Suara tangisnya kecil. Lebih mirip isakan. Tubuhnya bergetar dari tadi. Dan ini, sebenarnya tidak membuat guru Matematika, Pak Sihotang peduli. Hanya saja, dia jadi sulit mengajar. Apalagi usianya yang sudah memasuki kepala enam, sungguh suara isakan ini begitu mengusik telinga.
"Kenapa kau ini? Melvi, kenapa dia?"
Beberapa murid ikut menajamkan pendengaran mereka saat Melvi menjelaskan kepada guru itu. Kebanyakan dari mereka memang tidak tahu secara jelas, kenapa Vera, gadis yang begitu keras kepala, pemarah dan kasar seperti dia bisa menangis begitu menyedihkan.
Pak Sihotang kembali melirik ke arah Vera, lalu katanya,"Pergilah urus masalahmu di kantor BP. Melvi, kau temani dia."
Adrian menghela napas saat kedua teman sekelasnya itu berjalan keluar kelas. Dia sempat melihat wajah Vera yang memerah karena tangis. Meski tertutup kertas tissue yang sedari tadi digenggamnya, Adrian tahu, wajahnya benar-benar menyedihkan. Entah dia harus memuji Jerry atau bagaimana. Selama ini, gadis yang menurut mereka berdua -bahkan mungkin banyak murid lainnya- kasar dan tak terbantahkan dalam segala hal, akhirnya menangis begitu menyedihkan.
Seluruh kelas terdiam saat terdengar suara ketukan pada pintu. Melvi dengan senyum dibuat-buat segera masuk ke dalam begitu dipersilahkan Pak Saragih, guru mata pelajaran fisika.
"Jerry, kau disuruh ke ruang BP. Kalau sudah selesai, cepat masuk. Jangan pula kau main-main lagi," ujar guru itu setelah mendengar sesuatu dari Melvi.
Bukunya terjatuh saat palang kayu mejanya terangkat. Beberapa murid mulai berbisik karenanya. Bahkan saat dia berjalan keluar pun, suara bisikan itu masih terdengar di telinganya. Dia tidak tahu bagaimana reaksi Julia. Sebisa mungkin dia menghindari tatapannya.
Jalan di sepanjang kelas sepi melompong. Jerry menuruni tangga dan melewati beberapa kelas yang mulai lesu karena sekarang hampir jam setengah satu. Jam di mana rasa lelah dan mungkin malas terakumulasi jadi satu. Dia berjalan beberapa langkah menyeberang dari gedung sekolah menuju bangunan di sebelahnya. Ruang guru juga tampak sepi. Beberapa yang ada tampak sibuk dengan tumpukan tugas yang belum dinilai. Jerry membelok ke kiri dan mengetuk pintunya dua kali.
"Masuk!"
Jerry berjalan masuk sementara Melvi keluar. Kilatan mata Melvi menunjukkan kalau dia menyalahkan Jerry. Tapi Jerry tak peduli. Dia menyadari tubuh Vera yang masih tampak bergetar. Masih terisak. Tapi suaranya sangat kecil. Dia juga sempat melihat wajahnya yang kini memerah. Mungkin kelopak matanya juga bertambah tebal. Bengkak karena kebanyakan mengeluarkan air mata. Dan itu membuatnya merasa sedikit bersalah.