Kebhinekaan itu adalah cerminan karya tertinggi dari Sang Pencipta, yang membuat setiap orang itu berbeda, meski terlahir kembar. Itulah ciri bawaan atau kodrat keutamaan kedigjaan dari ras manusia. Maka Indonesia adalah suatu negara yang akan amat besar bila kebhinekaan itu mendapat saluran yang ideal dalam pemerintahan yang eksis yaitu Republik Indonesia.
Selama hal itu tidak terakomodasi dalam negara Indonesia, maka kesepakatan politik mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat mengalami degradasi politik, bahkan pemusnahan kesepakatan politik. Karena Indonesia dengan potensi kebhinekaannya itu, secara kodrati juga secara dinamis berkesinambungan menjadi incaran politik seluruh kepentingan politik lainnya yang dominan di muka bumi ini.
Maka waspadalah kau Indonesia, karena kamu amat cantik bagi semua orang lainnya yang ada di muka bumi ini. Keelokan dan kecantikanmu menjadi magnet yang menarik semua hal, jadi Indonesia jangan heran, bila Kamu amat banyak yang meminang, menggoda, menyerang dan lain-lain baik secara putih, hitam, mau pun abu-abu.
Indonesia … merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangatmu Indonesia … debar jantungku, getar nadiku berbaur dalam angan-anganmu ..... Kebyar .... kebyar ..... Pelangi Jingga !!!! (Gombloh).
Keren-nya gerai warna – warni Indonesia adalah spektrum Sorgawi tiada duanya di dunia ini, yang dengan semangat luar biasa dinyanyikan oleh Gombloh yang seniman cukup miskin secara fisik itu ...... Maka jangan ada yang merebut sorga itu baik dari internal Indonesia maupun eksternal Indonesia. Maka ”aku memuji kebesaranMu .... ajaib Tuhan ... ajaib Tuhan .....”. Marilah ... datanglah ... bersama Kita jadikan sorga dan pertahankan selama-lamanya (eternity !!!) sorga ini bagi kemaslahatan seluruh umat manusia di bumi ini sesuai dengan kelinuwihan luhur wasiat politik pendiri bangsa – negara Indonesia dalam Maklumat Naskah Proklamasi dan Pembukaan serta Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka domain landasan pola dasar politik Indonesia adalah kesepakatan mendirikan Republik Indonesia dengan tujuan politiknya dalam preambule.
Kesepakatan ini menjadi awal komitmen politik bersama untuk eksistensi Indonesia di muka bumi ini. Beberapa kiat politik itu berlaku universal dan kita yang hidup di Indonesia - pun, tidak dapat luput dari azas universalitas politik, maka semampunya kita gali peran politik itu pada era paska dan pos kemerdekaan. Politik Kolonial. Politik pecah belah adu ayam, adu kambing, domba, kerbau, jangkrik, harimau, ikan, manusia dan lain-lain.
Politik kolonial adalah representasi psikologi hewan dan adu manusia. Hewan dikategorikan dari yang kecil sampai yang besar. Kita menggunakan analogi hewan, karena hewan tak bisa protes. Struktur masyarakat dalam politik kolonial itu kerap identik dengan masyarakat hewan dengan ciri dan karakternya yang masing-masing unik dan alamiah. Pendayagunaan aset politik dengan pola ini, seringkali tidak kita sadari pada era kolonial yang sinonim dengan parabel dan artikulatif.
Masyarakat bangsa-bangsa yang dibuat berdasarkan kategori dunia ketiga (underdeveloped countries) atau negara maju yang membuat cap dirinya sebagai lebih humanitarian dan peka akan kemanusiaan dan merasa sudah menjadi manusia yang sebenarnya (truly human being).
Di sisi lain, kaum oriental-pun tak henti-hentinya memuja superioritas peradabannya masing-masing. Bahkan faham politik komunis lebih jauh lagi menyatakan kita dapat menjadi Allah, yang membatasinya hanya tahapan pencapaian intelektual manusia, pada saat kecerdasan manusia telah mampu mencapai kesetaraan dengan Sang Penciptanya, maka dialah Allah itu sendiri ..................!!!!
Pembangunan jalan Anyer – Panarukan yang dilakukan oleh Belanda di masa lalu merupakan contoh nyata di Indonesia, bagaimana banyak orang dapat dipekerjakan dengan paksa sampai mati oleh poltiik kolonial tanpa ada daya untuk mengetahui harkat-martabatnya.
Sekitar tahun 211 BC Kaisar China Pertama yang mampu mempersatukan China sekarang sampai Vietnam dan Thailand, Qin Shi Huang Di berhasrat menjadi kaisar abadi. Kekuasaan politik yang dibangunnya sedemikian hebat dan amat besar, sehingga ia merasa sudah setara dengan para dewa. Lalu ia melakukan negosiasi politik dengan para dewa melalui persembahan keji darah manusia. Tawaran politiknya kepada para dewa, bahwa prestasinya sebagai kaisar yang menyatukan separoh bumi harus dihargai, sehingga dia berhak mendapatkan kehidupan kekal atau bagian nyata dikerajaan surga. Namun pada saat melakukan persembahan itu, terjadi alam murka dan kaisar merasa hal itu merupakan penolakan Chi di dunia Yang (nyata). Solusi penolakan itu, maka kaisar menyiapkan kekaisarannya dalam alam roh / kehidupan akhirat atau dunia Ying (Arwah). Kekaisaran Xian Yang membangun ibu kota orang mati. Kubah yang dibuat dari permata sehingga menyerupai kilauan bintang langit. Sungai-sungai yang dibuat dengan air raksa. Seraya terus berupaya dengan beragam cara untuk hidup abadi, sampai cara konyol terus bergerak bersama pasukannya keseluruh penjuru negeri agar tetap hidup. Bahkan ia menggunakan segala cara dari mistis sampai penjelajahan geografis ke pulau yang katanya terdapat ramuan untuk hidup abadi. Untuk membangun kerajaan akhirat itu, maka para insinyurnya diwajibkan membangun monumen konfigurasi ibu kota akhirat lengkap dengan seluruh pasukan kaisar secara lengkap yang terkenal dengan monumen ”terakota”. Dalam usia 49 tahun kaisar yang membangun tembok China itu mangkat, karena meminum ramuan abadi yang berisi merkuri. Setelah kurang dari 3 dekade ia mendirikan kekaisaran China. Penggantinya putra bungsunya hanya memerintah 4 tahun sebelum dikalahkan oleh suku Han sebagai suku pertama yang ditaklukkan sang kaisar. Kekaisaran Han mampu menguasai China selama 400 tahun setelah Kekaisaran Qin. Warisan Qin yang berharga adalah politik penyatuan suku bangsa China masa lalu. Mao Tze Tung adalah kaisar China modern yang juga melanjutkan politik unifikasi China dengan membatasinya dengan politik komunisme. Pesan utama unifikasi politik yang dilakukan dari masa lau ke masa kini itu adalah kesepakatan bersama banyak suku di suatu wilayah seperti China (meski awalnya dengan paksaan seorang kaisar penakluk) untuk mengurung diri dalam dimensi politik yang mampu mereka kendalikan dari masa ke masa.