"Lho. Kamu harusnya tahu bagaimana sorot mata Aini kalau sedang berbincang denganmu. Gadis berhijab yang rupawan itu suka padamu. Atau Intan dan Tiffany, mereka jelas mengagumimu," kembali alan memprovokasi.Â
"Sudahlah Alan! Aku mau mandi dan istirahat hari ini capek banget."Â
Malam itu benar-benar lelah sehingga tidur begitu pulas. Sampai-sampai salat Shubuh tidak sempat berjamaah di Masjid, aku hanya salat di rumah. Alam sempat membangunkan saat itu tapi rasa kantukku tidak bisa dilawan.Â
Agenda hari Senin adalah rutinitas melakukan briefing di Kantor Desa bersama Kepala Desa dan semua aparatnya. Dalam acara itu aku sebagai Ketua Tim KKN melaporkan semua progres yang sudah dicapai selama 4 pekan terakhir.Â
Usai acara di Kantor Desa, aku dan Alan memantau panen jamur merang untuk pertama kalinya di sebuah tempat pinggir pesawahan pinggiran desa.Â
Tiga mahasiswa lainnya ada yang tetap berada di Kantor Desa memberikan penyuluhan tentang manajemen keuangan desa.Â
Agenda padat hari itu berjalan dengan lancar. Hari sudah hampir sore ketika aku dan Alan kembali menuju tempat kost. Sebelumnya sempat singgah di Masjid Alun-alun Conggeang untuk salat Ashar.Â
Tiba-tiba aku merindukan gadis yang kujumpai di Angdes malam itu. Wajahnya yang teduh dan sorot matanya yang menenteramkan.Â
Aku masih merasa yakin pada suatu hari akan bertemu dengannya lagi. Desa Conggeang yang areanya relatif kecil ini tentu sangat mudah untuk mencari gadis itu.Â
Pada pekan terakhir KKN di Desa Conggeang, aku kembali harus menjenguk Ibu karena harus menjalani rawat inap lagi. Di Ruang Perawatan RS Santosa itu terbaring. Melihat ku datang, wajahnya terlihat bercahaya dan senyumnya menyambutku.Â
Aku memeluk Ibu sambil memberikan semangat dan berdoa agar semua penyakitnya segera hilang dari tubuhnya. Rasanya aku merasa senang melihat Ibu tersenyum.Â