Oh ya, perkenalkan aku Delina Putri Maharani. Seorang mahasiswi di sebuah Universitas Negeri yang ada di Jakarta. Menurut teman-temanku, aku ini orangnya tidak suka ribet dan lebih suka hal sederhana namun menyenangkan.
Salah satunya menulis buku harian. Mungkin bagi sebagian orang itu membosankan, tapi bagiku itu adalah obat di kala aku tidak bisa mengungkapkan isi hatiku. Lewat tulisan aku menggambarkan semuanya.
Seperti biasa, aku melangkahkan kakiku menuju koridor kampus yang sunyi sepi ditambah hawa dingin di pagi hari. Langkahku begitu cepat menelusuri ruang-ruang kelas yang masih sepi. Rasa takut menyeluap dalam pemikiranku. Tiba-tiba....
“Bruuuggghh”
“Maaf pak, maaf saya tidak sengaja”. Ucapku sambil membetulkan buku-buku yang berhamburan milik seseorang yang kutabrak.
Aku berdiri dan memberikan kepadanya, tapi tidak ada ekspresi yang hadir di wajah tampan dan tegasnya. Dia hanya meraih bukunya dan berlalu pergi. Aku hanya terdiam karena kebingungan melihat wajah yang sama sekali tidak tampak ekspresi di sana.
“Delina.... sudah sudah, Sekarang fokus untuk hari pertama perkuliahanmu. GO GO SEMANGAT!!!!”. Ucapku pada diriku sendiri.
Ketika memasuki ruang kelas baruku, aku merasa lega karena tidak ada seorang pun yang berada di sana. Kutarik kursi tempat dudukku yang mungkin posisinya tidak terlalu belakang. Dan pagi itu, perkuliahan berjalan dengan lancar. Para dosen mengawali awal perkuliahan dengan perkenalan. Mungkin tampak seperti masa-masa SMA dulu. Tapi....
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya Hendra Jaya Saputra, saya dosen Sastra Indonesia kalian. Saya akan absen kalian satu per satu”. Ucap beliau.
“iyaaaaa pak”.
Sorot mata yang tajam tanpa sebuah senyuman sedikit pun di wajahnya.
“Oh Tuhan itu pria yang aku tabrak pagi tadi. Ternyata dia Dosenku”. Ucapku dalam hati.
Rasa gusar tiba-tiba merasuki ragaku. Tidak ada yang aneh, tapi entah kenapa melihat wajahnya membuatku bergetar ketakutan. Mungkin karena kejadian tadi pagi atau apa penyebabnya pun aku tidak mengerti. Pikiranku terus berputar, mencari tahu apa yang sedang aku alami saat ini. Namun sebuah tepukan membuyarkan pikiranku.
“Apa?” tannyaku.,
“kamu dipanggil dari tadi tidak nyahut mulu, tuh dosen memanggilmu”.
“DELINA PUTRI MAHARANI”.....
“iiyaaa paakk, haadddiir”. Ucapku gugup
Bertemu pandangan semakin membuatku mati rasa dan membeku. Ada apa denganku?? Tanpak dia sedang mengingat-ngingat. Kerutan dikeningnya begitu tercetak jelas. Dalam hitungan detik, dia mulai mengenaliku. Mati aku..
***
Akhirnya perkuliahan yang menegangkan ini selesai. Aku bisa bernafas lega. Tapi ada yang aneh dengan wajah dosen itu, sepertinya wajahnya tak begitu asing. Aku menerka-nerka dan mengingat-ngingat alhasil nihil. Aku pu bergegas untuk pulang.
“Assalamu’alaikum, bu. Delina pulang”.
“Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh,, putriku yang cantik ini udah pulang,, sini-sini ibu peluk dulu”.
“Ibuuuuuu...... Delina sudah besar, malu dipeluk mulu”. Rajukku.
“Hmmmm.... Putri kecil ibu udah besar yah.. sudah siap nikah dong”. Goda ibu.
JLEB
“Aaaa..... Delina ke kamar dulu yah bu, badan delina keringetan. Mau mandi dulu yah bu”. Langkahku besar meninggalkan ibu yang terus menggodaku.
Bukan tak sopan, tapi yah harus bagaimana lagi. Ibu terus saja menggodaku untuk menikah. Walaupun aku tahu ada kekhawatiran diraut wajahnya. Ketika ayahku meninggal, semua hal ibu yang menanggungnya. Sempat berpikir untuk putus kuliah, tapi ibu berpesan agar aku harus lulus kuliah karena itu pesan dari ayah.
“Tinggal 1 tahun lagi, yaaahhh..... 1 tahun lagi ibu,, Delina akan lulus kuliah dan cita-cita ayah akan terkabul”.
Kuletakkan tas dan bersegera membersihkan diri untuk melaksanakan shalat ashar. Suara adzan begitu terdengar begitu lebut. Tenang dan damai yang kurasakan ketika panggilan adzan menyeru umat muslim untuk melaksanakan shalat. Aku mengingat masa lalu yang penuh kebodohan. Jauh dari Penciptaku membuat hidupku hancur. Namun kepergian ayah membuatku tersadar, bahwa hidup itu hanya sekali dalam seumur hidup. Dunia itu hanya persinggahan dan akhirat itu kekal.
Tanpa sadar air mataku mengalir di sela-sela pelupuk mata. Rasa bersalah selalu hinggap di hati ini.
“Ya Allah..... Maafkanlah aku atas segala dosa-dosaku. Maafkanlah dosa ayahku.. ibuku.. hiikkss.. maafkan ketidaktahuan dan kebodohan yang pernah aku lakukan dulu, ya Allah. Aamiin yaa Robbal’alamiin”.
Kulipat alat shalat dan menaruhnya di tempat semula. Pandanganku beralih pada meja belajarku. Oh ya,, buku harianku.. aku menyimpanya di dalam tas kuliahku. Ketika aku teringat kepada ayah, buku harian adalah tempatku mencurahkan semuanya. Lagi pun di dalamnya ada photo ayah yang tersimpan begitu rapi.
***
Hendra POV
Dia terdiam sambil melihat sebuah buku harian. Lamunannya terulang ketika pagi tadi seorang mahasiswi menabraknya. Dia terlihat begitu manis dan cantik. Postur tubuhnya yang mungil membuatnya ingin memeluknya karena gemas.
“Gadis yang menarik”. Ucapnya.
Buku harian yang lucu seperti pemiliknya. Perlahan dia buka, halaman pertama tampak menunjukan sebuah photo pria dengan tulisan dibawah photonya “My Lovely daddy”.
“Pria ini..... Om Martin”.
Lamunan akan pesan ayahnya pun muncul, ayahnya pernah bilang bahwasanya dia akan dijodohkan dengan anak sahabat baiknya. Yang tak lain yaitu Delina Putri Maharani putri dari Om Martin.
“Delina Putri Maharani... ternyata kamu adalah perempuan yang ayahku jodohkan untukku. Sungguh menarik, kamu satu-satunya perempuan yang menarik perhatianku. Dan ternyata kamu adalah milkku”. Ucapnya penuh rasa bangga.
***
“Buku Harianku...... perasaan tadi pagi aku simpan di tas. Kemana dia pergi? Atau aku tentang ketika hendak ke kampus y6ah?? Hmmmm iyaaaa!!!! Atau ketika kejadian itu??”
Aku mengingat-ngingat kembali kejadian tadi pagi di kampus.
Astagfirullah... buku harianku.... dosen itu... mungkin terbawa oleh dia. Aku harus bagaimana?? Apa mungkin aku tanyakan besok atau bagaimana?? :’( buku itu sangat berharga. Ada photo ayah disana. Yaahhhh bagaimana ini....
***
Sudah beberapa minggu perkuliahan berjalanan seperti biasa. Tugas dan tugas yang terus berdatangan menghantui para mahasiswa. Dan pak Hendra juga tampak biasa saja dengan tampilan yang gagah tapi sangat cool. Terkesan “dingin” yah begitulah julukan dari para mahasiswanya. Mungkin memang benar julukan “dingin” atau “Mr. Ice” sangat cocok untuknya. Semenjak kejadian itu......
“Pak,, Saya suka pada bapak, maukah bapak menerima saya?”. Ucap seorang mahasiswi di tengah kerumunan.
Dia merupakan seorang gadis tercantik dan terpopuler di Universitas ini. Yang terus menggoda pak Hendra dan mengikutinya kemana-mana. Entah apa yang pak Hendra pikirkan, sehingga meninggalkannya tanpa berkata sedikit pun dan melenggang pergi. Dari sana lah semua mahasiswi memberikan julukan “Mr. Ice”.
Lucu memang tapi yah begitulah. Ohh yah :’( untuk buku harianku menghilang semenjak kejadian itu. Ingin rasanya aku menanyakannya kepada Pak Hendra, tapi aku takut. Rasa gugup selalu merasukiku ketika sorotan matanya melihatku. Mungkin aku akan mati kalau pak Hendra tiba-tiba datang melamar.
“HAHAHA... Mana ada seperti itu, udah usir pemikiran konyolmu itu Delina”. Ucapku sambil memukul pelan kepalaku.
Namun dari kejauhan tampak seseorang yang mengawasinya.
“Delina.... Tunggu saja, pemikiran konyolmu itu akan menjadi kenyataan”. Ucapnya dan berlalu pergi.
***
Tampak mobil mewah berhenti di sebuah rumah sederhana namun sangat nyaman untuk ditinggali. Ada tanaman hias dan pohon yang membuatnya tampak begitu tenang. Seseorang keluar dari mobil dan melenggang menuju depan pintu rumah itu.
Tok... Tok... Tok...
“Assalamu’alaikum..” Ucap pria tadi.
“Wa’alaikumussalam.. Tunggu sebentar”. Terdengar seorang wanita paruh baya dibalik pintu. Tanpa menunggu lama pintu pun terbuka.
“Ibu Lastri.....”
“Looh Lohh Nak Hendra... Masya Allah nak Hendra”.
“Iya bu..”
“Mari-mari masuk.... silahkan duduk nak, biar ibu ambil dulu minumnya yah”.
“Tak usah repot-repot bu”,
“Tak apa,, lagian sudah lama nak Hendra berkunjung ke sini.”
Tak beberapa lama, bu Lastri datang.
“silahlam dia minum nak”.
“iya bu”.
“oh ya bu, maksud kedatangan saya ke sini, saya mau melamar putri ibu”. Ucap tegasnya.
“Masya Allah.. apakah itu benar nak? Ibu sangat terharu, dulu ayah Delina pernah berpesan mengenai kamu nak Hendra. Bahwa kamu dan Delina akan dijodohkan nantinya. Ibu pikir semenjak ayahnya meninggal, ibu lupa akan pesan beliau. Tapi nak, ibu mau bertanya apakah nak Hendra ada paksaan untuk ini?” ujar bu Lastri.
“Alhamdulillah... tidak sama sekali. Saya juga ketika melihat Delina sudah mulai tertarik. Karena Delina gadis yang manis”. Ucapnya tegas.
“Masya Allah Syukur kalau begitu, tinggal menunggu Delina saja”.
“Tapi bu.. saya tidak memaksa Delina. Kalaupun nantinya Delina tidak setuju, saya tidak akan memaksanya bu”.
***
Langkahku terhenti ketika melihat sebuah mobil sedan, yang kutahu pemilknya. Pak Hendra..... ada apa pak Hendra datang ke rumahku? Dengan rasa takut aku memasuki rumah.. Dan......
“Aaaassalamu’alaikum...... Pak Hendra”. Aku tertegun
“Wa’alaikumussalam.. Alhamdulillah kamu sudah datang, sini nak”.
Aku terduduk di depan pak Hendra dengan penuh tanya menjerit di kepalaku. Dan ibu memulai pembicaraan dengan menjelaskan maksud kedatangannya beliau yang membuatku kaget bukan kepalang. Namun ibu juga menceritakan tentang perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya dan ayahnya Pak Hendra, karena mereka merupakan sahabat baik sejak lama. Ibu dan Pak Hendra tidak memaksa, semua tergantung pada keputusanku “menrima” atau “tidak”. Aku pun meminta waktu dan memikirkan semuanya. Mereka pun meng “iya”kan. Sebelumnya Pak Hendra pergi memberikan Buku Harian yang telah lama hilang.
***
“Ya Allah... aku memohon petunjuk-Mu. Atas apa yang akan aku pilih diantara pilihan. Tunjukkanlah apa yang menurut kehendak-Mu baik untukku dan ibuku, Aaamiin Yaa Robbal’alamiin”.
Aku pun tertidur setelah shalat istikharah, dalam mimpiku ayah begitu bahagia melihatku menikah. Senyum penuh haru begitu terpancar begitu jelas.
Keesokan harinya, pak Hendra datang dan menunggu kepastian dari Delina.
“Bismillah... setelah Delina shalat istikharah dan alhamdulillah Delina yakin. Delina bersedia menerima lamaran dari pak Hendra”. Ucapku.
Rasa haru pun terpancar dari ibu dan pak Hendra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H