Pertama kali aku bertemu dengan gadis itu di sebuah Angkutan Pedesaan terkenal dengan sebutan Angdes yang melayani jalur Legok ke Conggeang, sebuah desa di Kabupaten Sumedang.Â
Kesan pertama dari gadis asal tatar Sunda ini, memiliki wajah yang lembut, dengan kecantikan yang terpancar dari sorot matanya yang indah.Â
Dalam Angdes itu aku duduk persis di hadapannya sehingga sering kali mencuri pandang. Betah rasanya memandang wajahnya yang teduh.Â
Gadis ini masih mengenakan pakaian kerja sebuah mini market terkenal. Tampaknya gadis ini baru pulang kerja shift malam di sebuah mini market di Legok.Â
Tadi aku masih ingat dia naik Angdes ini di pertigaan Legok. Mungkin ini adalah Angdes yang paling malam yang menuju ke arah Conggeang dan Buah Dua.Â
Dalam Angdes itu hampir semua penumpang sudah turun kecuali aku dan gadis itu. Aku akhirnya harus turun karena tempat tujuanku sudah sampai.Â
Aku turun di pojokan Alun-alun Conggeang, sempat mengucapkan permisi karena harus melewati tempatnya dia duduk. Setelah membayar ongkos, aku memperhatikan gadis itu sendirian di Angdes itu. Â
Baru aku menyesal kenapa tadi tidak sempat menyapanya padahal itu kesempatan, karena dalam angkutan itu hanya tinggal aku dan gadis itu. Â Penyesalan selalu ada di belakang.Â
Hari Minggu itu aku baru saja kembali ke lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN), usai pulang ke Bandung. Selama tiga pekan berada di kegiatan KKN, baru sekali ini pulang, itupun karena Ibuku sedang sakit.Â
Untung saja ada Alan Erlangga sahabat kentalku asal Surabaya yang bisa menggantikan fungsiku sebagai Ketua Kelompok Tim KKN di Desa Conggeang.Â
Sebelum KKN di Desa Conggeang ini, Ibuku memang sudah sakit. Usia Ibu yang sudah 80 tahun mungkin juga sebagai salah satu faktor penyakit yang saat ini ada dalam tubuhnya.Â