"Aku tidak akan menjawab semua pertanyaan kamu sekarang Ra, temani aku ke rumah sakit."
Dengan hati yang tak keruan, Lira pun mengikuti apa yang di katakan pemuda bernama Rhindra itu.
***
"Akhirnya kamu memang harus tahu, maafkan aku." Rhi berkata lirih.
"Kamu jahat." Lira berbisik.
"Aku memang jahat, tapi bukankah akan lebih jahat bila aku mematikan harapan seseorang sementara aku lah satu-satunya yang bisa memberi nyawa kepada harapan itu?"
"Kamu tega mempermainkan aku." Suara Lira mulai bergetar menahan tangis.
"Kak Ren sekarat Ra. Dan dia sudah ada dalam titik tidak ingin melakukan apa-apa lagi, termasuk operasi yang dapat menolong jiwanya,"
"Sampai suatu hari dia melihat kamu." Rhi menatap Lira dari ujung matanya.
"Kamu lah yang membuat semangatnya kembali membuncah, dia seakan memiliki energi baru. Dia berubah pikiran dalam sekejap, dia ingin hidup, dia mau melakukan operasi itu. Dan aku sangat bersyukur sekali dengan keputusannya Walaupun disisi lain hatiku tercerabik."
"Mengapa kamu tidak menceritakannya semua ini kepadaku? Mengapa kamu pergi begitu saja. Hati kamu itu terbuat dari apa? Kamu tidak tahu bagaimana perasaan ku?"