Mohon tunggu...
I Ketut Guna Artha
I Ketut Guna Artha Mohon Tunggu... Insinyur - Swasta

Orang biasa yang suka kemajuan

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Jangkar Baja Dukung Visi Indonesia Unggul Ganjar Mahfud

17 November 2023   10:28 Diperbarui: 17 November 2023   10:28 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang pemilu adalah sarana demokrasi untuk meraih kekuasaan secara konstitusional. Namun jauh lebih penting adalah persatuan Indonesia dalam menjaga keberagaman membangun Indonesia maju. Untuk itu kami berpendapat (Rekonsiliasi Bukan Dagang Sapi, 18/06/2019):

Mendukung rekonsiliasi penting untuk dilakukan dalam rangka merajut kembali perbedaan sikap dan pilihan politik namun bukan untuk menghilangkan kasus yang terkait penyebaran hoax dan kebencian, pidana pemilu dan ancaman makar

Mendukung upaya rekonsiliasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berideologi Pancasila dengan tetap mempidanakan tindakan/perbuatan yang menolak ideologi Pancasila dan menciptakan permusuhan, kebencian sebagaimana larangan yang diatur Undang-undang 16 Tahun 2017 sebagai Perubahan atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan

Dalam membangun tata kelola pemerintahan yang berorientasi pada negara kesejahteraan (walfare state) ditengah iklim demokrasi yang semakin transparan maka memaknai "rekonsiliasi bukan untuk politik dagang sap".

Kekuasaan harus terdistribusikan tanpa mengabaikan fungsi kontrol. Walaupun dalam sistem demokrasi Pancasila tak mengenal oposisi maka fungsi kontrol (chek & balances) tetap dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya hak-hak kedaulatan rakyat serta pemerintahan (presidensil) yang kuat. Yang kalah pemilu bertugas mengontrol kinerja pemerintah

Pemerintahan yang kuat harus ditopang oleh sistem kontrol yang semakin transparan, mudah diakses secara luas serta dukungan Sumber Daya Manusia yang memiliki kapabilitas, mampu beradaptasi dengan kecepatan teknologi namun tetap memiliki integritas dan dedikasi.Tanpa integritas dan dedikasi, kita tak akan pernah tahu mereka bekerja untuk kepentingan siapa?
Kebijakan Kesejahteraan Berbasis Meritokrasi dan Ekonomi Pancasila.

Visi Indonesia Unggul harus mengubah paradigma, mengubah mindset dan budaya kerja agar bangsa Indonesia semakin produktif, efisien dan kompetitif ditengah kondisi perkembangan geopolitik ekonomi global yang bergeser ke kawasan Asia Pasifik.

Jika kewajiban dan hak yang menyangkut kesejahteraan warga negara maka Kementerian Keuangan sangat perlu untuk menginisiasi bagaimana sistem penggajian nasional yang ideal dan berkeadilan sosial menjadi undang-undang walaupun peningkatan kesejahteraan yang berkeadilan akan seiring waktu dengan peningkatan Gross Domistic Product (GDP).

Seseorang dengan integritas, kemampuan dan prestasi tentu lebih layak mendapatkan reward lebih baik. Maka iklim yang sehat ini telah diciptakan dalam proses lelang jabatan dengan adanya fit & proper test untuk menduduki jabatan publik di pemerintahan maupun swasta (Demo Hak Demokrasi Perbanyak Literasi,10/09/2022).

Diluar masalah integritas moral, gap atau disparitas yang terlalu dalam antara gaji pejabat pemerintah, DPR dengan direksi BUMN berpeluang menciptakan terjadinya skandal keuangan, terbukanya celah untuk korupsi. Oleh karena itu pengaturan standar gaji nasional perlu menjadi perhatian (Megawati dan RUU Perampasan Aset Koruptor, 14/04/2023).

Masyarakat Indonesia harus rasional menghadapi globalisasi dimana dunia saling ketergantungan. Pandemi Covid-19 jelas harus menjadi pelajaran berharga karena Indonesia tidak menyiapkan riset dan inovasi selama berpuluh-puluh tahun, asyik menjadi bangsa konsumtif, memperkaya importir. Sehingga pada saat diawal menghadapi Covid-19 ini sangat ketergantungan dengan produk alat kesehatan impor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun