Sebelum bulan Ramadhan 1438 H tahun 2017, tepatnya tanggal 15 Mei 2017 kembali saya diberikan kesempatan untuk menemani Abah untuk menghadiri salah satu acara bersama para ulama di daerah pasir koja kota Bandung untuk membahas tentang upaya pembubaran ormas Islam adalah makar terhadap Islam. Karena tempat acaranya di masjid lantai 2, dan untuk sampai kesana mesti melewati tangga, saya sangat terharu dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri karena tubuh Abah cukup besar, sehingga ketika naik tangga cukup kesulitan, Abah naik tangganya dengan merangkak dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kaki, Yaa Allah jika waktu bisa berputar saya ingin memaksanya untuk saya pegang tangannya supaya dipapah, tetapi Abah tidak berkenan dan Abah bisa naik sendiri, dan saya menyaksikan panitia yang lain pun terharu atas kedatangan dan perjuangan Abah untuk sampai di lantai 2 masjid.
Atensi Kepada Santri
Pada Ramadhan 1438 H / 2017 saya mulai lebih banyak waktu bisa ikut kegiatan di DKM Al-'Urwatul Wutsqo. Sebelum mulai masuk Ramadhan biasanya Abah memanggil saya untuk menuliskan jadwal imam tarawih dan kultum tarawih, setelah selesai baru surat tersebut disebarkan oleh Mang Udeb selaku muadzin masjid. Biasanya Abah menjadi imam dan kultum pertama. Semarak Ramadhan di DKM Al-'Urwatul Wutsqo pada tahun 2017 cukup semarak, kegiatannya selain ada tilawah Quran bada shubuh yang dilakukan oleh ibu-ibu, ada juga tilawah Al-Quran sebelum buka shaum yang dipimpin langsung oleh Abah, buka bersama ta'jil, tarawih berjamaah, dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemuda Masjid Al-'Urwatul Wutsqo berupa lomba anak-anak dan kegiatan lainnya.
Selama bulan Ramadhan 1438 H, biasanya setelah Shubuh ada program dari Pesantren Sulamaniyah Bandung mengirimkan santrinya ke masjid masjid sekitar pesantren, termasuk masjid Al-'Urwatul Wutsqo untuk program tilawah, dan kebetulan saat itu ada 2 santri yang kebagian di Masjid al-Urwatul Wutsqo. Dengan senang hati, Abah selalu mempersilahkan santri tersebut untuk melantunkan Al-Quran dengan speaker bahkan Abah tidak jarang menghentikan dulu tilawahnya dan untuk sementara meminta ibu ibu yang sedang tilawah bareng di lantai 2 untuk turun ke lantai utama masjid ikut menyimak bacaan kedua santri tersebut.
20 juni 2017 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan 1438 H, merupakan salah satu hari yang bersejarah juga bagi saya. Pada saat itu saya dijadwalkan akan melaksanakan sidang skripsi. Sebagaimana biasa, sebelum melaksanakan berbagai kegiatan yang penting dalam hidup saya, saya biasanya meminta do'a restu kepada orang tua, dan guru guru, salah satunya saya menyampaikan maksud juga kepada Abah dan dengan senang hati saya didoakan oleh Abah serta semakin meyakinkan diri saya bahwa saya pasti bisa melewati sidang tersebut dengan lancar. Benar saja, proses sidang skripsi tersebut bisa dilaksanakan dengan lancar tanpa kesulitan apapun.
Kebiasaan baik lainnya yang selalu dilakukan Abah yaitu ketika bulan syawal tiba, ketika mahasiswa mahasiswa yang tinggal di kosan Abah balik lagi ke Bandung biasanya kami melakukan silaturahim di rumah Abah bersama keluarga, biasanya kami mempekenalkan diri masing masing dan ditanya kesibukannaya sembari ada nasihat dari Abah kepada kami setelah itu makan makan deh. Nampak masih terasa diingatanku nasihat nasihat dari Abah yang sangat berharga tentang arti kehidupan sesungguhnya.
Abah Seorang Organisatoris
Kemudian setiap malam 17 Agustus biasanya Abah berinisiatif melaksanakan agenda malam tasyakuran atas kemerdekaan Indonesia yang biasanya acara tersebut diisi dengan pengajian di masjid yang dihadiri oleh masyarakat sekitar. Dalam pandangan saya, sikap Abah ini merupakan salah satu bentuk sikap cinta tanah air yang autentik dan mensyukuri kemerdekaan dengan tepat, yakni dengan mengenang perjuangan dan mendoakan para pahlawan dengan menghidupkan syiar di masjid bukan sebaliknya diisi dengan kegiatan kegiatan yang tidak bermanfaat.
Mulai tahun 2017, kebetulan Kampung Cisitu Lama Dago kedatangan santri yang sedang khidmat dari Pesantren Sirojul Mukhlasin Magelang, yakni ada Ust Eza Maulana Sabri dan Ust Luthfurrahman. Dikarenakan masjid saat itu mulai sepi tidak ada kajian bada Maghrib sebagaimana biasa diisi oleh Ust Deni Heriansyah, namun saat itu Ust Deni pindah tugas memimpin pesantren di daerah Cileunyi. Oleh karena itu, saya musyawarah dengan Abah untuk mengadakan kegiatan yang dinamakan studi Al Quran yang akan diisi oleh Asatidz dari Pesantren Sirojul Mukhlasin dan pesantren lainnya. Sebagaimana dugaan saya diawal, Abah pasti merestui dan benar saja Abah mendukung kegiatan tersebut dan mensuport segalanya.
Saat itu yang mengisi kegiatan studi Al-Quran ada Ustadz Misbahuddin, Lc (Pondok Pesantren Madinatul Ulum Bandung), Ust. Fadhil al-Makky (Alumnus Madrasah Shaulutiyyah Makkah), dan dari Santri Khidmat PP Sirojul Mukhlasin. Adapun pesertanya terdiri dari beberapa kalangan diantaranya siswa, mahasiswa, mahasiswi, orang tua, guru yang berasal dari beberapa daerah bahkan ada yang dari Ranca Ekek dan Majalengka. Bahkan di form pendaftaran awalnya ada yang dari luar daerah juga salah satunya Surabaya. Inilah salah satu kesan saya selama mengadakan berbagai kegiatan dengan Abah, Abah tidak pernah menolak setiap usulan dari saya, Abah selalu mengiyakan, terkadang saya malu khawatir usulan yang saya sampaikan itu memberatkan Abah. Bahkan saking tawadhunya Abah, ketika mengadakan acara pengajian kadang Abah selalu mempercayakan kepada saya berkaitan dengan tema acara, bentuk acara dan yang lainnya. Padahal dari segi pengalaman tentunya Abah sudah sangat pengalaman, karena menurut saya Abah merupakan organisator yang handal, itu bisa terlihat selama hidup Abah mengemban berbagai amanah dalam memimpin organisasi.
Kegiatan studi Al-Quran dan santri khidmat dari Pesantren Sirojul Mukhlasin saat ini sudah sampai ke generasi ke 3, generasi kedua ada Ust Taupan Naisaburi dan Ust Zainuddin Mukhtar. Generasi ketiga ada Ust Ishaq Romadon dan Ust Cahyo. Ya masa santri khidmat di kampung Cisitu Lama selesai setiap satu tahun sekali.