Mohon tunggu...
Nailah Ilma Hamuda
Nailah Ilma Hamuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah seorang mahasiswi tahun pertama program studi psikologi. Saya memiliki ketertarikan yang besar akan tingkah laku manusia. Saya juga cukup menyukai kegiatan menulis dan berharap tulisan saya dapat bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mine?

21 Juli 2022   12:32 Diperbarui: 22 Juli 2022   16:20 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ng-gak ngapa-ngapain kak, aku cuma pengen bilang aja," jawab Oktav pelan seraya menunduk semakin dalam.

"Dih! Nggak penting amat si, buang buang waktu. Gue kira apaan. Btw, lo kalo mau ngungkapin perasaan ngaca dulu dong, ngakak kalo gini guenya." 

"Iya, Kak, maaf ya udah ganggu," ucap Oktav murung sembari pergi. Ternyata Kak Rio itu sama saja. Selalu melihat perempuan dari penampilannya. Ia kecewa. Kecewa sekali. Ia langsung pulang menuju rumahnya dalam kondisi air mata yang berhamburan. Ia mengurung dirinya dalam kamar semalaman penuh. Tak keluar kamar sekalipun untuk makan. Oktav berniat tidak makan, ia ingin kurus.

Ibunya begitu khawatir melihat Oktav yang tidak keluar kamar, tidak menyentuh makanan, padahal anak itu biasanya mencium bau masakan langsung girang keluar kamar. Ibunya begitu menyayangi Oktav, terlebih setelah insiden koma 8 bulan itu. 

Tok!tok!tok! "Ta? Keluar kamar dulu yuk, makan, ibu masakin sate kambing kesukaan kamu, loh," Oktav tak tergoda, ia tenggelam dalam tangisnya. Ia merasa dirinya begitu tak berguna, tak ada yang menerimanya. 

"Enggak, Bu, Tata nggak laper. Udah makan banyak tadi," sahut Oktav sedikit parau. "Oh udah kenyang, yaudah nanti malem kalau kamu laper, tinggal ambil satenya di dapur ya, Ta."

"Heem, Bu," sahut Oktav kemudian. Pikiran Oktav berkelana kesana-kemari, menyusuri satu demi satu hinaan yang ia terima. Menyadari dirinya setidakberhak itu menurut mereka untuk ikut mencicipi kebahagiaan yang orang lain alami. Oktav akhirnya ketiduran setelah lelah menangis. 

Pagi demi pagi selanjutnya terus menghampiri dunia. Setelah insiden menyatakan perasaan itu, Oktav tetap berangkat ke sekolah, namun dengan semangat yang tak lagi sama. Belajar yang tak lagi bergairah. Oktav sendiri tak mengerti, ia merasa dirinya tak ada harapan untuk diterima, dia merasa sangat kecil. Ia juga tak peduli lagi dengan ekstrakulikuler jurnalistik kebanggaanya. Dirinya yang lama seperti hilang. Datang ke sekolah, mencatat ini itu, melamun selama istirahat, selalu berkata tak ada masalah ketika teman temanya bertanya. Seperti hari ini.

"Tav, lo nggak ke kantin? Perut lo gak keroncongan tuh? Kantin yok," ajak Dinda.

"Enggak aku nggak laper," jawab Oktav lemas dengan wajah yang sama lesunya. Randy pun yang merasa kehilangan teman ribut akhirnya membawakan Oktav makanan juga ia tolak. "Nggak usah, buat lo aja," begitu kata Oktav agak serak.

"Eh sumpah lo lemes banget asli. Makan gih, ntar nggak ada tenaga," ucap Randy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun