Mohon tunggu...
Nailah Ilma Hamuda
Nailah Ilma Hamuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah seorang mahasiswi tahun pertama program studi psikologi. Saya memiliki ketertarikan yang besar akan tingkah laku manusia. Saya juga cukup menyukai kegiatan menulis dan berharap tulisan saya dapat bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mine?

21 Juli 2022   12:32 Diperbarui: 22 Juli 2022   16:20 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Minta maaf ke Oktav, bukan ke gue!" potong Dinda sembari membuang muka tanda ia ingin Randy pergi dari mejanya. Randy pergi ke mejanya. Pikirannya kalut. Ia merasa bersalah karena dirinyalah yang menyebabkan gadis itu menjadi seperti ini.

Sementara di UKS Oktav belum juga tersadar, orang tuanya akhirnya memutuskan membawa Oktav ke rumah sakit terdekat. Galang yang mengetahui berita tersebut hasil bertemu dengan orang tua Oktav tadi, langsung memberitahukannya ke depan kelas "Hm hm, temen-temen, Oktav masih pingsan dan hari ini dia dibawa ke rumah sakit, gue pengen kita semua jenguk dia. Kasih dia semangat," ucapnya. "Hik hik," tiba-tiba terdengar suara tangisan di ujung belakang kelas. Suara Diandra, "Hiks hiks, Oktav pingsan karena gue... Gue jadi temen jahat banget ngelempar bola ke dia ngenain kepala dia.. hiks, hiks."

"Engga, Ndra. Bukan lo yang salah, bukan lo yang nyebabin ini semua," ucap Dinda tegas sembari memandang Randy tajam. Randy yang ditatap seperti itu semakin merasa tidak enak hati, tapi sebelum dia pergi keluar, dia menyeret Galang keluar bersamanya 

"Lo, orang paling cuek di kelas, kesambet apa, sok care sama Oktav?!" "Apaan sih! gue bukan sok care! Gua kasian sama dia saban hari ditindas sama makhluk nggak punya hati, suka sama orang aja dihina, Cih!"

"Nyindir gue lo? Tau apa lo soal gue," kata Randy tajam.

"Ya lo, adalah orang rese yang sukanya ngehina orang, apalagi?"

"Haha," tawa Randy getir. "Mungkin bener gue awalnya emang ngehina dia, gue kira dia nggak bakal tersinggung, karena.. gue selama ini tumbuh bersama segala ejekan. Jadi gue selalu ngeposisin orang lain sebagai diri gue. Hm, tapi gua akhirnya sadar nggak semua orang terbiasa dengan hal itu. Makanya akhir-akhir ini gue mulai ngurangin ejekan gue. Dan kenapa gue ngolok-ngolok dia pas dia suka sama Rio, itu karena gue suka sama dia Lang, gue nggak tau sejak kapan, tapi gue nggak suka setiap hari dia senyam-senyum karna ketos pansos itu. Dan gue nggak bisa ngungkapin perasaan gue selain dengan ngelakuin hal yang biasanya gue lakuin," jujur Randy pada akhirnya. Nafasnya berat. "Cara lo salah, Ran!" ucap Galang memalingkan muka sembari melangkah pergi.

 ***

Di ruang bumi yang lain---di rumah sakit yang berada tidak jauh dari sekolah Oktav, Ruang Mawar tepatnya, Oktav akhirnya sadar setelah pingsan selama 6 jam. Syukur berkali-kali diucapkan oleh kedua orangtuanya. Tatapan Oktav masih lesu. Pikirannya entah ada dimana. Ibunya mendekatinya sambil memberikan segelas air putih. "Alhamdulillah kamu sadar, Ta. Minum dulu Nak." Oktav menerima gelas itu dan meminumnya. Pandangan matanya tetap kosong. "Masih sakit Nak yang kena bola?" tanya ayahnya kemudian. "Ha?" jawab Oktav lemas seperti belum sepenuhnya sadar. "Iya, tadi kamu pingsan karna kena bola, Ta. Gimana? Udah baikan?" sahut ibunya. "Eehm.. bo-la?" balas Oktav berpikir seraya memegangi dahinya.

Tok! Tok! "Permisi," tiba tiba terdengar suara dari luar. Suara Anton, ketua kelas Oktav. "Eh, temen-temen kamu udah dateng, Ta," tutur ibu Oktav seraya beranjak, namun dipotong oleh ayah Oktav, "Mas aja, Dik yang buka," ucap ayah Oktav diiringi anggukan istrinya. Pak Handoko pun mendekati pintu masuk dan membukanya. "Sini-sini masuk Mas Mbak semua," sambut ayah Oktav ramah. "Makasih, Om....Tante," sahut teman-teman Oktav serempak. 

"Oktaaaaaav," pekik Dinda sembari berjalan mendekat ke arah Oktav lantas memeluknya. "Gimana kabar lo? Khawatir banget guee." Yang dipeluk hanya tersenyum tipis, tak membalas pelukan itu. "Iya nih, gue juga bawain lo cilok masih anget baru beli tadi, hehe. Lo gapapa kan makan cilok?" timpal Randy seraya meletakkan plastik hitam ke meja samping ranjang. "Nggak papa, Nak, Oktav nggak ada masalah pencernaan kok, malah seneng pasti, cilok kan favorit dia banget, mama siapin ciloknya ya, Ta. Oiya silahkan duduk Mas Mba, bisa di kursi bisa lesehan juga di karpet, silahkan silahkan," jawab ibu Oktav sambil mengambil cilok itu dan menuangkannya ke dalam mangkuk plastik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun