“Tenanglah Bu, sudah, sudah, tak usah mengungkit masa lalu.” Olan mencoba menenangkan Ibunya.
“Hu hu hu hu”
“Tak ada gunanya menyesali Bu, semua sudah terjadi.”
Tangis Ibu Olan akhirnya mereda setelah Olan menenangkannya cukup lama dengan memeluknya.
Sore itu, sekitar pukul 15.00, sementara Ibu Olan kembali sibuk di dapur, Olan bersiap-siap untuk shooting karena mendapat peran figuran di adegan yang bersetting malam hari.
Tiga puluh menit kemudian, Olan sampai di lokasi shooting yang berjarak sekitar dua puluh lima kilometer mengendarai avanza hitamnya lagi.
Olan langsung bersiap-siap shooting setelah itu. Ketika shooting, pandangan Olan tak lepas ke arah pojok taman tempat shooting dimana tak biasa muncul sesosok penampakan yang membuatnya lupa isi naskah sehingga adegan diulang berkali-kali.
“Kamu serius nggak ikutan ini, cuma adegan kamu yang mengulang-ulang ini, kapan selesainya!!”
Sang sutradara membentak Olan.
“ Maaf pak maaf, Aku serius ini sekarang.”
Pengambilan scene untuk adegan yang melibatkan Olan akhirnya selesai juga. Pukul 22.00 lewat, Olan teringat akan penampakan di pojok tadi dan sudah tak menemukannya disana. Dalam pencariannya, dia dikagetkan oleh kawan mainnya, Ersa namanya.