Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perjamuan Terakhir

9 Januari 2020   15:11 Diperbarui: 9 Januari 2020   15:35 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terbelalak ketika melihat lelaki yang mengaku bernama Ken itu tengah sibuk dengan dua bilah pisau berukuran besar yang ia gesekan satu sama lain sambil bertelanjang dada.  Mata pisau itu nampak sangat tajam, berkilat di bawah sinar mentari yang garang. Terlihat deretan tatto berdesakan di hampir setiap inchi tubuhnya. Ku raih binokularku dengan segera, naga ... ular ... dan burung Phoenix, ah tak salah lagi.

Kemarin aku melihatnya tengah membuat lubang di antara rumpun mawar dan sore ini aku melihat cairan merah kental tercecer di sepanjang jalan menuju rumahnya. Bau amis menguar ketika aku mendekati kendaraannya yang terparkir di jalan.  Ku duga cairan itu adalah darah. Aku pun segera menyingkir dari sana ketika telingaku mendengar langkah kaki mendekat.

***

Malam ini tetangga baru ku itu telah membuatku memeras otak. Aku sangat penasaran dengan semua hal ganjil tentangnya   Gumpalan rasa ingin tahu ku pun meledak-ledak tanpa jeda.  

Lelaki bernama Ken itu memiliki bisnis dalam hal menyenangkan orang. Ayahnya berasal dari Jepang dan tubuhnya dipenuhi tatto yang spesifik. Tatapan matanya tajam, raut wajahnya dingin.  Pisau, lubang, dan cairan kental berwarna merah itu ....

"Ya Tuhan." Jantungku berdegub kencang.  "Ken pasti ada hubungannya dengan Yakuza yang menjalankan salah satu bisnisnya di sini.  Bisa jadi ia adalah seorang pembunuh bayaran." Aku berbicara pada diriku sendiri.

Suara deru kendaraan membuyarkan semua hal yang ada dalam benak ku. Dari balik tirai aku melihat kendaraan four wheel drive milik Ken keluar.  Aku berpikir inilah kesempatanku untuk menebus semua rasa penasaran, kebetulan Mama dan Papa tengah menginap di rumah Kak Vera.

***
Dalam keremangan lampu taman aku berjingkat menghampiri gundukan tanah yang berada diantara rumpun mawar.  Bisa jadi enam kaki di bawah sana ada raga yang menanti untuk diungkap.   Aku bergidik lalu meneruskan langkahku menuju teras.

Tirai jendela berkaca besar itu tidak ditutup.  Aku menyipitkan mataku untuk melihat lebih jelas apa yang ada di dalam sana. Mataku terbeliak ketika melihat banyak sekali jenis pisau yang tergeletak di meja. Dua buah katana menempel bersilangan di dinding,  Sebuah busur  lengkap beserta anak panahnya berdiri tegak di sudut ruangan berbatu-bata merah itu.

Perlahan aku berjalan ke arah garasi yang terbuka, berharap ada sesuatu yang bisa menguatkan dugaanku.  Di lantai terlihat masih ada noda-noda merah yang telah mengering sedangkan yang di jalan telah ia bersihkan sesaat setelah kegiatan angkut-mengangkutnya selesai.

Rasa penasaranku kian memuncak ketika melihat tumpukan  box kontainer di sudut ruangan, perlahan ku buka tutupnya.  Belum sempat aku melihat isinya, sinar lampu halogen lebih dulu menangkap basah wajah terkejutku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun