Mohon tunggu...
Cerpen

Perjalanan Dari Kendari Menuju Alaska

14 Desember 2017   21:19 Diperbarui: 14 Desember 2017   21:30 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maafkan aku" jawab aliyah singkat sambil menunduk menatap keluar kaca mobil.

"Jika perlu kami bisa membantumu untuk bersama dengan Ali. Bagi kami tidak ada yang lebih berharga selain kebahagiaanmu" sergah Hari sambil terus mengemudi membelah jalan pusat kota Kendari.

"Kalian tidak perlu melakukan itu. Semuanya sudah jelas, dia mencintai Sakinah lebih dari apapun. Aku tidak pantas untuk berharap lebih lagi" jawab Aliyah dengan mata yang mulai berkaca -- kaca. "Terimakasih banyak karena kalian selalu ada untukku. Ini sudah lebih dari cukup, mungkin sudah waktunya aku melanjutkan hidup" gumam Aliyah lagi tatkala mobil yang dikemudikan Hari berhenti tepat di depan rumahnya, membuka pintu mobil, keluar, tanpa mengucapkan kalimat selamat tinggal kepada sahabat -- sahabatnya lalu berjalan memasuki rumah tanpa berbalik. Yang ia inginkan hanya merebahkan diri di kamarnya melebur seluruh luka yang hampir menciptakan mati malam ini.  

***

"Ali, bangun sarapan nak" samar - samar suara ibu terdengar dari arah dapur, membangunkanku yang tertidur di atas sofa setelah selesai sholat subuh di mesjid belakang rumah. "Allahuakbar" sergahku seraya bangkit berdiri lalu melangkah menuju dapur. "Ayo kemari nak duduk sarapan" sergah ibu yang sedang meletakkan roti bakar di atas meja makan sambil menunjuk kursi kosong di hadapannya. "Bau ini yang akan aku rindukan setiap pagi di Alaska nanti" kataku sembari menarik kursi lalu duduk dan menyantap roti bakar buatan ibu. "Kau ini Ali. Makan cepat lalu mandi. Kita akan ke Mall Mandonga untuk membeli perlengkapanmu yang masih kurang" jawab ibu sambil mengunyah roti bakar buatannya. "Baik ibu, tapi sungguh roti ini enak sekali" sergahku sambil mengunyah.

"Ali, saat kau sudah disana nanti jangan menetap terlalu lama nak" kata ibu lalu menatapku dengan serius, sepertinya sudah akan memasuki pembicaraan yang sedikit serius. "Iya bu, Ali hanya tiga tahun di Alaska tidak lebih. Lagi pula jika ibu sesekali ingin menjenguk, ibu bisa menyusul. Negara menyediakan tunjangan untuk keluarga yang ingin menjenguk" jawabku menghabiskan jatah roti bakar. "Bukan itu yang ibu maksud, tapi" tukas ibu lalu menunduk seperti sedang memikirkan hal yang serius "Ibu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apapun yang terjadi semuanya sudah diatur oleh Allah, termasuk apa yang akan ibu khawatirkan tentang kejadian yang menimpa ayah saat menumpangi pesawat Adam Air dulu. Percayalah bu" jawabnya seraya bangkit berdiri lalu berjalan ke arah ibu lalu mencium puncak kepalanya.

"Sungguh nak. Ibu sangat takut jika ibu harus kehilangan lagi. Bertahun -- tahun semenjak kepergian Ayahmu, ibu seperti merasa hidup hanya dengan setengah hati nak, setengah hati ibu sudah mati. Ayahmu pergi dia juga membawa setengah hati ibu dan jika kau juga" sergah ibu lalu menghapus air matanya

"Jika kau juga meninggalkan saya, bagaimana saya bisa hidup dengan hati yang sudah mati sepenuhnya nak" lanjutnya sambil kembali menghapus air matanya yang keluar semakin deras dari pelupuk matanya.

"Ibu percayalah aku tidak akan meninggalkan ibu. Ibu tidak perlu khawatir" kataku lalu mengambil posisi berlutut di hadapannya.

"Kita akan ke Mall Mandonga kan? Ali mau mandi dulu. Ibu juga bersiap - siap ya" lanjutku lagi seraya bangkit berdiri, berbalik badan lalu berjalan menuju kamar meninggalkan ibu yang terdiam dengan seribu satu pikiran. "Semoga tidak terjadi, ya Allah" sergahnya dalam hati lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar.

"Kita ketemu jam berapa?" Isi pesan singkat yang masuk melalui ponselku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun