Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Namanya Euis

8 Juni 2024   23:07 Diperbarui: 8 Juni 2024   23:07 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto by Instagram.com/rizkagunawan

Pertama kali aku bertemu dengan gadis itu di sebuah Angkutan Pedesaan terkenal dengan sebutan Angdes yang melayani jalur Legok ke Conggeang, sebuah desa di Kabupaten Sumedang. 

Kesan pertama dari gadis asal tatar Sunda ini, memiliki wajah yang lembut, dengan kecantikan yang terpancar dari sorot matanya yang indah. 

Dalam Angdes itu aku duduk persis di hadapannya sehingga sering kali mencuri pandang. Betah rasanya memandang wajahnya yang teduh. 

Gadis ini masih mengenakan pakaian kerja sebuah mini market terkenal. Tampaknya gadis ini baru pulang kerja shift malam di sebuah mini market di Legok. 

Tadi aku masih ingat dia naik Angdes ini di pertigaan Legok. Mungkin ini adalah Angdes yang paling malam yang menuju ke arah Conggeang dan Buah Dua. 

Dalam Angdes itu hampir semua penumpang sudah turun kecuali aku dan gadis itu. Aku akhirnya harus turun karena tempat tujuanku sudah sampai. 

Aku turun di pojokan Alun-alun Conggeang, sempat mengucapkan permisi karena harus melewati tempatnya dia duduk. Setelah membayar ongkos, aku memperhatikan gadis itu sendirian di Angdes itu.  

Baru aku menyesal kenapa tadi tidak sempat menyapanya padahal itu kesempatan, karena dalam angkutan itu hanya tinggal aku dan gadis itu.  Penyesalan selalu ada di belakang. 

Hari Minggu itu aku baru saja kembali ke lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN), usai pulang ke Bandung. Selama tiga pekan berada di kegiatan KKN, baru sekali ini pulang, itupun karena Ibuku sedang sakit. 

Untung saja ada Alan Erlangga sahabat kentalku asal Surabaya yang bisa menggantikan fungsiku sebagai Ketua Kelompok Tim KKN di Desa Conggeang. 

Sebelum KKN di Desa Conggeang ini, Ibuku memang sudah sakit. Usia Ibu yang sudah 80 tahun mungkin juga sebagai salah satu faktor penyakit yang saat ini ada dalam tubuhnya. 

Menurut diagnosa dokter, pembekakan arteri di sekitar jantungnya akibat komplikasi penyakit diabetesnya. Ibu memang kurang disiplin dalam menjaga gula darah dalam tubuhnya. 

Untung saja saat aku menjenguknya,sudah banyak kemajuan yang saat ini dialami Ibu. Aku juga bersyukur karena tempat KKN ini memungkinkan aku bisa menjenguk Ibu setiap akhir pekan. 

"Bagaimana kabar ibumu?" Tanya Alan tanpa menoleh krepadaku karena jari-jemari pria ganteng ini sibuk menghadapi keyboard laptopnya. 

"Alhamdulillah Ibu sudah membaik. Sekarang sudah tidak perlu opname lagi. Ibu sudah di rumah," jawabkusambil aku merebahkan di atas kasur karena begitu lelah hari ini. 

"Hen! Ibumu masih menanyakan terus, siapa pacarmu, calon istrimu?" 

"Ibu sudah tidak sesering dulu lagi menanyakan tentang calon istri." 

"Hen, harap maklum. Kamu itu anak tunggal sebentar lagi lulus kuliah dan bekerja. Pasti Ibumu mengharapkan kamu secepatnya menikah dengan calon istrimu." Kata Alan.

Aku sejenak termenung mendengar perkataan Alan ini. Jujur saja sejak aku ditinggal pergi Erika karena dijodohkan orang tuanya, hatiku saat ini masih belum lagi terbuka.  

"Sudahlah Hendarno. Erika itu adalah masa lalumu," kembali suara Alan seakan mendengar apa keluhan yang ada dalam hatiku. 

"Mulailah membuka diri untuk Aini Mardiyah, Intan Pertiwi atau Tifany Anastasya. Kamu tinggal pilih salah satu dari mereka," ujar Alan meneruskan. 

"Aduh Alan jangan ngawur!" 

"Lho. Kamu harusnya tahu bagaimana sorot mata Aini kalau sedang berbincang denganmu. Gadis berhijab yang rupawan itu suka padamu. Atau Intan dan Tiffany, mereka jelas mengagumimu," kembali alan memprovokasi. 

"Sudahlah Alan! Aku mau mandi dan istirahat hari ini capek banget." 

Malam itu benar-benar lelah sehingga tidur begitu pulas. Sampai-sampai salat Shubuh tidak sempat berjamaah di Masjid, aku hanya salat di rumah. Alam sempat membangunkan saat itu tapi rasa kantukku tidak bisa dilawan. 

Agenda hari Senin adalah rutinitas melakukan briefing di Kantor Desa bersama Kepala Desa dan semua aparatnya. Dalam acara itu aku sebagai Ketua Tim KKN melaporkan semua progres yang sudah dicapai selama 4 pekan terakhir. 

Usai acara di Kantor Desa, aku dan Alan memantau panen jamur merang untuk pertama kalinya di sebuah tempat pinggir pesawahan pinggiran desa. 

Tiga mahasiswa lainnya ada yang tetap berada di Kantor Desa memberikan penyuluhan tentang manajemen keuangan desa. 

Agenda padat hari itu berjalan dengan lancar. Hari sudah hampir sore ketika aku dan Alan kembali menuju tempat kost. Sebelumnya sempat singgah di Masjid Alun-alun Conggeang untuk salat Ashar. 

Tiba-tiba aku merindukan gadis yang kujumpai di Angdes malam itu. Wajahnya yang teduh dan sorot matanya yang menenteramkan. 

Aku masih merasa yakin pada suatu hari akan bertemu dengannya lagi. Desa Conggeang yang areanya relatif kecil ini tentu sangat mudah untuk mencari gadis itu. 

Pada pekan terakhir KKN di Desa Conggeang, aku kembali harus menjenguk Ibu karena harus menjalani rawat inap lagi. Di Ruang Perawatan RS Santosa itu terbaring. Melihat ku datang, wajahnya terlihat bercahaya dan senyumnya menyambutku. 

Aku memeluk Ibu sambil memberikan semangat dan berdoa agar semua penyakitnya segera hilang dari tubuhnya. Rasanya aku merasa senang melihat Ibu tersenyum. 

Walaupun hanya sebentar menjenguk Ibu tapi aku merasakan ketenangan hati dan optimis dengan kesehatannya yang trus semakin membaik. 

Lumayan hampir seharian menemani Ibu di Ruang Rawat itu. Baru selepas Isya aku harus kembali menuju Desa Conggeang tempat dimana aku menjalani program KKN. 

Menggunakan Bus jurusan Cirebon dari Cicaheum, lalu turun di pertigaan Legok. Dari sini menggunakan Angdes untuk menuju Desa Conggeang. 

Aku melihat masih ada satu Angdes sedang menunggu para penumpang. Ada 5 penumpang di dalam dan aku adalah penumpang yang ke-6. 

Tanpa sadar aku menoleh ke arah sebuah Mini Market di seberang jalan. Seorang gadis masih dengan pakain seragam birunya, terlihat bergegas menghampiri Angdes. 

Aku terkejut ternyata gadis itu yang tempo hari bertemu di Angdes ini. Oh Tuhan akhirnya aku bertemu dia lagi. Kali ini aku tidak boleh kehilangan kesempatan untuk berkenalan. 

Mungkin karena hari sudah larut hampir jam 9 malam, Angdes mulai bergerak menuju Desa Conggeang. Satu persatu penumpang turun kini hanya tinggal aku dan gadis itu. 

Angdes itupun tiba di pojok alun-alun dimana ada gang tempat aku mondok, tapi aku tidak turun di sana. Aku masih duduk bersama gadis itu. 

Angdespun terus melaju ke arah Buah Batu melewati batas Desa Conggenag. Hanya beberapa puluh meter dari batas Desa, Gadis itu memandangku sambil bergumam. "Aku turun di sini!" Kata gadis cantik itu setengah berbisik. 

"Stop Pak!" Seruku. Akupun turun bersama gadis itu lalu membayar ongkos. "Mas ini kelebihan." Kata Pak Sopir. 

"Untuk dua orang Pak." Aku lihat Pak Sopir terheran-heran dengan kalimatku. 

"Mbak tunggu! Boleh aku mengantarmu?" Aku mulai menyapa gadis di sampingku. 

"Mas ini yang dulu pernah bertemu di Angdes ini ya?" Suara gadis itu lembut dan merdu. Senyumnya menghiasi bibirnya yang terlihat pucat, mungkin terlalu capek sudah bekerja seharian.

Aku mengangguk lalu mengulurkan tangan sambil menyebut: "Hendarno." 

"Euis Puspitawati!" Katanya sambil menerima uluran tanganku. 

Tangannya terasa dingin. Mungkin karena sudah larut malam sehingga udara semakin dingin. 

Angin malam yang dinginnya menyentuh pori-pori, membuat bulu-bulu kulit tubuhku berdiri. Aku berjalan mendampingi Euis melewati rumah-rumah yang semakin jarang. 

Euis tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Mas sampai di sini saja mengantarnya!" Kata Euis sambil menatapku. 

Sepasang mata yang teduh tatapannya begitu menenteramkan. Sungguh gadis Priangan ini benar-benar mengesankan hatiku.  

"Rumahmu masih jauh?  Tanyaku. 

"Enggak Mas. Tuh sudah terlihat." Sambil menunjukkan sebuah rumah di tengah rimbunnya pepohonan. 

Rumah itu terpencil dari rumah-rumah penduduk lainnya. Akhirnya aku hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Euis. 

Aku berpisah dengan gadis bernama Euis Puspitawati dan membiarkan dirinya hilang setelah melewati jalan yang berbelok. 

Aku berbalik badan, bergegas meninggalkan tempat itu. Namun ternyata aku seperti tersesat karena tidak menemukan jalan yang tadi dilalui. 

Aku memperhatikan sekelilingku. Ini sebuah jalan setapak yang berujung di sebuah Gapura. 

Aku bersegera berjalan cepat menuju ujung jalan tersebut sampai akhirnya bertemu dengan jalan raya beraspal. 

Malam semakin sepi tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Akupun kembali berjalan menelusuri arah ke Desa Conggeang. 

Aku bersyukur ternyata masih ada rezeki di belakangku ada seorang pengendara motor menuju ke arahku. "Ojek!" Seruku. 

Pengendara motor itu berhenti di sampingku. "Bukan Kang!" Jawab lelaki separuh baya itu. 

"Oh Maaf, tapi Pak boleh saya ikut sampai Alun-alun Conggeang?" 

"Iya boleh Kang. Tadi saya lihat Akang keluar dari Gapura Makam di sana?" Tanya Lelaki pengendara motor itu. 

"Gapura Makam? Bukankah itu Gapura sebuah Desa?" 

"Bukan Kang!" 

"Tadi saya baru mengantar seorang gadis di desa itu bernama Euis!" Aku mencoba menjelaskan. 

"Euis? Itu kan tetangga saya. Rumahnya persis di depan rumah saya." Kata Lelalki pengendara motor itu. "Lagi pula Euis sudah meninggal setahun yang lalu karena tertabrak mobil di pertigaan Legok persisi di depan tempat kerjanya." 

Aku hanya bisa tertegun di depan lelaki pengendara motor itu selanjutnya aku sendiri seperti orang yang linglung seperti berada di dunia yang penuh dengan keghaiban. 

@hensa17.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun