanku adalah berpindah -- pindah tempat untuk mengurus bisnis -- bisnisku yang tersebar dibeberapa negara di Asia. Mengapa memangnya? Apakah kau pernah? Atau jangan -- jangan alasanmu memilih Alaska karena tempat tinggalmu memberimu banyak luka? Astaga maafkan orang tua ini karena berkata seperti ini"

"Tidak pak, tidak apa -- apa sebab yang kau katakan memang benar. Saya memang meninggalkan Kendari dan memilih Alaska sebab terlalu banyak luka di sana terlebih setelah kepergian ayah saya menghadap Allah. Dan alhamdulillah saya lulus di Negara terjauh yang saya daftar" jawabku yang juga sedang mengunyah makanan.

"Jadi karena ingin menyembuhkan luka? Oh maksud saya mengobati luka"
"Sebenarnya tidak juga. Hanya saja"
"Hanya saja sulit untuk menyembuhkan di tempat yang dekat atau bahkan di tempat yang sama? Sebenarnya hal itu juga yang saya rasakan ketika berada di masa - masa tersulit saya"
"Oh ya, bagaimana bisa?"
"mungkin takdir sudah mengatur seluruhnya termasuk kehidupan yang saya jalani. Saya adalah pengusaha properti dan sempat mendapat penghargaan tiga tahun yang lalu sebagai pengusaha termuda di Asia. Tapi sebelum itu saya harus merasakan kehilangan yang luar biasa dan bukan hanya sekali, tapi berkali - kali. Tuhan sedang menguji saya. Awal mula saya merintis usaha saya bersama istri dan seorang anak perempuan saya. Semua berjalan lancar sampai pada suatu ketika gudang tempat saya menyimpan barang hangus terbakar akibat korsleting listrik, akhirnya saya bangkrut dan memulai lagi semuanya dari nol bersama istri saya. Ketika bisnis yang saya rintis kembali mulai berkembang, Allah kembali menguji saya. Anak saya satu - satunya menjadi korban penculikan dan pemerkosaan dan pelakunya adalah orang suruhan pesaing bisnis saya di Jakarta yang menyebabkan anak saya stres dan depresi, sampai sekarang anak saya masih di rawat di Rumah Sakit Jiwa di Singapura. Kejadian itu benar - benar membuat hati saya seperti teriris - iris, saya juga sempat stres mengingat kejadian itu. Kejadian itu benar -- benar seperti menampar saya, seperti mengingatkan saya betapa tidak becusnya saya menjadi ayah tetapi untunglah istri saya selalu mendukung saya, mengajarkan saya kesabaran terus - menerus dan tidak henti - hentinya memperingatkan saya untuk rajin beribadah. Allah kembali menguji saya tatkala istri saya menghembuskan nafas terakhirnya saat melahirkan anak saya yang ke dua. Luka di hati saya belum benar - benar sembuh tetapi Allah kembali menguji saya. Sekarang anak ke dua saya sudah berumur lima belas tahun dan bersekolah di Jakarta. Besok adalah penerimaan raport di sekolahnya makanya saya pergi ke Jakarta hari ini lalu setelah mengambil raportnya saya akan terbang ke Singapura menjemput anak saya, Allah menyembuhkan dia. Intinya banyak - banyak bersabar atas luka yang di berikan oleh Allah, apapun itu. Allah tidak akan pernah tega membiarkan luka dihati hambanya tidak sembuh tinggal kita saja yang mempercepat kesembuhannya atau malah memperlambat. Aduh saya keenakan cerita, kita sudah sampai di Jakarta. Mari kita turun" katanya seraya mengajakku berdiri lalu berjalan turun dari pesawat. Transit selama satu jam di Jakarta.

***

"Saya duluan ya. Berapa lama waktumu transit disini?" Tanyanya saat kami tiba di ruang tunggu Bandara Udara International Soekarno - Hatta.

"Satu jam, pak" jawabku lalu mengulurkan tangan menyalaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun