Mohon tunggu...
Idris setiawan
Idris setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Sang Pencinta Keheningan

Dari hidup kita belajar berjuang. Dan dari Tuhan kita belajar iklas. Tak ada perhentian yang akan indah selain mati dengan bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perantau yang Sombong

4 Februari 2020   17:42 Diperbarui: 4 Februari 2020   17:48 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ohh... alhamdulillah mak. Amen lok itu..

Yo sudah mak. Ini kereta indra lah nyampe, agek malem inshaallah indra telepon agi. Wassalammuaklahikum?"

 "Wa'alahikum salam".

Telepon pun di matikan. Kembali ia merenungi tujuannya merantau. 1 persatu kereta lewat. Namun tetap ia belum mau beranjak dari kursi. Keluar masuk penumpang kereta, menjadi pemandangannya dari jam 1 siang sampai jam 5 sore.  Hingga setelah magrib kereta tujuan bekasi - jakarta sampai untuk kesekian kalinya. Dan ia memutuskan beranjak. Di masukinya kereta yang nampak sepi itu, duduk dan kembali merenungi. Gemuru suara nyanyian cacing-cacing perut minta makan.

Namun di tahankannya.  Sesampainya di stasiun transite manggarai, ia pun turun dan kembali menunggu kereta tujuan depok kota. Nampak orang-orang ramai di stasiun transite manggarai. Ada yang habis jalan-jalan, ada juga yang baru pulang kerja. Banyak orang yang ia perhatikan, dari yang hitam, putih. Dari yang pendek dan tinggi. Dari yang pake jaket, yang pake jas, yang pake kemeja dan kaos oblong. Begitu ramainya orang disana. Tapi tak satupun yang menghiraukan kesedihannya.

Kereta tujuan depok baru pun sampai. Di jalur 6 stasiun transite manggarai. Ia pun bergegas masuk. Dan mendapatkan kursi duduk. Banyak orang yang berdiri, berhapitan satu dan lainnya. Namun ia tak mau menghiraukan sekelilingnya. Sama seperti orang-orang di sekitar mereka, yang juga tidak menghiraukan ia. Atau bahkan menganggap ia tak ada. 

Sesampainya di stasiun depok. Adzan isya berkumandang. Ia masih tetap tak menghiraukan dan sampailah dia ke kontrakkan yang menjadi tempat tinggalnya selama merantau. Kontrakkan 1 petak dengan 1 kamar mandi di dalam. 

Di hempaskannya tubuhnya, dan mulai menatap langit-langit kontrakkan. Ada lampu, sarang laba-labu dan sedikit cat yang memudar.  Di lihatnya sekeliling kontrakkan. Masih tampak sama sebelum ia tinggalkan tadi pagi berangkat ke bekasi.  Tiba-tiba suara handphonenya berbunyi. 

 "Hallo, assalammualahikum?"

 "Wa'allahikum salam."

 "Dimana bung?(suara teman lama yang baru berkabar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun