Hari Senin, seperti tidak terjadi apa apa, pulang kuliah Shia menunggu nya di kantin jurusan dan mengajaknya pergi ke Gramedia. Rein menolak namun Shia memaksa dengan berbagai alasan yang membuat Rein akhirnya mengiyakan. Rein heran dengan tingkah laku Shia yang mendadak manis namun ia simpan keheranannya itu dan memilih untuk diam di sepanjang perjalanan menuju ke tempat yang mereka tuju.
Rein tidak tahu kapan Shia mengambil novel-novel itu dari raknya dan menyerahkannya ke kasir. Â Yang ia tahu, Â tiba-tiba Shia mengulurkan satu tas plastik yang di dalamnya berisi beberapa buah novel saat mereka tengah berada di dalam angkot. Â Apakah ini cara Shia meminta maaf kepadanya dengan membelikannya beberapa novel fiksi yang bahkan genre-nya tidak ia sukai. Â Ternyata Shia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang dirinya, termasuk genre novel kesukaannya. Â Rein tidak membutuhkan novel-novel itu, Rein hanya butuh permintaan maaf meluncur dari bibir pemuda yang telah menyakitinya itu, namun hal itu tak jua muncul. Â Mungkin Shia menganggap apa yang di lakukannya adalah hal biasa dan hanya diperlukan beberapa novel untuk mencairkan suasana. Â Rein geram, tapi energinya kini seperti hilang entah kemana, Rein malas berdebat dengan Shia. Â Shia tidak suka di debat, itu pelajaran yang baru saja ia terima dari orang yang telah dekat dengannya dalam rentang beberapa bulan ini.
***
 * Iri dengki.
** Besar.