Â
Mitha memandang keluar dari jendela kamarnya yang terbuka lebar. Semburat sinar mentari menyapa wajah letih nya. Kicau burung bersahutan diantara dahan pohon akasia seakan ingin menghibur hatinya yang gundah. Daun daun bergemerisik, menggelitik perasaannya yang sedikit tak menentu.
Â
Di bawah sana, di taman yang menghadap ke rumahnya, terlihat banyak orang tengah beraktivitas. Dua anak kecil bersepeda dengan riang, sementara kedua orang tuanya dengan sabar memperhatikan mereka. Penjaja balon warna warni di kerumuni oleh banyak anak yang berteriak gembira. Sepasang muda mudi tengah asik bercengkrama. Mitha tersenyum, ingin rasanya ia pergi ke bawah sana dan berbaur. Untuk sekedar berjalan jalan, duduk diam di bangku taman, membaca buku atau menggoreskan kuas berlumur cat minyak di sebuah kanvas kosong seperti yang dilakukan oleh seorang pemuda di bawah sana.
Â
Tapi semua itu tidak akan pernah terjadi. Mitha yang ini, kini hanyalah sebuah boneka yang tak bisa melakukan apa yang ia suka.
Â
"Ya ampun Mitha, kamu belum juga bersiap. Lihat, ini sudah jam berapa." Seorang wanita berlipstik merah menghampirinya.
"Mama kan sudah bilang, hari ini kamu ada jadwal audisi, lupa?"
Mitha menggeleng lemah.
"Ayo, cepat. Ini baju kamu. Kamu harus tampil cantik hari ini. Ini adalah audisi yang Mama nantikan, jangan sampai kamu gagal lagi."