Saya mengambil segelas orange juice dan dua potong sandwich kemudian meletakkannya ke piring. Selanjutnya mata saya menyisir mencari tempat duduk yang masih kosong di ruang makan tersebut.
Sudah ada beberapa orang yang sedang menikmati sarapan pagi sambil mengobrol dengan teman di sebelahnya. Masih banyak kursi kosong tersedia di ruangan tersebut.
Nampak di sudut ruangan di sebuah meja bulat duduk seorang wanita muda berwajah Asia sedang menikmati sarapan paginya sendirian.
Baju blazer warna biru tua yang dikenakannya dengan scarf motif bunga yang diikat membentuk pita di lehernya sangat serasi menutupi lehernya yang putih. Memakai kacamata dengan rambutnya yang diikat rapi ke belakang seolah menambah keanggunan dan kecantikannya.
Saya mencoba mendekatinya dan berjalan menuju ke arah mejanya. Kursi-kursi yang berada di sekelilingnya saya lihat masih belum ada penghuninya.
“Hi good morning…may I sit here?” tanya saya menghampiri meja makannya.
Dia langsung bangkit berdiri sambil mengangguk sangat sopan.
“Of course.. please have a seat..”
Dia mempersilahkan saya duduk di samping tempat duduknya.
Sayapun meletakkan piring sandwich dan gelas juice saya ke meja makan tersebut kemudian mengulurkan tangan untuk berkenalan. Diapun menerima uluran tangan saya dengan lembut.
“How are you?” sapaku sambil menatap matanya yang agak sedikit sipit.
“I am good..how about you?” jawabnya seraya tersenyum lebar. Terlihat ia sangat ramah sekali.
“Yeah…I am fine…” jawabku singkat sambil tetap menggenggam tangannya yang halus.
Kemudian kamipun perlahan saling melepaskan genggaman tangan kami dan duduk kembali di kursi masing-masing .
“My name is Jenny…nice to meet you!” sambungnya lagi.
“Nice to meet you too…my name is Ivan from Indonesia”
“Oh ya?” serunya sedikit penasaran.
“Your face looks like Chinese…I thought you are from Singapore”
Kami sudah mulai nampak akrab walaupun baru saja bertemu dan berkenalan.
“No…I am Chinese Indonesia but unfortunately I can’t speak Mandarin,”
Sengaja saya memberitahukannya kalau saya walaupun orang Chinese tapi sayangnya tidak bisa berbahasa Mandarin agar selanjutnya dia pun tidak mengajak saya berbicara menggunakan bahasa Mandarin.
“Oh..it doesn’t matter..we can speak in English.”
Bahasa Inggrisnya juga sangat lancar, terkesan dia orang terpelajar.
“You are from Shanghai right?” sambungku lagi untuk menegaskannya.
Padahal saya sudah tahu melalui agenda meeting yang sudah dibagikan oleh panitia ke semua peserta yang mengikuti conference hari ini. Bahwa ada satu orang peserta dari China yang juga diajak untuk ikut di internal meeting bersama dengan para peserta dari seluruh cabang dari berbagai negara. Dia nantinya akan memberikan presentasi mengenai produk yang dibuat oleh mereka di China untuk bisa dijual di cabang kami masing-masing.
“Yes, I am from Shanghai…how do you know?” Tanyanya seperti menyelidik.
“ Of course I know…from your face...”, canda saya sambil tertawa.
Mungkin dia pikir saya mau membalas dendam kepadanya karena tadi diapun menganggap saya orang Singapore hanya melihat dari raut wajah saya. Saya pikir tidak masalah. Skor satu lawan satu. Dalam hati saya tertawa.
Dia pun tertawa mendengar jawaban saya tadi. Terlihat pembicaraan kami sudah mulai mencair tidak ada rasa canggung lagi di antara kami, sudah seperti ngobrol dengan teman lama saja.
Sambil makan, saya memberikan kartu nama saya kepadanya dan dia pun membalas hal yang sama.
Saya baca kartu namanya, JENNY WONG, Marketing Director.
“Wow..keren sekali…masih muda, cantik, pintar dan posisinya itu loh…ngeri.…”, pikir saya dalam hati.
Tak lama kemudian ikut bergabung di meja kami teman-teman yang juga ikut serta dalam conference ini yang berasal dari cabang-cabang negara lainnya.
“Hello…good morning guys…I am James from Saskatoon Canada!”
“I am Bruce from Perth Australia”
“Ian from South Africa.”
Masing-masing mereka memperkenalkan diri mereka kepada kami berdua sambil bersalaman. Saya dan Jenny pun ikut memperkenalkan diri kami.
Setelah itu kami pun mulai akrab mengobrol mengenai berbagai hal mulai dari cerita mengenai tempat kami masing-masing hingga perkembangan bisnis saat ini. Sesekali kami pun tertawa jika mendengar adanya candaan dari salah seorang di antara kami.
Ruang makan sudah mulai nampak ramai dan riuh, kursi-kursi sudah mulai habis terisi tinggal beberapa kursi lagi yang masih tersisa.
Pukul 08:45 pagi kami sudah berkumpul di ruang meeting setelah semuanya selesai menikmati sarapan pagi bersama. Agenda meeting kami pagi ini adalah mendengarkan presentasi dari kantor pusat, rekanan bisnis dan dari perwakilan kantor cabang dari beberapa negara yang memiliki kantor perwakilan.
Tujuan dari conference ini adalah untuk saling sharing mengenai keberhasilan di masing-masing cabang khususnya terkait dengan strategi penjualan dan juga kendala-kendala serta solusi yang diambil untuk mengatasi kendala tersebut.
Disamping itu juga untuk mendengar arahan tentang visi perusahaan dari owner-nya secara langsung. Juga dari tim teknis kantor pusat ikut memberikan presentasi mengenai support apa saja yang bisa mereka bantu kepada masing-masing cabang.
Tibalah saatnya saya sebagai Country Manager mewakili kantor cabang di Indonesia menyampaikan presentasi kepada seluruh peserta yang hadir.
Terasa sedikit agak gugup dan grogi pada saat nama saya dipanggil namun hal itu tidak berlangsung lama. Segera bisa dinetralisir berkat pengalaman yang sudah saya miliki pada saat dulu pernah bekerja di beberapa perusahaan asing sebelumnya di mana juga sering mengikuti acara meeting dengan tim manajemen termasuk dengan para direksi yang juga ikut hadir.
Memakai jas kasual berwarna biru senada dengan blue jean yang saya pakai, saya berjalan ke depan ke arah layar presentasi. Saya dengan lancar menyampai keberhasilan dan strategi yang saya terapkan untuk meningkatkan penjualan dan fasilitas-fasilitas yang dibangun untuk men-support penjualan melalui slide presentasi yang sudah saya siapkan sebelumnya.
Semua bertepuk tangan dengan presentasi yang saya bawakan dan saya pun merasa cukup bangga dengan kemampuan presentasi saya.
Satu persatu perwakilan cabang menyampaikan presentasinya. Termasuk juga Jenny yang mewakili perusahaannya menjelaskan mengenai produk-produk yang mereka buat mulai dari proses produksi, quality control hingga cakupan area pemasarannya.
Terlihat sangat profesional yang ditunjukkan oleh seorang wanita muda, cantik dengan penampilan yang sangat tenang dia membawakan presentasinya. Saya pun ikut mengaguminya.
Bayangkan di depan para bule yang menjadi audiennya, dia memberikan presentasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan menggunakan bahasa Inggris yang lancar yang notabene bukan bahasa ibunya.
Malam harinya setelah menikmati acara barbeque, kami pun diajak untuk bermain poker termasuk Jenny juga ikut bermain. Cukup seru…walaupun baru pertama kali kami memainkan kartu poker tersebut. Semua merasa senang dan tertawa bahagia.
Dua tahun sudah berlalu, setelah kami menghadiri acara Global Sales Meeting di Vancouver Canada. Mungkin semua sudah mulai melupakannya karena kami semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Namun komunikasi saya dengan Jenny masih tetap terjalin melalui aplikasi Wechat.
Di setiap kali chatting dengannya seringkali saya menggodanya dengan candaan-candaan romantis dan dia pun melakukan hal yang sama sehingga dari pertemuan kami yang pertama hingga sekarang terasa begitu akrab. Demikian pula dengan produknya sudah sering kami beli dan jual di wilayah pemasaran kami di Indonesia.
Beberapa kali dia mengundang saya untuk datang mengunjungi pabriknya di Shanghai. Saya bilang kepadanya jika suatu saat nanti pasti saya akan datang ke sana untuk mengunjunginya karena ada pabrik kami juga di Wuxi sekitar 150 km dari kota Shanghai.
Dan benar saja, dua tahun setelah pertemuan kami di Vancouver tersebut saya pun terbang ke Shanghai dengan menggunakan pesawat Garuda menuju Bandara International Pudong untuk mengunjungi pabrik kami di Wuxi.
Tiba di Pudong International Airport sekitar pukul 07:00 pagi hari, kemudian saya dijemput oleh sopir yang sudah diatur oleh orang pabrik untuk membawa saya menuju ke kota Wuxi.
Tiga hari saya mengunjungi dan meeting dengan tim pabrik di Wuxi, selanjutnya saya kembali ke kota Shanghai diantar oleh sopir yang sama pada saat menjemput saya di bandara Pudong beberapa hari yang lalu.
Perjalanan ditempuh hanya sekitar 2 jam untuk tiba di hotel Charm yang berjarak tidak terlalu jauh dari Pedesterian Nanjing Road Shanghai. Pusat perdagangan paling ramai di kota Shanghai.
Karena masih terlalu pagi, baru sekitar pukul 10;30 maka saya pun belum bisa untuk check in ke kamar hotel sehingga koper yang saya bawakan harus dititip dulu di ruang penyimpaan barang melalui resepsionis hotel.
Kebetulan di kota Shanghai ada seorang teman wanita SMA saya dulu yang juga tinggal di Shanghai mengikuti suaminya seorang bule Australia yang berkerja di sini. Sebelumnya kita sudah saling berkomunikasi via Whatsapp. Saya mengabarinya bahwa saya akan berkunjung ke kota Shanghai dan berharap nanti bisa bertemu di sana. Karena sudah lama sekali tidak pernah bertemu sejak ketika masih duduk di bangku di SMA dulu.
Tak lama kemudian di depan lobby hotel muncullah wajah seseorang yang dulu pernah saya kenali.
“Hai Nung…apa kabar? Lama sekali kita tidak bertemu ya…” sapaku dengan penuh kegirangan sambil bersalaman dan cipika-cipiki sebentar.
Nunung tidak banyak berubah hanya saat ini dia sudah menggunakan jilbab menutupi kepalanya, dulunya sewaktu masih SMA setahu saya dia belum memakai jilbab. Dia pun nampak kegirangan menyambut kedatangan saya di Shanghai.
“Gak nyangka ya Ivan kita bisa bertemu di sini..” katanya.
“Ayo kita ngobrol-ngobrol sambil makan siang dulu!” Dia mengajakku keluar dari lobby mencari restoran halal yang ada di sekitar hotel tersebut.
Sambil berjalan kami saling bertanya kabar dan bercerita tentang alasan mengapa bisa sampai di kota Shanghai ini.
“Sepertinya tidak jauh dari hotel ini ada banyak restoran halal food”, katanya.
Ternyata memang benar, hanya berjarak sekitar 100 meter saja kami sudah menemukan deretan restoran halal food.
Di sepanjang komplek tersebut berderet restoran halal food yang disiapkan khusus untuk para pengunjung orang-orang muslim atau siapapun yang berkunjung ke sana. Restoran-restoran tersebut umumnya dikelola oleh orang-orang muslim China dari Propinsi Xinjiang yang dikenal banyak memeluk agama Islam.
Setelah itu saya diajak oleh Nunung untuk berbelanja oleh-oleh di pusat pasar oleh-oleh di Xinyang Fashion and Gift Market. Nunung sudah sangat fasih berbahasa Mandarin, saya pun minta bantuannya untuk menawarkan harga barang yang saya inginkan. Saya membeli beberapa oleh-oleh khas China di pasar tersebut dan selanjutnya kamipun pulang ke hotel.
“Terima kasih ya Nung sudah mengajak saya jalan-jalan, maaf kita tidak bisa berlama-lama karena jam 2 siang nanti saya ada janjian dengan seseorang yang akan menjemput saya di sini.”
Saya menyampaikan permohonan maaf kepada temanku Nunung sambil bersalaman sekaligus salam perpisahan karena keesokan harinya saya harus kembali terbang ke Indonesia.
Tak lama saya menunggu di lobby hotel, sekitar pukul 14:00 muncullah wanita cantik berkacamata memasuki lobby hotel.
“Hi Jenny…how are you?” teriakku sambil berlari menghampirinya.
“I am great!” balasnya kemudian kamipun berpelukan seolah melepas rindu setelah 2 tahun tidak bertemu.
Walaupun saya dan Jenny hanya bertemu sekali di Vancouver 2 tahun yang lalu entah kenapa setelah itu kami cukup intens berkomunikasi lewat Wechat. Tidak hanya membicarakan masalah bisnis saja tapi juga urusan di luar bisnis. Seperti sudah menjadi teman akrab saja.
“You haven’t changed…looks younger”, katanya sambil memperhatikan saya dari atas ke bawah.
“Are you sure? I am fifty now” kataku sambil tertawa.
“It’s just a number,” celetuknya lagi
Mungkin karena saya memakai kemeja lengan panjang yang saya gulung lengannya serta celana jean ketat sehingga mungkin kelihatan seperti anak muda walaupun dari sisi usia sudah memasuki umur paruh baya.
“So…”
“So what?” timpalku.
“Where do you want to go?”, tanyanya kepadaku.
“You are the host here…you know better than me where we have to go.”
“Okay..shall we go now?”, tanyanya lagi.
“Why not?” balasku
Kamipun akhirnya keluar dari hotel berjalan menuju arah Pedesterian Nanjing Road yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari hotel.
“This way..”
Dia menunjukkan arah ke kiri.
Nampak sebuah tembok bertuliskan huruf kanji Cina yang kemudian diterjemahkan oleh Jenny yang berbunyi “Penghujung Pedesterian Nanjing Road”
“You need to take a picture here.”
Dia menyuruhku untuk berpose di samping dinding tembok tersebut, kemudian dia yang memotret saya beberapa kali jepretan.
“Jenny…we have to take some pictures together here..can you ask someone to help?”
Saya mengajaknya untuk berfoto bersama dan meminta bantuan orang lain untuk memotret kami berdua. Akhirnya dia berbicara kepada seseorang yang sedang berada di situ untuk membantu kami.
Saya ajak dia mendekat dan saya memberanikan diri untuk mulai memeluk pundaknya agar bisa menempel lebih dekat ke tubuhku. Nampaknya dia tidak keberatan walaupun mulanya agak sedikit canggung.
Beberapa kali dipotret saya tetap pada posisi memeluknya. Pikiran nakal saya sudah mulai beraksi. Kapan lagi bisa seperti ini dan diapun sepertinya sangat menyukainya.
Begitu selesai dipotret, sayapun berbisik ke dekat telinganya.
“Jenny..you are so beautiful.”
“You too…you are also handsome,” jawabnya sambil tersenyum dan menoleh ke arahku dengan pandangan mulai sedikit nakal.
Wow…dalam hati saya berteriak kegirangan…kena sudah jeratan rayuan gombalku, pikirku lagi sambil tersenyum sendiri.
Setelah itu kami pun sudah tidak canggung dan malu-malu lagi. Kami berjalan sambil berpegangan tangan sesekali saling merangkul, mirip seperti anak muda yang sedang jatuh cinta. Dan memang benar, ada perasaan lain yang mulai bergetar yang saya rasakan. Saya pikir dia pun mengalami hal yang sama apalagi setiap saya rangkul dia terlihat pasrah dan seolah menikmatinya.
Tanpa terasa lelah kami berjalan dan akhirnya tiba di The Bund, di pinggiran sungai Huangpu. Di sana terlihat sangat ramai sekali orang-orang berfoto ria dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat yang sangat indah seperti Oriental Tower dan Shanghai Tower yang merupakan bangunan tertinggi di kota Shanghai.
Kami pun berdua juga ikut berfoto ria, baik dengan pose sendiri maupun berdua dengan meminta bantuan orang lain untuk memotretnya.
“Ivan…I will take you on a boat tour…then you can see the beautiful lights at night from the boat”.
“Boat will take us around the Huangpu river,” sambungnya lagi.
“Let’s hurry up we go there to buy tickets…”
Setelah itu kami pun menuju ticket box untuk membeli ticket boat tour untuk kami berdua.
Kemudian kami pun sambil sedikit berlari menuju dermaga tempat keberangkatan kapal yang akan membawa kami mengelilingi sungai Huangpu untuk menikmati pemandangan malam hari yang sangat spektakuler di tempat yang sangat indah di kota Shanghai.
Nampak sudah antrian yang memanjang untuk memasuki kapal. Kamipun ikut masuk ke dalam barisan antrian tersebut. Tak membutuhkan waktu yang lama, kamipun sudah masuk ke dalam kapal untuk selanjutnya memulai perjalanan yang sangat indah.
Di sepanjang perjalanan kami disuguhkan pemandangan lampu-lampu dengan berbagai tulisan yang menghiasi gedung-gedung pencakar langit di kiri kanan sungai Huangpu.
Semua orang mengeluarkan kameranya untuk mengabadikan pemandangan yang sangat indah tersebut, tak terkecuali kami berdua. Kami saling memotret dengan berbagai background yang indah.
Hembusan angin malam dan sinar lampu yang gemerlap menciptakan suasana romantis diantara kami berdua. Sambil bersandar ke dinding pagar kapal, sayapun memeluknya dan dia tanpa ragu merebahkan kepalanya ke pundakku. Terasa aroma harum rambutnya dan sesekali kumainkan rambutnya sambil memijat-mijat kepalanya. Terkulai sudah ia dalam pelukanku. Kami merasakan kebahagiaan detik demi detik tanpa harus banyak bersuara.
“Are you happy?” tiba-tiba ia bertanya memecah kesunyian kami berdua.
“Yes, I am very happy…how about you?” pancingku untuk melihat reaksinya.
“I am happy too…next time we have to meet again,” katanya lirih.
“Yes, we will..”
Satu jam kapal membawa kami berkeliling sungai Huangpu dan kembali merapat ke dermaga. Akhirnya kamipun keluar dari kapal menuju ke jalan raya.
“I will order online taxi to take us to the hotel then we can get a dinner at restaurant near hotel,” katanya.
Tak berapa lama taksi yang diorder oleh Jenny muncul menjemput kami dan membawa kami kembali ke hotel Charms tempat saya menginap.
Sesampainya di hotel kami tidak langsung masuk, tapi berjalan menyeberang ke sebuah restaurant Chinese food untuk makan malam.
Jenny memesan beberapa menu makanan yang katanya sangat enak. Saya hanya mengikutinya saja apa yang ia pesan.
Hanya beberapa menit saja makanan yang dipesan Jenny sudah keluar dan disajikan di meja makan kami. Jenny menjelaskan tentang masakan tersebut kepada saya. Dia mengambilnya dengan sumpitnya dan menaruhnya ke mangkukku.
“Please try it…,” katanya
Saya segera memakannya sedikit demi sedikit karena masih panas.
“Do you like it?” ia bertanya mengenai makanan yang aku makan tadi.
“Yes, I like it…thank you Jenny!”
Setelah selesai makan, kamipun kembali ke hotel dan duduk sebentar di kursi lobby sambil mengobrol sebentar.
“Ivan, what time your flight tomorrow?” tanyanya kepadaku.
“1 pm.”
“What time will you leave hotel?” tanyanya lagi.
“Around 7 am…I will go by train to the Pudong airport,” jawabku
“Yes, better go earlier…then you can take a breakfast at airport.”
Ia ingin memastikan keberangkatan saya ke Bandara Pudong besok karena mungkin dia sedikit merasa khawatir mengenai perjalanan saya dari kota Shanghai ke Pudong. Dia tahu ini perjalanan saya yang pertama di kota Shanghai, wajar saja kalau dia merasa sedikit khawatir.
“Don’t worry Jenny…and thank you for your kindness.”
Saya kembali meyakinkannya agar dia tidak perlu merasa khawatir mengenai perjalanan saya besok.
“Okay Ivan, see you next time…please always keep contact..and take care..” pesannya kepadaku seolah sangat berat untuk berpisah.
Kupeluk dia erat-erat sambil menepuk-nepuk pundaknya untuk menenangkannya. Setelah itu perlahan kulepaskan dia sambil bertanya:
“Are you okay now?”
“Yes, I am okay…see you next time Ivan!”
Ia berpamitan meninggalkanku untuk kembali pulang ke rumahnya. Saya tidak tahu perasaan seperti apa yang sedang berkecamuk di pikirannya.
Kemudian saya pun masuk ke kamar hotel untuk mandi dan segera beristirahat karena sudah merasa kelelahan sepanjang hari banyak berjalan.
Pukul 6 pagi saya sudah check out dari hotel menuju ke stasiun MRT untuk berangkat ke Bandara Pudong International Airport.
Saya masih memiliki waktu yang cukup panjang di Bandara sehingga saya bisa gunakan waktu tersebut untuk menikmati sarapan pagi di sana serta bisa sedikit bersantai melihat-lihat foto-foto tadi malam.
Beberapa foto mesra kami berdua saya kirimkan ke Jenny melalui Wechat sambil mengucapkan ungkapan terima kasih dan tak lupa juga sedikit menggodanya dengan rayuan gombalku.
“The couple of the year…I will always remember this moment with you…thank you Jenny…see you in the next episode.”
Cerpen : Iffat Mochtar
Note : Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kemiripan nama, tempat dan kejadian itu hanya kebetulan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H