Mohon tunggu...
No Name
No Name Mohon Tunggu... -

Seorang pria

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

2XLove (I) 3: Sakit

23 Maret 2012   06:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sambungan dari: Gadis Cantik

Beberapa orang percaya kalau bersin-bersin berulang kali berarti ada orang yang sedang membicarakan mereka. Sudah beberapa jam yang lalu terus begitu. Yang jelas, Jerry merasa tubuhnya memang sedang lemah. Jadi, bukan karena ada yang membicarakannya, makanya bersin-bersin. Dengan hidung mapetnya yang tampak memerah, dia mulai mengucek-ngucek matanya. Dia baru akan menutup buku akuntansinya saat didengarnya suara hujan menimbulkan keributan di atap-atap rumah. Hujan deras. Semoga besok pagi tidak hujan lagi, ujarnya dalam hati. Lampu meja belajar dimatikan dan dia berjalan menuju kamarnya.

Pada jam-jam begini rumahnya sudah sepi. Dulu, saat Ayahnya masih ada, mungkin masih terdengar suara televisi di ruang tamu. Ternyata dua tahun cepat sekali berlalu. Dia ingat jelasl saat kelulusannya dari SLTP dulu. Ayahnya meninggal karena masalah jantung. Sejak saat itu, dia merasa hidupnya sepi. Atau dia yang menjadikan hidupnya sepi. Tiada sosok untuk menyandarkan diri. Satu-satunya hal yang menggembirakannya hanyalah keluarganya. Kakaknya yang menurutnya sedikit cerewet dan usil turut meramaikan seluruh rumah. Atau adiknya yang suka ikut-ikutan mengerjainya karena ada kakaknya sebagai tameng. Tapi kini, saat dia dalam proses pengenalan diri, kakaknya pun turut pergi. Dua bulan berlalu sudah sejak dia memutuskan kuliah di Jakarta.

Kepalanya terasa nyut-nyutan. Dan kamarnya kini gelap. Seharusnya dia sudah tertidur sekarang. Tapi sial, kepala nyut-nyutan ditambah hidung tersumbat membuatnya gelisah.

Hujan terus mengguyur dengan deras. Suaranya yang berisik bisa terdengar oleh setiap orang di dalam rumah. Air telah menggenangi halaman-halaman seluruh rumah di deretan jalan berujung buntu ini. Alirannya, membawa pasir dan debu masuk ke dalam parit di ujung jalan. Dan di ujung jalan, cahaya lampu di setiap teras rumah tampak semakin redup dibawah tirai hujan. Kini terlihat jalanan besar yang setiap pagi dilalui berbagai kendaraan. Kecuali suara berisik hujan yang mengguyur, hampir tak ada apa-apa lagi. Di perempatan terlihat gelap sekali. Entah lampu jalannya tidak berfungsi, atau tidak ada sama sekali.

****

Pagi-pagi suasana kota ini sudah tidak menyenangkan. Hujan turun dengan deras. Entah sejak tadi malam tak henti-henti atau sudah istirahat, Jerry tak tahu. Meski tidak terlalu deras tapi membuat Jerry harus berangkat ke sekolah dengan becak, salah satu kendaraan yang tidak disukainya. Dingin juga kalau hujan di pagi hari. Dan itu membuatnya nyaris terlambat karena tukang becak mengayuh pedalnya dengan lambat. Begitu tiba di depan gerbang memang masih ada beberapa murid yang melangkah masuk. Saat hujan, sekolah lebih toleran kalau ada murid yang terlambat.

Julia yang kini duduk di depan kelas karena Wennendy sudah masuk, tersenyum geli melihat tingkah kikuk Jerry saat harus menguntit guru yang masuk ke dalam kelas. Rambutnya dan sedikit bagian depan bajunya tampak basah terkena rintik hujan. Jerry membalas senyum itu malu-malu. Dan saat dia sudah berdiri di tempat duduknya untuk melakukan penghormatan pagi, mereka masih saling lirik.

Hidung mapetnya cukup mengganggunya. Dan yang membuatnya jengkel, ini sudah dari tadi malam. Wennendy yang sebelumnya dikeluhkan tidak datang beberapa hari, malah diharap sakit benaran supaya Julia bisa tetap duduk di tempatnya. Setelah pengalaman sehari yang begitu menyenangkan, Jerry semakin tak bisa mengalihkan pandangan darinya.

Hujan pun tampak enggan berhenti meski jam istirahat sudah berbunyi. Banyak murid diam meringkuk di dalam kelas. Tidak ada yang berjejar di lorong kelas seperti yang biasa mereka lakukan di saat jam istirahat. Paling, beberapa murid menyisip keluar untuk sekedar ke wc. Suara ribut murid di dalam kelas terdengar seperti beradu dengan berisiknya hujan. Yang satu terputus-putus, yang satu lagi terus berkelanjutan. Karena memang hujan deras terus mengguyur, dan suara orang bicara terbatas sesuai tarikan napas. Sebagian lagi hanya duduk atau tidur di tengah-tengah suasana kelas yang galau.

Julia berada di tempat duduknya. Dengan Lini yang tampak senang menemaninya. Hujan ternyata mengurungkan niat murid-murid dari lain kelas untuk mengunjunginya. Dan entah kenapa, ini membuat Jerry gembira. Meskipun dia tidak berani menyapanya di tengah-tengah teman sekelasnya, dia masih terhibur karena Julia sesekali berpaling dan tersenyum padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun