Aku terlonjak begitu melihat siapa yang menyapaku. Â Jantungku seakan mau copot.
"Maaf, rumah Pak RT dimana ya?" Lelaki bertatto itu kini telah ada dihadapanku, terhalang rumpun mawar yang bergerombol melapisi pagar.
"Eeeee... disana ... Â nomor 20." Aku menjawab dengan gugup sementara dia menatapku dengan tajam. Lalu ia pun membungkuk sambil mengucap terima kasih dan melangkah pergi. Sopan namun dingin.
***
Kini setiap hari aku memiliki kegiatan baru yaitu memperhatikan polah tetangga ku yang telihat misterius. Ia tinggal di rumah itu sendiri. Â Papa pernah mengajaknya mengobrol ketika lelaki itu tengah membersihkan pekarangan rumah.
"Namanya Ken, bujangan, blasteran Jepang ." Papa melirikku, senyum tipis menghiasi bibirnya.
Aku mendelik. "Ken Watanabe? Kento Momota? Kentos kelapa?" Bibirku keriting, Papa tergelak. "Ken Hamada!" Seru Papa.
"Kerjanya apa?" Mama bertanya tanpa menghentikan kegiatan merajutnya.
"Punya usaha." Jawab Papa pendek.
"Ya, usaha apa?" Mama meletakkan rajutannya lalu memberi cangkir tehnya dengan pemanis rendah kalori.
"Katanya sih bisnis yang berkaitan dengan menyenangkan orang." Jawab Papa serius. Dahi ku berkerut.
***