Menurut diagnosa dokter, pembekakan arteri di sekitar jantungnya akibat komplikasi penyakit diabetesnya. Ibu memang kurang disiplin dalam menjaga gula darah dalam tubuhnya.Â
Untung saja saat aku menjenguknya,sudah banyak kemajuan yang saat ini dialami Ibu. Aku juga bersyukur karena tempat KKN ini memungkinkan aku bisa menjenguk Ibu setiap akhir pekan.Â
"Bagaimana kabar ibumu?" Tanya Alan tanpa menoleh krepadaku karena jari-jemari pria ganteng ini sibuk menghadapi keyboard laptopnya.Â
"Alhamdulillah Ibu sudah membaik. Sekarang sudah tidak perlu opname lagi. Ibu sudah di rumah," jawabkusambil aku merebahkan di atas kasur karena begitu lelah hari ini.Â
"Hen! Ibumu masih menanyakan terus, siapa pacarmu, calon istrimu?"Â
"Ibu sudah tidak sesering dulu lagi menanyakan tentang calon istri."Â
"Hen, harap maklum. Kamu itu anak tunggal sebentar lagi lulus kuliah dan bekerja. Pasti Ibumu mengharapkan kamu secepatnya menikah dengan calon istrimu." Kata Alan.
Aku sejenak termenung mendengar perkataan Alan ini. Jujur saja sejak aku ditinggal pergi Erika karena dijodohkan orang tuanya, hatiku saat ini masih belum lagi terbuka. Â
"Sudahlah Hendarno. Erika itu adalah masa lalumu," kembali suara Alan seakan mendengar apa keluhan yang ada dalam hatiku.Â
"Mulailah membuka diri untuk Aini Mardiyah, Intan Pertiwi atau Tifany Anastasya. Kamu tinggal pilih salah satu dari mereka," ujar Alan meneruskan.Â
"Aduh Alan jangan ngawur!"Â