Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepanjang Trotoar Kebun Raya Bogor

16 Oktober 2023   16:22 Diperbarui: 25 Mei 2024   18:31 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trotoar Kebun Raya Bogor (Foto Tribunnews.com). 

Tidak pernah menyangka, Trotoar Kebun Raya Bogor menyimpan kisah begitu mengharukan bagi Anindia Nilajuwita. Kisah masa SMA yang selalu terpatri di dalam hati gadis cantik ini. 

Anindia dan Renita Utami, pada siang itu baru saja meninggalkan halaman sekolah. Beberapa Bemo, kendaraan roda tiga khas Kota Bogor sudah menunggu di depan sekolah. 

Namun Anin dan Renita tidak naik kendaraan tersebut. Mereka malah menyeberang Jalan Ir H Juanda menuju trotoar Kebun Raya Bogor. 

Siang itu Kota Bogor baru saja diguyur hujan sehingga udara terasa sejuk. Anin dan Renita dengan nyaman menyusuri trotoar Kebun Raya Bogor mengarah ke Gerbang Istana Presiden. 

Mereka sengaja berjalan kaki menuju rumah masing-masing. Anin rumahnya di Jalan Pangrango sedangkan Renita di Jalan Salak. Jarak dari SMA mereka di Jalan Juanda hanya sekitar 2 Km.  

Dua gadis remaja ini asyik mengobrol diselingi tawa mereka yang lepas. Gaya remaja yang tengah tumbuh mekar bagaikan bunga ranum nan cantik menebar pesona. 

"Nit! Mas Pras kapan pulang ke Bogor?" Tanya Anin. 

"Gak tahu. Harusnya sih pulang akhir pekan ini. Ini kan baru saja liburan semester untuk mahasiswa." Jawab Renita. 

"Jangan-jangan di Bandung Mas Pras udah punya pacar sehingga gak pulang ke Bogor." Suara Anin dengan rasa khawatir. 

"Ah Gak mungkin. Mas Pras itu orangnya pemalu. Sama kamu saja gak berani nembak." Kata Renita sambil ketawa. 

Anin juga tertawa mendengar jawaban Renita. Ada rasa lega dalam hati Anin dengan jawaban Renita. 

"Coba kalau kakakmu berani nembak aku. Wah Renita, bukan hanya jadi seorang sahabat tapi juga jadi adik iparku." Timpal Anindia dengan suara tegas. Kembali dua remaja ini tertawa lepas. 

"Pilih mana sahabat atau ipar?" Tanya Anin. 

"Aku mau pilih keduanya." Jawab Renita. Kembali mereka tertawa memancarkan keceriaan remaja pada usia puber mereka. 

"Anin kemarin aku ketemu Robi. Katanya dia baru kirim surat sama kamu ya. Apa dia nembak lewat surat?" Tanya Renita menyelidik. 

"Iya sih, tapi aku males membalas suratnya. Nembak kok pake surat." 

"Lho itu masih bagus Robi berani nembak kamu walaupun pake surat. Atau nanti kalau ketemu Robi lagi, aku bilang sama dia kalau Anin maunya ditembak langsung." 

"Eh jangaaaaan Nita. Awas ya!" Kata gadis anggun ini sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Renita.  

Renita tertawa renyah memecah senja yang tanpa Mentari karena langit masih mendung. Warna kelabunya membekas menyisakan titik-titik hujan yang masih tertahan. 

Renita sebenarnya tahu bahwa Anin sangat mengagumi Prasaja, kakak kandungnya. Wajar saja jika Robi yang terus bersemangat mendekati Anindia, gadis cantik semampai berambut panjang ini. 

Renita sendiri sebenarnya sudah kerap kali memberitahu kakaknya, Prasaja, bahwa harusnya dia sedikit saja memiliki kepekaan terhadapa perasaan Anindia. Tapi Prasaja selalu menutup dialog yang berkaitan dengan Anindia. 

Prasaja Utama adalah sosok pemuda pemalu. Kakak kandung Renata Utami ini adalah kakak kelas ketika masih sama-sama SMA. 

Kini Prasaja tengah menuntut ilmu di sebuah PTN terkenal di Bandung mengambil jurusan pada Fakultas Teknik Kimia. 

Tentang Prasaja yang tidak berani menembak seperti dikatakan oleh adiknya, Renita. Anin jadi teringat kisah tak akan terlupakan. 

Saat itu pada suatu sore sepulang ekskul Pramuka, Anindia berpapasan dengan Prasaja di Gerbang Sekolah. 

Melihat Prasaja berjalan di depannya, Anin mengejar dan menyapa pemuda ganteng itu. Anin saat itu masih kelas satu sedangkan Prasaja sudah kelas 3. 

"Mas Pras gak bawa motor?" 

"Iya Anin."

"Yuk Mas kita jalan saja bareng menyusuri trotoar Kebun Raya." Ajak Anin. Prasaja mengangguk sambil tersenyum. 

Mereka beriringan berjalan menapak setiap jengkal trotoar Kebun Raya itu. Melewati Gerbang Istana Presiden menuju Jalan Jalak Harupat menuju arah Lapangan Sempur. 

"Mas bulan depan sudah mau ujian akhir ya. Nanti Mas Pras rencana kuliah di mana?"  

"Saya mau kuliah Teknik Kimia di Bandung. Kamu sendiri nanti kuliah di mana Nin?" 

"Mas Pras, ini pertanyaannya terlalu jauh. Aku kan masih kelas satu. Tapi cita-citaku sih pingin jadi ahli lingkungan. Bisa juga ntar aku kuliah di Bandung juga." Jelas Anindia sambil melemparkan senyum. 

Prasaja hanya kalem saja menimpali perkataan Anindia. Gadis berkulit putih ini hanya bisa maklum karena Prasaja memang pemuda pendiam. 

Anin juga sudah hafal setiap berdialog dengannya, dia harus pandai-pandai memancing obrolan. 

"Mas Pras gadis-gadis Bandung cantik-cantik lho. Ntar di sana Mas Pras jangan-jangan  kecantol." Anindia ceplos saja berkata demikan hanya sekedar memancing obrolan. 

Namun sebenarnya Anin juga ingin tahu, apa sebenarnya kedalaman hati sosok dari Prasaja Utama yang sangat dia kagumi. 

"Ah di Bogor juga gadis-gadisnya cantik-cantik." Kata Prasaja. 

"Masa sih Mas Pras. Kok tahu kalau gadis Bogor cantik-cantik?" Tanya Anin mulai nakal dengan pertanyaan ini. 

"Iya maksudnya gadis-gadis cantik itu bukan ada di Badung saja." Suara Prasaja mulai gugup karena merasa terpojok. 

"Beri contoh dong di Bogor siapa gadis cantik yang paling Mas Pras sukai?" Prasaja semakin terpojok dengan pertanyaan Anin ini. 

"Sudahlah Nin jangan bikin saya kebingungan." Suara Prasaja mulai menyerah. Anindia tertawa penuh ceria sementara Prasaja hanya bisa tersenyum. 

"Begini Anin. Selama ini saya belum pernah memikirkan untuk berhubungan dengan seseorang, maksudnya pacaran. Saya masih ingin studi mencapai cita-cita yang selama jadi impian."

"Iya Mas Pras. Maaf ya aku tadi cuma bercanda." 

Tidak terasa dua sejoli ini menyusuri trotoar sepanjang Kebun Raya yang ada di Jalan Jalak Harupat. Setelah melewati Lapangan Sempur, mereka harus berpisah, Prasaja menuju Jalan Salak sedangkan Anindia ke arah Jalan Pangrango. 

"Anin hati-hati ya!" Ketika mereka berpisah Prasaja masih sempat berpesan yang membuat Anin merasakan perhatian dari Prasaja. 

Mungkin itu adalah kenangan yang tidak mungkin lagi terulang. Anindia ternyata melanjutkan kuliah di Kota Gudeg pada sebuah Perguruan Tinggi Negeri terkemuka. 

Tahun-tahun berjalan dan Anin baru merasakan Prasaja semakin terasa jauh. Bahkan lebih jauh dari jarak antara Bandung dan Yogyakarta dimana mereka tengah menuntut ilmu. 

Pada setiap liburan semester  Anindia pulang ke Bogor. Setiap liburan di Bogor hanya ada satu nama yang Anindia hubungi. Siapa lagi kalau bukan Renita. 

Mereka akhirnya menyepakati bertemu di sebuah Cafe sekitar jalan Pangrango. Kedua gadis yang sudah tidak remaja ini saling tatap tidak percaya. Maklum mereka berpisah hampir dua tahun. Anindia memeluk Renita Utami penuh kerinduan yang dalam. 

Pelukan seorang sahabat yang sangat dekat. Bukan saja karena Anindia menyimpan rasa cintanya kepada kakaknya Renita, tapi persahabatan mereka sejak SMA benar-benar tulus. 

"Nita! Aku kangen sama kamu." 

"Aku juga Anin." Balas Renita. 

"Mas Pras pulang ke Bogor?" Ini adalah pertanyaan klasik setiap Anindia bertemu dengan Renita. 

"Iya. Mas Pras sekarang ada di Bogor." Jawab Renita. 

Mendengar ini, Anindia memancarkan wajah yang cerah dengan senyum penuh kebahagiaan. 

"Nit! Nanti kita ke rumahmu ya. Aku pingin ketemu Mas Pras." 

Mendengar permintaan Anindia, terlihat wajah Renita menggambarkan keraguan. Anin juga merasakan respon dingin Renita terhadap ajakannya. 

"Ada apa Nita? Kamu sudah tidak mendukungku lagi ya?" 

Renita tetap hanya terdiam dengan mimik wajah yang penuh pertanyaan bagi Anin. 

"Nita ada apa dengan Mas Pras? Katakan saja Nit. Apakah Mas Pras sudah menikah?" 

Menghadapi pertanyaan Anindia ini akhirnya Renita hanya mampu mengangguk sambil berucap pelan. "Mas Pras sudah bertunangan." 

Bagi Anindia ini adalah kabar yang paling buruk yang pernah dia dapatkan dalam hidupnya. Selama ini Anin terlalu berharap kepada cinta seorang Prasaja Utama. 

Apalagi harapan itu selalu tumbuh dengan dukungan adik kandungnya, Renita Utami. Ternyata kini cinta itu telah kandas karena Prasaja lebih mencintai wanita yang sekarang menjadi istrinya. 

Pesahabatan antara Anindia dan Renita hampir saja retak jika tidak segera menyadari bahwa tali persahabatan mereka terlalu kuat untuk diputus. 

***

Acara akad nikah untuk kedua mempelai sudah siap berlangsung. Masjid Raya Bogor menjadi saksi bisu bagi bertemunya dua hati yang saling terpaut dengan ikatan cinta. 

Prasaja Utama duduk dengan tegak menghadapi Wali dari mempelai wanita. Maka terucaplah kalimat sakral ijab dan qobul. Tegas dan mantap ucapan yang keluar dari bibir Prasaja. Semua saksi menyatakan sah atas ucapan akad nikah tersebut. 

Saatnya kini mempelai wanita dihadirkan di tengah para hadirin. Anindia Nilajuwita hadir di tengah para undangan, sangat cantik dan anggun dengan pakaian pengantin kebaya berwarna putih. 

Sementara itu pada bagian kepala, ada mahkota perhiasan yang bernama Siger. Aksesori ini melambangkan kehormatan dan kebijaksanaan dari wanita Sunda. 

Anindia melangkah penuh dengan keanggunan. Wajah cantiknya bercahaya penuh dengan hiasan kebahagiaa dengan binar-binar mata menyejukkan. Anindia Nilajuwita akhirnya berjodoh dengan Prasaja Utama. 

Adzkia Samha Saufa istri Prasaja Utama. Mereka sudah berumah tangga 10 tahun namun masih belum juga dikaruniai seorang anak. Apalagi rahimnya kini sudah diangkat karena kanker yang dideritanya sehingga membuat dirinya tidak mungkin lagi punya anak. 

Adzkia akhirnya menutup mata selamanya karena kanker tersebut. Prasaja sangat terpukul dengan kepergian istrinya. Arah jalan hidupnya sempat tidak menentu.  

Anindia yang selalu ada pada setiap waktunya telah mengubah segalanya bagi Prasaja. Mungkin aura Anindia sebagai sosok yang pernah hadir di hatinya mampu mencairkan kebekuan sebuah hati. 

Selamat berbahagia Anindia Nilajuwita dan Prasaja Utama. 

Sindangpalay 16 Oktober 2023. 

@hensa17. 

Seorang Pensiunan penggemar cerpen, puisi dan novel. Menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun yang lebih bermakna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun