Mohon tunggu...
Ir. Herson, Dipl.I.S., M.Sc
Ir. Herson, Dipl.I.S., M.Sc Mohon Tunggu... Kepala Biro Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah -

Aparatur Sipil Negara, Provinsi Kalimantan Tengah, anak suku Dayak Ngaju.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Perkoncoan Teman Anu

12 Maret 2016   11:19 Diperbarui: 12 Maret 2016   11:26 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena demokrasi Indonesia unik yaitu adanya jalur independen untuk kandidasi kontestan dalam pemilihan Presiden / Kepala Daerah. Maksud aturan yang disyahkan Mahkamah Konstitusi itu memang berisi upaya akomodatif sistem demokrasi untuk menghasilkan pemimpin yang murni berasal dari aspirasi rakyat.

Adanya kehebohan “teman Anu” tampaknya merupakan tamparan bagi partai politik, seolah menantang para politikus untuk merubah konsepsi politik konvensional yaitu rekrut bakal calon melalui "teman" yang juga akhirnya membelenggu temannya dengan pasang aneka syarat mumpung dalam pertemanan tak ada ikatan hukum yang jelas syah dapat diklaim. Bahkan ikatan syah suami isteri saja yang lebih kuat dari ikatan teman dapat saja cerai dengan segala dampaknya. Ular beludak licik di taman Eden juga berteman dengan Hawa untuk membuat Adam berani melawan Allah.

Yang jadi amat naif yaitu Independen tapi tergantung teman. Kemerdekaan politik diartikan melawan organ politik yang ada landasan hukumnya dengan membuat lembaga politik bayangan perkoncoan. Yang menarik para konco ini ternyata tidak independen. Mereka di atur oleh koodinator yang tak sadar bahwa kehadiran mereka di media amat nyata penuh dengan ragam keinginan temannya harus didikte begini begitu sama saja. Ternyata buah semangka juga berdaun sirih. Teman ini juga ternyata hanya pion aktor intelektual yang jadi boss juga dalam partai politik sering teriak di TV. Jadi teman itu jadi wayang politikus partai.

Daerah bukan butuh figur, tetapi orang yang mampu melapangkan jalan bagi kemajuan daerah dalam sistem kepemerintahan yang baik, dan bersih yang berkelanjutan. Daerah bukan butuh pemerintahan yang berperilaku aneh sehingga populer dengan membengkokan nalar sehat publik seperti lagak menghemat anggaran dan menuduh orang lain mau menilepnya dan koreksi intropeksi tak mau merubah sikap dengan membuat berjuta alasan menyalahkan orang lain dengan terus menerus mengajarkan publik untuk terbiasa bicara kotor dengan alasan jujur apa adanya.

Maka pencitraan teman kita diagungkan bahkan etika moral publik dimanipulasi dengan membiasakan umpatan kata kotor menjadi konsumsi publik dengan alasan jujur mulutnya jahat tapi hatinya baik. Lalu dengan bangga menyatakan e-budgetting solusi kelola anggaran. Sampai anggaran tak terserap karena terkurung dalam sistem yang kurang berfungsi karena ASN dibiarkan ketakutan memproses anggaran publik. Sistem yang di bangun tak ada evaluasinya secara obyektif, semua dinilai di puji diklaim sukses dengan cara perkoncoan manajemen tukang sate. Dalam kondisi uang bejibun akhirnya net present value nya tereduksi menjadi mubazir. Mengendapkan anggaran tentu saja bisa saja lebih berat dari korupsi karena uang rakyat diendapkan dengan jutaan alasan tak masuk akal sehat. Yang amat aneh penguasa yang tipenya pemain ekonomi atau asalnya pengusaha tak mampu kelola uang rakyat yang bejibun di tangannya bahkan sanggup menuding Ibu seorang rakyat dengan kata kotor serupa maling.

Apakah semua yang tertulis di atas itu salah ???

Semua tak ada yang salah karena siapa yang mampu menduga hal yang akan terjadi di masa depan ?. Bahkan orang meramalkan dunia akan kiamat sesuai keyakinannya, siapa pula yang mampu melarangnya ?.  Lebih-lebih lagi dunia politik yang amat dinamis, apalagi Indonesia memang amat heterogen yang memang bawaannya amat kompleks namun menantang adrenalin setiap orang yang berjiwa progresif. Bagaimana Indonesia kita telah dilintasi Gerhana Matahari Total yang juga secara istimewa melintasi seperti ditakdirkan harus di Indonesia yang tak terlupakan sepanjang masa.

Dalam tulisan saya Politik Tidak Jahat, AZIMAT POLITIK  berisi CAKUPAN PEMIKIRAN politik era reformasi (tahun 2001 ke atas), dengan terbukanya media informasi, maka publikasi luas informasi perpolitikkan di Indonesia sudah menjadi hal yang lumrah. Hampir semua orang mengenal kata “politik” dan bahkan orang-orang tertentu merasa berprofesi langsung atau tidak langsung terpaut dengan politik.

Manusia juga menghadirkan legenda politik yang muncul sesuai era-nya. Namun yang menarik, bahwa opini umum dari masa lalu ke kini, pendapat tentang politik itu masih amat beragam dan belum ada satu pandangan yang secara jernih menjabarkan arti kata politik yang sebenarnya. Juga termasuk penulis sendiri, mencoba menggali arti politik yang hakiki.

Perbedaan pandangan tentang arti politik ini juga terjadi dalam pihak yang melembagakan politik itu sendiri, bahkan sering / dapat terjadi pertentangan pengertian dari masyarakat yang dapat menjadi amat runyam di tingkat nasional, daerah / lokal.

Kita dapat berdebat siang dan malam untuk mencarikan kesepakatan arti politik, yang pada akhirnya bermuara kepada kesepakatan misi / perilaku bertindak, namun dihati yang terdalam masih mencari hakekat politik itu sendiri.

Pada masa dahulu kala, dari kitab-kitab suci berbagai umat di dunia ini, kita juga dapat terlihat bagaimana sebenarnya politik itu telah digunakan oleh para “utusan Tuhan” untuk menyampaikan pesanNya kepada umat manusia di muka bumi ini dan sekaligus membentuk dinamika kehidupan manusia bumi sampai masa kekinian umat manusia. Didalam kitab-kitab itu, dengan mudah kita melihat adanya politik kegelapan dan politik pembawa anugerah.

Bagaimana Adam-Hawa digoda oleh politikus jahat, si ular yang memanipulasi pesan Tuhan agar mereka mendapatkan hikmat duniawi, sekaligus berakibat berakhirnya rejim surgawi Taman Eden. Bagaimana para raja, bangsawan, rakyat jelata terpengaruh oleh rejim-rejim politikus yang amat variatif dari masa ke masa.

Bagaimana tukang tenung dan tukang sihir juga melakukan orkestra politiknya untuk menambah warna-warni politik dalam peradaban manusia, seperti cerita tentang Tukang Sihir Fira’un versus Nabi Musa, Cerita Rasputin si Raksasa di Rusia dan daya mistis suku Aztec di Amerika Latin sampai cerita pesona politik mistis raja-raja Indonesia, Inggris dan lain-lain yang melegenda dari masa lalu.

Cerita pewayangan, seperti Mahabrata dan Bharatayudha itu juga menyampaikan kiat-kiat politik para dewa, brahmana / pendeta, kaum pinggiran (punakawan), para bangsawan sampai para gendoruwo / raksasa dan hewan lainnya. Misalnya politik Prabu Arjuna Sasrabahu memikat Dewi Citrawati, menggunakan tenaga Raden Sumantri yang secara tersembunyi memanfaatkan adiknya Sukosrono yang buruk rupa, namun lebih sakti darinya untuk menyatakan bahwa ia sendiri yang memindahkan taman Sriwedari sebagai politik bukti pengabdiannya kepada Sang Prabu.

Banyak tokoh politik memakai pakaian adat dengan atribut lengkap, yang mencirikan mereka berbeda yaitu sebagai perlambang bahwa mereka mewakili aspirasi masyarakat dengan budaya khusus. Dan tidak kalah, tokoh-tokoh tertentu memakai jubah atau aksesori keagamaan untuk menampilkan diri sebagai tokoh politik sektarian.

Sampai-sampai tukang sulap juga merias dan menata wajah dan gayanya untuk memberikan nuansa psikologi politik. Masyarakat tradisional-pun tak luput dari dinamika politik, misalnya politik menjadi nelayan yang menghasilkan ikan lebih banyak, yaitu dengan kiat-kiat membuat isu tentang sebuah danau yang penuh monster menakutkan bagi orang lain, atau juru kunci gunung berapi yang katanya mampu memberi keamanan kepada pihak lain yang ingin medekati titik sentral perhatian. Juga ada kiat memasang pondok sesajen di hutan larangan untuk mencegah orang lain berburu pada kawasan hutan itu.

Yang menarik lagi ucapan ”selamat pagi” juga bisa berarti politik, yaitu politik pencitraan bahwa orang itu berbudaya santun dan ber-etika. Atau suatu politik pendekatan dari seorang jejaka kepada calon Mertua yang anak gadisnya menjadi dambaan cinta perjaka.

Politik itu tanpa kita sadari telah menyeruak kedalam nurani dan tindakan manusia, tanpa mengenal batas kelas sosial. Politik menyatu dalam kehidupan umat manusia, tanpa kecuali. Bahkan orang yang mengaku tidak mengerti berpolitik-pun tanpa sadar menjalankan politik itu sendiri. Karena pada saat seseorang menyatakan buta politik, maka pernyataan ini menjadi ”politik” itu sendiri, yaitu politik isolasi / segmentasi diri.

Bahkan pada saat anda kentut-pun dapat menjadi pernyataan politik bagi pihak medis yang sedang kampanye mendukung hidup sehat bahwa pencernaan itu dapat menghasilkan gas buang yang amat berbahaya bila tidak dikeluarkan dari perut. Yang lain lagi, pada saat anak kecil merengek minta permen, orang tuanya akan kelabakan / berusaha mencari permen yang diinginkan anaknya, dan hari selanjutnya pada saat dewasa, politik rengekan itu diulang lagi lebih intensif oleh sang anak untuk mendapatkan sepeda motor.

Lalu saya sendiri merenung pada saat banyak keluarga dan handai taulan yang terlibat politik dalam skalanya masing-masing. Karena banyak orang berkata bahwa politik itu indentik dengan kerakusan, loba, tengik, biadab, tega, jahat sampai hyper jahat dan macam-macam predikat menakutkan lainnya yang tampil dari kata politik. Kalau demikian adanya, maka semua orang yang berpolitik berada diseputar kita adalah orang jahat sampai hyper jahat ?. Bagaimana kita hidup dikelilingi orang-orang ”seperti itu” ?.

Untuk itulah maka muncul pertanyaan saya pribadi dan kita semua yang mencari arti sesungguhnya sebuah kata ”politik” itu dengan hati nurani terbuka dan bebas beserta pemikiran yang rasional, sehingga kita dapat hidup harmonis dengan komunitas politik yang umumnya dikatakan ”berbahaya” itu, yang dikatakan ”racun” bagi umat manusia, dimana yang sebenarnya, apakah tidak mungkin bahwa kita-pun adalah bagian tak terpisahkan didalamnya ?. Maka karena politik ada karena adanya umat maunsia, maka marilah kita buat pemahaman logis, ringkas dan hemat tentang politik itu bagi kebutuhan pribadi maupun kebutuhan lainnya di muka bumi ini.

Mari merenungkan apa dan bagaimana Politik itu ? Kita tidak perlu menggunakan acuan pihak lain dalam merenungkan arti politik. Meskipun Aristoteles di jaman dahulu kala telah berupaya mendefinisikannya. Karena pada saat seseorang melahirkan dan mempublikasikan pengertian politik menurut konsepsinya, dia telah dirasuki ”roh” politik itu sendiri, yaitu keinginan agar orang lain mengikuti konsepsi yang dibuatnya, dimana hal itu adalah bagian dari karakter politik itu sendiri. Politik bukan suatu definisi, melainkan hakekat Adi kodrati eksistensi manusia di muka bumi ini.

Maka politik bukan dimensi yang bisa dibatasi oleh pikiran perorangan atau kelompok tertentu. Mengapa politik itu menjadi bagian sangat penting dalam kehidupan manusia ?. Tentunya tidak lain karena politik itu menempati “scope” atau matra-dimensi cakupan wilayah, ruang, waktu, dan seluruh aspek kehidupan manusia itu sendiri. Politik ada dan hadir, karena adanya kehidupan manusia.

Manusia sebagai mahluk paling cerdas yang ada di muka bumi ini, melahirkan perilaku yang sederhana sampai yang paling kompleks. Perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa disebabkan adanya politik. Ciri khas terpenting dari politik adalah dinamika kemampuan manusia menyusun rekayasa imajinatif mereka dalam mencapai cita-cita masing-masing.

Imajinasi membawa manusia kepada visi (gambaran masa depan yang ideal) berdasarkan kemampuan kecerdasan yang mereka miliki. Sebagaimana beberapa contoh dalam prolog di atas, bahwa visi manusia itu melahirkan atau membentuk sebuah upaya untuk mencapainya dengan melakukan tindakan atau kinerja yang biasa disebut dengan misi-misi.

Karenanya, politik itu adalah sifat bawaan manusia itu sendiri dari kemampuan intelektualnya sesuai dengan capaian batas kecerdasannya mengenai dimensi yang mampu dikhayalkannya tentang kebutuhan eksistensinya di muka bumi. Kemampuan intelektual itu terbangun dari aneka kompleksitas pengalaman masing-masing manusia itu sendiri dalam lingkungan internalnya / lokal / nasional / internasional / global yang amat beragam dari satu manusia ke manusia lainnya.

Maka politik itu adalah ”Adi Kodrati” atau anugerah Sang Pencipta, karena hanya diberikan kepada manusia. Keistimewaan manusia itu adalah adanya ”kebebasan” memilih jalan hitam dan putih. Maksudnya, adalah bahwa tanpa adanya kodrat kebebasan ini, maka manusia tiada lain semacam robot.

Mekanisme operasional robot yang paling mirip dengan manusia-pun tetap dimulai dengan eksekusi perintah yang menjalankannya, secara umum ”tekan tombol” maju, maka robot akan terus bergerak maju, dan kecerdasannya adalah kecerdasan ”buatan” manusia. Manusia tak akan pernah bisa diperintah menjalankan sesuatu dengan total kesetiaan seperti robot.

Sehingga terjadilah bahwa manusia menjadi ”unik”, dimana setiap orang itu ditakdirkan tidak akan pernah total sama sifatnya, meskipun lahir kembar. Karena kodrati sifat yang berbeda itulah, maka manusia berupaya membangun kelompoknya masing-masing yang lebih sefaham atau mirip dalam tujuannya.

Kebutuhan membangun kelompok baik yang statis atau berkinerja dinamis dan efektif, maka manusia memerlukan interaksi, yaitu hubungan sosial kemasyarakatan untuk dapat saling memahami satu dengan lainnya. Kesemua hubungan sosial itulah yang memerlukan kiat-kiat yang terus dikembangkan secara berkesinambungan dari masa ke masa yang membentuk dinamika peradaban manusia itu sendiri.

Kiat-kiat itulah yang dinamakan ”politik” karena mencakup didalamnya aneka ragam perilaku dan praktek interaksi tawar-menawar, pemaksaan, tipu daya, ketulusan, kebanggaan, prestasi, kesenian, pembenaran, pengujian, penghakiman, ........ dan seterusnya menjangkau semua ungkapan perilaku karsa dan karya manusia, baik berupa imajinasi ataupun fakta. Politik juga merupakan olahraga jiwa imajinatif kecerdasan untuk mengejar visi.  

Jadi politik itu juga adalah suatu bentuk kemampuan bertahan / eksistensi manusia dan peradabannya itu sendiri. Bila kita kaji, maka bahwa terbentuknya negara-negara di sunia ini, bukan hanya karena ada wilayah, pemerintahan, atau masyarakatnya saja, yang selama ini menjadi adagium universal tentang faktor utama pendirian sebuah negara (pra - kemerdekaan), melainkan pemicu awalnya adalah hadir dan adanya kesamaan pandangan politik oleh kelompok mayoritas masyarakat yang menghuni suatu kawasan itu sendiri, yang berimajinasi membentuk kelompok besar masyarakat dalam suatu wilayah, dimana pada akhirnya dinamakan oleh manusia dengan sebutan ”negara”.

Jadi sebenarnya Ilmu Politik tiada lain adalah dinamika daya, karsa dan karya, gabungan dari multi kompleks kemampuan manusia mengembangkan peradabannya sendiri, yang dapat bolak-balik saling memberi pengaruh kepada manusia lainnya, dapat berupa pengaruh yang bersifat putih, abu-abu maupun hitam dengan segala dampak dan hasilnya dilingkup kehidupan manusia bumi.

Maka nampaknya politik itu adalah maha luas seluas kemampuan intelektual manusia itu sendiri. Batasannya adalah ”komitmen” merencanakan, menetapkan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi dalam suatu siklus konsisten agar komitmen politik yang disepakati untuk diperankan tetap relevan bagi kebutuhan masuia yang memerlukannya. Salah satu fenomena abad ini adalah internet dan secara khusus ”facebook”, meskipun Mark Zuckerberg inovator facebook menyatakan facebook bukan politik, dalam eksistensinya sangat nyata bahwa hal ini melambangkan superioritas membangun komitmen baru suatu komunitas yang berhasil mempengaruhi dimensi intelektual banyak manusia.

Mempengaruhi adalah salah satu hal non fisik atau bagian roh esensi dasar politik itu sendiri. Kata ”politik” dari masa ke masa tak ada yang tunggal, melainkan absolute terpaut dengan kata lain. Misalnya politik ekonomi, politik negara, politik pribadi, politik elite .............. dan sebagainya. jadi politik merasuk di mana – mana tak ada batasannya. Jadi kata politik, akan tidak bermakna, tanpa melibatkan kata-kata lainnya.

Maka kata politik itu meskipun tunggal, namun akan berkinerja bila menjadi kata majemuk dan dapat bergulir atau revolving atau menggelinding ke segala penjuru. Maka tidak heran, sering orang mengatakan politik itu hanya menyangkut kekuasaan, karena dipandang hanya dari sisi kedigjayaan kata politik ini yang dipakai olehnya untuk mendalami dan memberikan segmentasi peran. ”Roh” dalam politik.

Karena yang membatasi manusia untuk berpolitik itu adalah kemampuan intelektual / rohaninya, maka yang dapat merasuki sikap politik adalah dimensi supra natural atau kekuatan ekstra non – fisik. Politik itu adalah konseptualitas, bentuk non-fisik, namun berdampak fisik dan non-fisik.

Konsep alami kemanusiaan adalah adanya eksistensi perbedaan ”karakter” yang membentuk imajinasi ”pelangi”. Kita sangat mengerti, bahwa sejak dahulu kala, diakui seluruh umat manusia adalah pelangi itu pasti indah. Para utusan Tuhan-Allah, membawa misi sosial - politik yang fokus pada pembentukan rohani yang membawa intelektual manusia kepada misi menjadi berguna bagi kemaslahatan umat manusia baik di alam fana mau pun alam baka. Jadi para Rohaniawan itu amat signifikan berkenaan dengan kemampuan intelektual politik (manusia). Mereka bergelut dengan upaya mempertahankan visi dan misi politik bahwa manusia harus mempertahankan eksistensi warna-warni pelangi di muka bumi ini dengan kata-kata ”setiap manusia itu sederajad di hadapan Tuhan – Allah”. Maka dalam konteks ini, bila dapat dipahami, ia akan selamat di bumi dan di sorga. Jadi agama juga bagian dari politik yang menggunakan metode pencerahan peradaban manusia dalam batasan anti roh kekelaman. Pada saat alam kesadaran manusia dirasuki oleh dimensi politik ”angkara” atau roh jahat, maka lahirlah sebuah visi dan misi politik edan angkara murka. Maka dimata orang seperti ini, pelangi (roh politik kebaikan) itu menjadi kelam.

Di masa lalu, visi manusia purba melihat manusia lainnya yang berbeda dengan mereka diceritakan banyak orang dalam sejarah adalah sebagai mangsa. Di era modern mangsa politik itu adalah manusia yang dalam ketertinggalan dalam segala aspek kehidupan yang dapat dieksploitasi berdasarkan pandangan pihak yang ingin mengendalikannya.

Di Indonesia, politik tampaknya menjadi Adi kodrati (mencakup dimensi rohani), dimana secara unik hanya di Indonesia, beberapa politikus di parlemen Indonesia mempunyai kemampuan supra - natural tersebut. Menyangkut roh tadi, maka para pencerah Jiwa dan Motivator Politik sampai politik mistis, dukun memegang peran amat penting.

Di masa lalu, pencerah jiwa di bawa oleh para utusan Tuhan – Allah, yang mengupayakan perbaikan jiwa masyarakat yang dipandang akan, sedang dan mungkin mengalami degradasi nilai harmonisasi kehidupan. Misi para pencerah jiwa itu setara dengan motivator yaitu dengan kiat-kiat khusus mereka membangun dan mengembangkan metode penyampaian pesan-pesan agar manusia targetnya akan berubah menjadi lebih harmonis dari sudut pandang mereka.

Metode ini menyangkut pemeliharaan keseimbangan eksistensi manusia dalam lingkungannya. Namun upaya demikian itu harus terus berlanjut dari masa ke masa sesuai perkembangan kemanusiaan itu sendiri. Seringkali cara ini berhasil dalam waktu singkat, namun tidak berlanjut ke masa-masa selanjutnya, bahkan seringkali terjadi orang berharap kembali ke kehidupan masa lalu yang dimimpikan di masa kini bahwa masa lalu itu dipandang lebih harmonis.

Politik itu merasuki pemikiran orang secara non-fisik, maka politik itu membawa nuansa “gosip” yang menggairahkan karena amat sosial, melalui proses tawar-menawar, diskusi, kampanye, strategi, melibatkan banyak orang, tidak terbatas, amat kompleks sehingga boleh diperankan oleh siapa saja mulai dari bayi sampai orang tua.

Politik itu sangat ekspresif karena menghadirkan berbagai peran yang mampu membuat orang melakukan hal paling aneh dan konyol, sampai hal-hal yang amat konstruktif menentukan perjalanan suatu bangsa.

Dalam kekinian, kita melihat bagaimana seorang George Perrot di Amerika ingin menjadi Presiden, bahkan tukang becak di Indonesia langsung bermimpi dan bertindak untuk dipilih menjadi anggota parlemen.

Politik melahirkan kecantikan – keelokan – nafsu – birahi - orgasme – puncak kepuasan – bahkan perubahan massal kejiwaan manusia yang tiada taranya. Sejarah dan kekinian politik telah menunjukkan bagaimana politik itu membentuk pola kemanusiaan manusia dari era primitif sampai era modern.

Politik mampu menampung seluruh aspek kehidupan manusia, tanpa membedakan kelas sosial – budaya dan kontinen secara global. Tidak ada seorangpun dapat terbebas dari roh politik, yang membedakannya hanyalah perannya saja, sesuai dengan luas cakupan pengaruhnya. Contohnya, politik pemilihan ketua Rukun Tetangga, hanya akan bergaung diseputar wilayah yang relatif kecil, atau politik anak “minta uang” hanya mencakup internal sebuah keluarga.

Roh politik ini terus berkelana dari masa ke masa, dimana dalam sejarahnya, manusia sendiri menuliskan berbagai model politik yang telah lahir dalam peradaban manusia dan kadangkala roh politik model masa lalu itu dapat berulang merasuk kembali di kekinian jiwa manusia dalam bumi manusia.

Politik, melahirkan dan menjaga kelangsungan Bangsa dan Negara Indonesia. Yang membuat negara kita amat penting bagi khazanah politik dunia adalah adanya diversifikasi sumberdaya heterogenitas kemajemukan yang amat luas dalam wilayah yang setelah 1945 disebut sebagai Indonesia.

Karena politik yang unggul itu tidak ada yang abadi dari masa ke masa akan selalu secara dinamis berubah, maka kondisi diversitas Indonesia baik berdasarkan struktur kembumiannya, maupun struktur masyarakat / anak suku bangsa, sumberdaya alam dan lain-lainnya yang amat beragam, merupakan potensi politik yang amat kaya dan dapat sangat berakibat global bila dapat didayagunakan oleh pihak manapun di dunia ini. Diversitas atau kebhinekaan itu adalah potensi politik yang amat adidaya. Bila sumber diversitas ini melahirkan beragam inovasi, maka akan amat banyak inovasi yang membanjiri permukaan bumi ini dari kawasan Indonesia.

Semakin produktif inovasi proaktif suatu kawasan, maka ia akan menjadi tolok ukur padangan politik yang terus meluas dari skala kecil ke global. Bila dilihat dari peta dunia, maka Indonesia menjadi jembatan utama penghubung antar benua bangsa-bangsa di bumi.

Jadi demikianlah, maka setelah keputusan politik kelompok suku bangsa yang membentuk bangsa - negara Indonesia dilaksanakan tahun 1945, maka Indonesia merdeka adalah identitas suatu komunitas besar kesepakatan politik yang diawali dengan memegang wilayah dan menentukan definisi peran politik nya sesuai preambule Undang-Undang Dasarnya, komunitas yang amat potensial dipandang dari potensinya yang amat luar biasa tersebut di atas.

Bilamana keunggulan intelektual seluruh anak suku bangsa Indonesia itu dapat melahirkan ide-ide politik yang cemerlang, maka dapat kita bayangkan akan begitu banyak inovasi politik yang lahir di bumi Indonesia yang dapat membanjiri dunia ini dengan pola pemikiran politik perkayaan peradaban bangsa-bangsa bumi. Maka roh kebajikan itu sebenarnya bersumber dari heterogenitas / kebhinekaan dalam segala aspek.

Bahwa kita tak banyak mengharapkan akan muncul kreativitas bilamana patron berpikir kita ditaruh dalam homogenitas (tunggal). Patron tunggal itu rentan, yang dilambangkan oleh sebuah robot yang dengan mudah diperintah menggunakan remote control untuk melakukan suatu hal tanpa logika.

Kebhinekaan itu adalah cerminan karya tertinggi dari Sang Pencipta, yang membuat setiap orang itu berbeda, meski terlahir kembar. Itulah ciri bawaan atau kodrat keutamaan kedigjaan dari ras manusia. Maka Indonesia adalah suatu negara yang akan amat besar bila kebhinekaan itu mendapat saluran yang ideal dalam pemerintahan yang eksis yaitu Republik Indonesia.

Selama hal itu tidak terakomodasi dalam negara Indonesia, maka kesepakatan politik mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat mengalami degradasi politik, bahkan pemusnahan kesepakatan politik. Karena Indonesia dengan potensi kebhinekaannya itu, secara kodrati juga secara dinamis berkesinambungan menjadi incaran politik seluruh kepentingan politik lainnya yang dominan di muka bumi ini.

Maka waspadalah kau Indonesia, karena kamu amat cantik bagi semua orang lainnya yang ada di muka bumi ini. Keelokan dan kecantikanmu menjadi magnet yang menarik semua hal, jadi Indonesia jangan heran, bila Kamu amat banyak yang meminang, menggoda, menyerang dan lain-lain baik secara putih, hitam, mau pun abu-abu.

Indonesia … merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangatmu Indonesia … debar jantungku, getar nadiku berbaur dalam angan-anganmu ..... Kebyar .... kebyar ..... Pelangi Jingga !!!! (Gombloh).

Keren-nya gerai warna – warni Indonesia adalah spektrum Sorgawi tiada duanya di dunia ini, yang dengan semangat luar biasa dinyanyikan oleh Gombloh yang seniman cukup miskin secara fisik itu ...... Maka jangan ada yang merebut sorga itu baik dari internal Indonesia maupun eksternal Indonesia. Maka ”aku memuji kebesaranMu .... ajaib Tuhan ... ajaib Tuhan .....”. Marilah ... datanglah ... bersama Kita jadikan sorga dan pertahankan selama-lamanya (eternity !!!) sorga ini bagi kemaslahatan seluruh umat manusia di bumi ini sesuai dengan kelinuwihan luhur wasiat politik pendiri bangsa – negara Indonesia dalam Maklumat Naskah Proklamasi dan Pembukaan serta Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka domain landasan pola dasar politik Indonesia adalah kesepakatan mendirikan Republik Indonesia dengan tujuan politiknya dalam preambule.

Kesepakatan ini menjadi awal komitmen politik bersama untuk eksistensi Indonesia di muka bumi ini. Beberapa kiat politik itu berlaku universal dan kita yang hidup di Indonesia - pun, tidak dapat luput dari azas universalitas politik, maka semampunya kita gali peran politik itu pada era paska dan pos kemerdekaan. Politik Kolonial. Politik pecah belah adu ayam, adu kambing, domba, kerbau, jangkrik, harimau, ikan, manusia dan lain-lain.

Politik kolonial adalah representasi psikologi hewan dan adu manusia. Hewan dikategorikan dari yang kecil sampai yang besar. Kita menggunakan analogi hewan, karena hewan tak bisa protes. Struktur masyarakat dalam politik kolonial itu kerap identik dengan masyarakat hewan dengan ciri dan karakternya yang masing-masing unik dan alamiah. Pendayagunaan aset politik dengan pola ini, seringkali tidak kita sadari pada era kolonial yang sinonim dengan parabel dan artikulatif.

Masyarakat bangsa-bangsa yang dibuat berdasarkan kategori dunia ketiga (underdeveloped countries) atau negara maju yang membuat cap dirinya sebagai lebih humanitarian dan peka akan kemanusiaan dan merasa sudah menjadi manusia yang sebenarnya (truly human being).

Di sisi lain, kaum oriental-pun tak henti-hentinya memuja superioritas peradabannya masing-masing. Bahkan faham politik komunis lebih jauh lagi menyatakan kita dapat menjadi Allah, yang membatasinya hanya tahapan pencapaian intelektual manusia, pada saat kecerdasan manusia telah mampu mencapai kesetaraan dengan Sang Penciptanya, maka dialah Allah itu sendiri ..................!!!!

Pembangunan jalan Anyer – Panarukan yang dilakukan oleh Belanda di masa lalu merupakan contoh nyata di Indonesia, bagaimana banyak orang dapat dipekerjakan dengan paksa sampai mati oleh poltiik kolonial tanpa ada daya untuk mengetahui harkat-martabatnya.

Sekitar tahun 211 BC Kaisar China Pertama yang mampu mempersatukan China sekarang sampai Vietnam dan Thailand, Qin Shi Huang Di berhasrat menjadi kaisar abadi. Kekuasaan politik yang dibangunnya sedemikian hebat dan amat besar, sehingga ia merasa sudah setara dengan para dewa. Lalu ia melakukan negosiasi politik dengan para dewa melalui persembahan keji darah manusia. Tawaran politiknya kepada para dewa, bahwa prestasinya sebagai kaisar yang menyatukan separoh bumi harus dihargai, sehingga dia berhak mendapatkan kehidupan kekal atau bagian nyata dikerajaan surga. Namun pada saat melakukan persembahan itu, terjadi alam murka dan kaisar merasa hal itu merupakan penolakan Chi di dunia Yang (nyata). Solusi penolakan itu, maka kaisar menyiapkan kekaisarannya dalam alam roh / kehidupan akhirat atau dunia Ying (Arwah). Kekaisaran Xian Yang membangun ibu kota orang mati. Kubah yang dibuat dari permata sehingga menyerupai kilauan bintang langit. Sungai-sungai yang dibuat dengan air raksa. Seraya terus berupaya dengan beragam cara untuk hidup abadi, sampai cara konyol terus bergerak bersama pasukannya keseluruh penjuru negeri agar tetap hidup. Bahkan ia menggunakan segala cara dari mistis sampai penjelajahan geografis ke pulau yang katanya terdapat ramuan untuk hidup abadi. Untuk membangun kerajaan akhirat itu, maka para insinyurnya diwajibkan membangun monumen konfigurasi ibu kota akhirat lengkap dengan seluruh pasukan kaisar secara lengkap yang terkenal dengan monumen ”terakota”. Dalam usia 49 tahun kaisar yang membangun tembok China itu mangkat, karena meminum ramuan abadi yang berisi merkuri. Setelah kurang dari 3 dekade ia mendirikan kekaisaran China. Penggantinya putra bungsunya hanya memerintah 4 tahun sebelum dikalahkan oleh suku Han sebagai suku pertama yang ditaklukkan sang kaisar. Kekaisaran Han mampu menguasai China selama 400 tahun setelah Kekaisaran Qin. Warisan Qin yang berharga adalah politik penyatuan suku bangsa China masa lalu. Mao Tze Tung adalah kaisar China modern yang juga melanjutkan politik unifikasi China dengan membatasinya dengan politik komunisme. Pesan utama unifikasi politik yang dilakukan dari masa lau ke masa kini itu adalah kesepakatan bersama banyak suku di suatu wilayah seperti China (meski awalnya dengan paksaan seorang kaisar penakluk) untuk mengurung diri dalam dimensi politik yang mampu mereka kendalikan dari masa ke masa.

Negara-negara yang merasa sebagai negara maju, merasa menjadi manusia sejati yang hanya boleh mengadu manusia dengan manusia (gaung konservasi flora – fauna selalu didengungkan), yaitu adu otak, adu otot, adu imajinasi dan inovasi. Pertandingan tinju yang paling terkenal lahir di negara yang paling maju, manusia diseleksi tahap demi tahap untuk diadu, dan meski secara explisit tidak (dibolehkan) diadu sampai mati, namun dalam prakteknya ada banyak yang tewas di ring tinju (kemanusiaan ?).

Selanjutnya, secara massal adu manusia ini dilakukan melalui kesebelasan sepak bola atau rugby atau basket atau dimanifestasikan sebagai olahraga manusia. Dalam sepakbola, kue berupa sebuah bola dikejar dan direbut beramai-ramai dengan segala cara dan dibuat aturannya agar menarik hati para penontonnya. Negara yang bagus sepakbolanya mendapat perhatian (politik) yang lebih besar dan menjadi buah bibir yang berkepanjangan.

Nazi Jerman berupaya merekayasa olympiade 1936 untuk menampilkan keperkasaan politik ras “Arya”, untuk memperdalam hegemony politik pada era perang dunia ke dua. Pada era modern ini, beberapa negara tertentu melakukan hegemony politik dengan melahirkan adu imajinasi.

Dahulu kala, ruang angkasa adalah imajinasi yang kreatif bagi banyak umat manusia, karena misterinya yang belum banyak diketahui. Kita seringkali mendengar anaknda di dunia kita yang dianggap belum maju, sebuah tembang tentang ”ambilkan bulan Bu”. Namun imajinasi masa lalu itu, sekarang telah tercemari dengan diawali mendaratnya Apollo 11 di bulan yang dahulu dianggap tempat yang suci itu. Tembang ”twinkle... twinkle little star .......” yang pada masanya amat indah dan membuat anak-anak meluas imajinasinya, telah dipersempit oleh kemampuan ”inovasi” negara-negara maju yang menggunakan kemampuan inovasinya menjadi lebih banyak pertunjukkan baru sebuah celah atau gap yang langsung memberikan kategori psikologi politik ”akulah bangsa yang lebih baik dari bangsa lainnya”.

Adu ayam melambangkan ayam jantan sebagai hewan yang ”kinantan” atau ”harus bertaji”, ayam jantan yang menang ditimang-timang dan diberikan asupan yang bergizi dengan kandang dan perlakuan istimewa, karena mendatangkan kebanggaan dan kesombongan tersendiri. Ayam jantan yang kalah, biasanya dipotong untuk dinikmati gizinya, sebagai penghibur lara pemiliknya yang kalah tanding. Para kolonial memelihara ayam jagonya untuk menaklukkan ayam lawan, berupa tokoh-tokoh yang dianggap dapat berkokok lantang melalui media massa, elektronik atau orasi yang hebat dan saat ini juga bersuara lantang melalui debat publik atau menggunakan twitter / facebook. Bahkan ada politikus yang menggunakan gabungan gaya ceker ayam mengacak-acak opini publik melalui alat video / web conference atau komunikasi virtual untuk memancing kokok ayam jantan lainnya secara luas, yang dengan serta merta menanggapi dengan kokok gemuruh dari segala penjuru.

Adu kambing terkait dengan politik kegersangan suasana karena jarang mandi. Para kambing dipandang sebagai komunitas hewan yang penuh kegerahan dan bau serta kotorannya yang khas, karena kebiasaan hidup ditempat yang banyak padang rumputnya dengan sinar matahari yang cukup banyak tersedia. Kambing aduan pada umumnya sudah dewasa dan bertanduk, dan tanduknya di - asah bila perlu untuk menjadi lebih berbahaya bagi lawannya. Kebutuhan komunitas Kambing ini cukup dipenuhi dengan rumput dan dedaunan dengan air yang terbatas. Kambing ini memiliki suara mengembik yang khas dan kadang pedas bagi telinga, sehingga akan amat terasa ”tampil beda” bila ditonton oleh para penggembira melalui aneka media politik yang sudah amat beragam seperti diuraikan tentang adu ayam di atas. Yang menggelikan, para kambing ini juga dapat menyeruduk orang yang memelihara dan mendidiknya, namun jarang menimbulkan kematian, tetapi cukup menjengkelkan, maka akhirnya mereka di potong untuk menjadi asupan gizi berupa sate dan gulai kambing yang lezat. Jadi kambing ini menjadi alat politik yang nasib akhir pada ujung hidupnya berada di belati pemiliknya untuk menjadi santapan politik yang lezaaat ....... !!!.

Politik Perjuangan yang didefinisikan disini adalah perjuangan untuk membebaskan diri dari penjajahan oleh bangsa lainnya terhadap suatu bangsa atau liberasi atau antitesis dari kolonial. Dalam konteks ini, secara struktural, maka yang berhadapan adalah komponen utama dua aliran politik yaitu liberasi versus kolonial. Begitu luasnya konteks politik kolonisasi itu, karena termasuk penjajahan langsung dan tidak langsung.

Secara langsung penjajahan didefinisikan adanya kehadiran fisik dan non fisik (lengkap) organ / pemerintahan asing yang menguasai sepenuhnya perundangan / peratutan dan penyelenggaraan fisik dan non fisik ekspresi dan pelaksanaan / misi pencapaian cita-cita suatu bangsa atau kelompok masyarakat dari, oleh dan untuk mereka sendiri.

Kolonialisme sebenarnya adalah kondisi suatu kelompok masyarakat / bangsa yang tidak secara bebas dapat melakukan ekspresi tujuan hidupnya dari, oleh dan untuk dirinya sendiri, dimana semua hajat hidup orang banyak di tempat itu ditentukan oleh cara berpikir, bertindak dan bermimpi berdasarkan aturan dari pihak / kelompok orang dari luar / asing yang diterima dengan terpaksa dan bila terjadi sesuatu tidak sejalan dengan misi luar / asing tersebut atau dilanggar akan menyebabkan konsekuensi yang amat berat bagi pihak terjajah tersebut. Sebagaimana visi kolonisasi yang diuraikan didepan, kolonisasi tidak langsung itu adalah penjajahan parsial dalam amat beragam bentuk yaitu menggunakan mesin politik mencakup koloni ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain.

Peralihan Misi Politik di Indonesia. - Awal Kemerdekaan Politik Sakral Konsentrik Pada Kelompok. Hanya orang tertentu yang dianggap mampu berpolitik. Takaran sebaran peningkatan daya intelektual manusia Indonesia di awal kemerdekaan belum banyak berkembang, dimana mayoritas masyarakat saat itu masih terkungkung dalam politik mengisi perut yang dominan “kukuruyuk” (masalah kampung tengah).

Media massa pun terjangkau oleh kelompok kecil masyarakat, sehingga pencerahan jiwa secara massal hanya dapat dilakukan secara terbatas oleh kelompok kecil intelektual politik yang juga terbatas sebarannya. Nurani masyarakat saat itu belum menyadari bahwa mereka juga adalah individu yang terlahir juga memegang hak politik. Politik saat itu dianggap hanya di tangan kaum “elit” politik yang berhak membuat pernyataan politik melalui orasi dan media massa yang ada. Masyarakat umum hanya mampu memikirkan bahwa politik itu adalah kapling kaum ‘elit” itu. Pada masa itu, kaum elite politik dengan mudah menyampaikan fatwa politiknya untuk menggerakkan potensi manusia Indonesia sesuai cara pandang kaum elit. Kaum proletarian, memandang fatwa politik itu adalah kebenaran yang harus mereka lakukan dalam menjalani kehidupannya di bumi Indonesia.

Dalam era ini, roh politik telah membimbing mayoritas bangsa Indonesia ke jalan yang benar untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah dimaklumatkan secara politik kepada dunia. Kungkungan dimensi politik masih amat kental, yang di saat ini kadangkala ditafsir sebagai kepicikan nurani politik, karena masih ada yang ingin keluar dari komitmen politik proklamasi Indonesia. Bahwa hal ini merupakan sempalan “elit” politik yang mulai goyah kepada komtimennya saat memproklamirkan Indonesia, adalah sebuah kenyataan sejarah Indonesia yang menyajikan bahwa politik itu maha luas, dapat ditafsir variatif, bahkan oleh para elit pemegang komitmen itu sendiri. Pada saat itu, karakter kesukuan anak bangsa sering dipakai sebagai alat identifikasi pola perpolitikkan kelompok masyarakat. Ciri fisik dan asal daerah dapat menjadi brevet politik orangnya. Misalnya suku Dayak yang seringkali dikatakan suka memangsa sesama manusia yang masih lekat terwariskan di awal kemerdekaan yang menjadi salah satu model politik kolonial untuk menjegal jati diri manusia.

Beruntungnya kita, bahwa kaum elit politik yang jumlahnya terbatas saat itu di Indonesia, mampu menjaga komitmen politik pendirian Indonesia, meski menghadapi banyak politik kekelaman yang menjadi warisan masa penjajahan itu.

Memfokuskan pelangi Indonesia ke titik kulminasi yang ideal. Bila kulminasi artinya titik tertinggi yang bisa terpantau semua mata, maka kebhinekaan (pelangi) Indonesia itu dapat difokuskan pada titik kulminasi agar menjadi pusat perhatian dan kebanggaan nasional. Keragaman yang amat tinggi milik Indonesia itu amat sangat inspiratif, didalamnya terdapat semua unsur yang tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia ini.

Sejak awal lahirnya negara Indonesia, bangsa lain amat heran melihatnya, misalnya Kanselir Jerman Barat Helmut Kunz saat masih muda pernah terpaku melihat Soekarno berpidato karena membanding dengan upaya permurnian ras oleh Jerman (era Nazi), Soekarno malah menyatukan segala perbedaan itu dalam mozaik pelangi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Paradox besar yang menyatakan universalisme itu akan menghilangkan diversifikasi menjadi ruah / hilang tenaganya untuk kasus NKRI. Kekuatan variasi yang kompleks memberikan nuansa yang dinamis dan membentuk rasa percaya bahwa perbedaan itu adalah anugerah yang terindah bagi manusia.

Meletakkan pelangi itu terlihat diseluruh tumpah darah Indonesia. - Orde Lama Pandangan Ortodoksi Politik. Kebenaran politik hanya milik pihak tertentu. Mengalihkan ajimat bangsa “pelangi” menuju perubahan baru. - Orde Baru Politik Sumberdaya Alam. Kharisma Politik individual. Si Kancil anak Nakal suka Nyolong Ketimun. Politisasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejenak membatasi fokus spektrum pelangi. - Orde Reformasi Menguak Cakrawala Industrialisasi Politik. Kebanjiran kebebasan. Hujan Badai Politik. Bintang Politik. Penghargaan Politik. Tamasya politik. (Dukungan teknologi informasi dan komunikasi, demokratisasi politik, kenikmatan politik, ajang para penggerutu, bercinta dengan politik para anggota parlemen yang menghabiskan waku untuk rapat politik, sosiopat, korupsi hati nurani ke dekadensi moral, panggung seniman politik (aktor politik, nyanyian politik, dukun politik, paranormal politik, kegilaan politik, sablon politik, ukiran politik, lambang politik, cap politik), korupsi politik, politik biaya tinggi, pertarungan intelektual politik dan premanisme politik, peralihan dan distribusi harapan dan kekuasaan politik, asupan gizi politik, intelijen politik, mimpi politik, kecantikan politik ide pencitraan, jabatan politik, politik massal ......................... ) Pelangi hadir di parlemen Indonesia. Pelangi ada dimatamu ... alangkah indahnya ..... pelangi dimatamu BLUNDER POLITIK - Kasus-kasus Politik Nasional. - Kasus-kasus Politik di Daerah.

EPILOG tulisan ini bahwa dalam mengenakan Baju Zirah dan Roh Politik Politik itu bukan hanya rejeki kota, atau nasib orang miskin, tetapi politik ada dalam diri kita masing-masing menjadi bawaan sejak lahir, ia memberikan energi, stamina, halusinasi yang sah alamiah humanis untuk dinikmati oleh setiap manusia.

Elan vital politik itu hak azasi manusia untuk mencapai kedigjayaan di muka bumi ini diantara ras manusia itu sendiri, bebas dari cengkeraman dimensi indera manusia, karena merupakan bawaan lahir setiap individu manusia saat eksis ke dunia ini.

Politik adalah bawaan lahir maunsia. Jadi kita tidak perlu khawatir tentang arti politik itu sendiri, karena politik ada dalam diri kita masing-masing. Kemampuan nurani manusia untuk meningkatkan kemampuan intelektualnya akan terpaut erat dengan kemampuan berpolitik.

Politik itu bebas dari konteks apa pun, karena menjadi bagian dari eksistensi setiap individu manusia, yang dapat digunakan dalam skala kecil maupun global. Pada saat intelektual manusia mampu mendapatkan tambahan pencerahan baru atau tingkatan kompleksitas baru, maka akan muncul pola baru perpolitikkan yang diwujudkan oleh manusia itu.

Adopsi atau penyebaran pola baru politik ini tergantung jangkauan sebaran gagasan politik tersebut, dari keluarga skala bertetangga sampai cakupan globalisasi. Dalam perjalanannya dapat saja mengalamai degradasi, ekspansi, atau bahkan menghilang dari pikiran manusia, sesuai dengan persepsi manusia itu sendiri untuk menilai bahwa gagasan itu sejalan dengan idealismenya masing-masing.

Makin kompleks kehidupan suatu masyarakat, maka makin potensial melahirkan gagasan politik yang eskalasinya tidak terbatas / global. Sebuah negara seperti Indonesia, dengan kompleksitas sumberdayanya, telah, akan dan terus menjadi salah satu domain utama politik di muka bumi ini. Batasannya adalah eksistensi peradaban umat manusia itu sendiri. Selama peradaban manusia tetap hadir, maka peran politik tetap eksis sampai akhir masa. Maka tidak ada kejahatan dalam hakekat politik itu sendiri, yang ada adalah pertarungan tiada henti antara ”roh” hitam dan putih yang ada di nurani manusia yang akan memberikan ciri karakter perwujudan politiknya dalam kehidupan manusia.

Maka politik adalah azimat alamiah yang terpatri disetiap jiwa manusia. Keberadaan pemerintahan, adalah wadah batasan mengakomodir seluruh dinamika politik kelompok manusia (bangsa) yang bersepakat membatasi dimensi politiknya agar mampu dikendalikan bersama. Kendali politik adalah tanggungjawab bangsa dalam suatu negara. Seorang pemimpin pernah mengatakan ”politik itu adalah obyektifitas yang jujur, tulus, ihklas dalam membangun harmonisasi, sinkronisasi dan sinergitas yang konstruktif”. Ini adalah sisi putihnya politik yang harus dijalankan spanjang masa untuk membentuk ketahanan dominansi dari serangan politik kekelaman. Politik yang kelam dapat memusnahkan eksistensi suatu peradaban, bahkan umat maunisa itu sendiri. Azimat politik tak pernah hilang selama manusia ada, bahkan hanya tinggal satu orang di bumi (???), melainkan dapat tereduksi atau meningkat kesaktiannya, tergantung kemampuan dan komitmen bangsa-bangsa yang memegangnya. Memegang teguh komitmen politik yang disepakati bersama adalah kunci pengendalian politik suatu negara, hal ini menjadi ”kerangkeng” dalam arti positip untuk menjaga kemampuan pengendalian politik kebangsaan. Pihak lain dapat saja menganggap apa yang dimiliki orang lain itu ”hitam”, namun bila dipertahankan dengan konsisten dan berkelanjutan, dalam suatu masa dapat saja menjadi acuan bagi banyak pihak lainnya, karena politik itu pada hakekatnya suatu mekanisme yang mampu mencari jalannya sendiri seiring dengan waktu, selama manusia masih ada.

Politik suatu negara amat penting dievaluasi dan dikembangkan sesuai perkembangan umat manusia, pada saat suatu bangsa berhenti menilai politik negaranya dan berdiam diri, maka antisipasi dominasi politik pihak lain akan mendapat jalan untuk mempengaruhi bahkan akan menelan negara itu. Jangan ada kekhawatiran terhadap politik, karena politik ada dalam diri kita masing-masing dalam kesetaraan derajad semua orang dalam dimensi bumi umat manusia.

Indonesia menjadi amat istimewa dari amat banyak keunggulannya, meski dikatakan belum terkelola dengan baik dan benar, tentu saja Indonesia tak bisa di duga terus akan melahirkan kejutan-kejutan bagi internal mau pun eksternal. Khusus dunia politik amat memerlukan policy analysis (kajian kebijakan) dalam penyelenggaraan pemerintahannya agar tetap eksis sepanjang masa.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun