Bayu hanya mengangguk mendengar penjelasan Aki Damar. Sebenarnya Bayu sudah tahu dua mayat itu dari telepati gurunya, Kiai Furqon.
Bayu tadinya ingin mejelaskan tentang tahayul Iblis bermata satu itu faktanya memang ada. Namun pemuda ini mengurungkannya.
Bagi Bayu kini yang penting adalah Dusun Suluh Hawu ini kembali tenteram dan damai.
Pemuda bersahaja itu juga mohon pamit kepada Aki Damar.
"Ki, besok pagi usai Subuh, hamba pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Utara."Â
"Nak Bayu terima kasih atas bantuan selama ini. Sehingga dusun ini kembali tenteram." Kata Aki Damar penuh haru.
"Alhamdulillah. Aki segala Puji dan Puja hanya milik Allah. Dengan ijin Allah juga dusun ini kembali tenteram dan damai."
Pagi itu Bayu Gandana bergegas meninggalkan Dusun Suluh Hawu dengan penuh haru. Pemuda ini berjalan melewati Gerbang Utara menuju arah Cilegon.
Sementara itu di kediaman Kepala Dusun suasana sangat sepi. Dalam kamar yang rahasia, Kepala Dusun Suluh Hawu masih duduk semedi dalam ruangan gelap yang penuh dengan asap kemenyan.
Mulut lelaki seusia Aki Damar ini terlihat berbicara pelan penuh ketakutan. Di hadapannya berdiri mahluk Iblis itu mengancam kehidupannya jika tidak memberikan tumbal berikutnya.
Kepala Dusun itu hanya bisa pasrah setelah dirinya mengorbankan anaknya sendiri, Ariaraja. Kini dia harus mencari dalam 4 purnama ke depan seseorang untuk tumbal persembahan bagi Iblis ber mata satu itu.Â