Untuk Resha Anindya.
Resha, tidak terasa ya, kita sudah melewati minggu-minggu yang menyenangkan. Aku selalu menantikan hari rabu, karena hari itu selalu membahagiakan.
Aku bisa melihat seseorang dan mendengarkan cerita dan keluh kesahmu.
Setiap hari, aku tidak pernah tidak memikirkanmu. Ingin rasanya aku berlari menghampiri 'masa dimana kamu berada'. Tetapi aku tak bisa, sehingga yang aku lakukan hanya berandai-andai jika bisa.
Andai yang aku impikan adalah andai yang tak akan bisa jadi kenyataan. Karena pada akhirnya, kita akan hidup dimana masa kita berada.
Aku menyukaimu.
Minggu lalu rasanya sulit sekali bibirku berkata jujur. Padahal hatiku sudah marah-marah karena perasaaanya tidak tersampaikan dengan baik. Pada akhirnya aku berakhir seperti pecundang yang menyatakan perasaaanya melalui surat. Aku yakin nenek buyutku akan mengejek jika beliau masih hidup.
Aku tetap mengatakannya meski setelah ini aku tidak pernah tahu apakah perasaanku berbalas atau tidak.
Terima kasih, Resha. Di masa depan, hari-hariku sebenarnya begitu kelabu karena aku telah kehilangan banyak hal. Namun, di masa mu, aku menemukan sesuatu yang hilang dan membuat aku semangat melanjutkan hidup.
Sampai Jumpa, aku mencintaimu.
Dimas Prajana
Setelah membaca isi surat dari Dimas, membuat tangis Resha semakin pecah. Bahkan dia baru tahu nama lengkap Dimas setelah ia pergi. Dia bahkan tidak bisa bilang jika ia juga menyukainya.
Resha tersesat dalam kesedihan. Ia bahkan tidak mendengar jika Lastri daritadi berteriak menyerukan namanya. Ia terlalu sedih menerima pahitnya perpisahan.