“Resha!” panggil Lastri dengan suara tereengah. “Kamu kenapa?”
Buru-buru Resha memasukan surat itu ke dalam tas dan menghapus air matanya. “Ada apa mencariku?” tanyanya yang enggan menjawab pertanyaan Lastri.
“Ah, rupanya kau sudah tahu kabar duka itu,” ujar Lastri dengan mimik sedih.
“Kabar duka? Apa maksudmu?” Kali ini Resha yang terlihat bingung.
“Kau menangis karena sudah tahu kan kalau Bu Rini meninggal dunia karena kecelakaan siang tadi?”
Tubuh Resha membeku, ia sangat kaget dengan apa yang ia dengar. “A-apa?”
Lastri mendekat ke arah Resha. “Ayo cepat, ketua kelas sudah menyewa angkutan umum untuk takziah ke rumah alamrhumah.”
Tangan Lastri menarik pergelangan tangan Resha yang masih lemas terkulai, ia masih mencerna apa yang sedang terjadi. Dimas yang menghilang dan kepergian Bu Rini, semua terjadi begitu cepat.
Resha akhirnya mengalah, ia beranjak dari posisinya lalu berjalan mengikuti arah Lastri melangkah. Sesekali ia membalikan tubuhnya ke arah ruang praktik, berharap jika sesuatu keajaiban terjadi. Tetapi mustahil, hingga jarak tubuhnya menjauh, sesuatu yang diharapkannya tidak pernah terjadi.
Hari itu, Resha meninggalkan sekolah dengan perasaan sedih.
Sesampainya di rumah duka, sudah banyak orang yang melayat. Karangan bunga duka cinta juga sudah berjejer memenuhi pekarangan rumah Bu Rini. Semasa hidup, Bu Rini memang terkenal sebagai sosok yang hangat dan baik hati. Banyak orang yang merasa kehilangan setelah kepergiannya, termasuk Resha.